***
Lisa kembali ke rumah sakit untuk menemui Ten– mungkin lebih tepatnya hanya melihat pria itu dari jauh, sebab ia belum berani menemuinya. Lisa ingat, kalau di semester empat kuliahnya, segalanya berubah. Hubungannya dengan Ten berakhir saat itu, sebab Ten memilih untuk masuk ke sekolah impiannya.
Lisa tidak ingin Ten menjadi tentara seperti mimpinya. Lisa tidak ingin kekasihnya pergi ke medan perang seperti yang selama ini ia bayangkan mengenai hidup para tentara. Lisa menolak keras mimpi kekasihnya, sebab ia tidak ingin hidup dalam bayang-bayang rasa khawatir akan keselamatan pria itu.
Karenanya, karena semua penentangan yang Lisa lontarkan, Ten memilih untuk mengakhiri hubungan mereka. Namun beberapa bulan setelahnya, Lisa merasa Ten telah melukai harga dirinya. Lisa tidak bisa menerima kalau Ten lebih memilih mimpinya dibanding dengan dirinya– gadis yang egois. Karena luka itu, Lisa pun berhenti dari kuliahnya kemudian berakhir menjadi agen rahasia seperti sekarang. Gadis itu pikir, agen rahasia lebih keren dibanding seorang tentara– berulang kali, Lisa menyombongkan dirinya dalam kepalanya sendiri. Ia bayangkan bagaimana reaksi Ten saat tahu pekerjaannya yang sekarang? Pria itu pasti akan luar biasa iri.
Namun bagaimana sekarang? Alih-alih ingin membuat Ten iri, Lisa justru merasa bersalah sebab ia tidak tahu betapa sulitnya hidup pria itu setelah mereka putus. Rasa bersalah yang seharusnya tidak perlu ia rasakan.
"Bagaimana caramu menjaga keponakanku sampai ia terluka seperti ini?!" marah Mantri Park, di dalam ruang rawat keponakannya. Berulang kali ia memukul kepala Ten dengan segulung majalah di tangannya, namun Ten tetap diam menerima perlakuan itu– membuat Lisa yang mengintip dari kaca di pintu merasa begitu sesak.
"Sudahlah paman... Bukan salahnya, aku yang salah karena membuat temanku tersinggung dan marah, aku pantas mendapatkan ini," bujuk Park Jiyeon, dari ranjang tempatnya duduk. Gadis itu bahkan tidak berusaha untuk bangun, dia sama sekali tidak serius dengan ucapannya– yakin Lisa dalam kepalanya.
Beberapa kali Lisa menghela nafasnya. Ia tidak begitu terkejut saat dengar Ten merundung seseorang. Namun hatinya tidak kuasa menahan kejut saat melihat Ten diam saja di perlakukan seperti itu. Seseorang di dalam ruang rawat itu berdiri ketika Lisa mengintip, gerakan tiba-tibanya membuat Lisa bergegas pergi namun sayangnya, orang yang berdiri dan berjalan keluar ruangan itu mengenali Lisa– Kwon Jiyong.
"Lisa, stop." Jiyong membuat Lisa yang baru beberapa langkah menjauhi ruang rawat itu berdiri kaku di atas kedua kakinya. "Ku dengar ada reporter di tempat kejadian tadi. Reporter dari YW News. Kau kah itu?" susul Jiyong, sembari berjalan mendekati Lisa yang kini berbalik untuk balas menatapnya.
Lisa masih diam. Terlihat ragu sebab ia belum punya keputusan– memberi tahu Jiyong yang sebenarnya atau kembali berakting. Lantas, ditengah kesunyiannya itu, Ten melangkah keluar dari ruang rawat dan menghentikan langkahnya saat melihat Lisa ada di sana. Menteri Park berdiri di belakang Ten, sedikit mendorong pria itu supaya tidak menutupi pintu kemudian menegur Jiyong– menanyakan siapa gadis yang tengah Jiyong ajak bicara itu.
"Ah... Ini temanku, teman sekolahku dulu. Ada pekerjaan yang harus kami bicarakan, jadi aku memintanya datang," ucap Jiyong memperkenalkan Lisa sebagai seorang reporter kenalannya.
Menteri Park menatap Jiyong, menyelidik di jernihnya mata pria itu kemudian berasumsi kalau Lisa datang untuk meliput hubungan Jiyong dengan Jiyeon. Tapi untungnya, Jiyong memahami arti pandangan penuh selidik itu kemudian menjelaskan alasan Lisa datang dengan lebih rinci, "dia tidak datang untuk meliput pernikahanku dengan Jiyeon, dia datang karena kemarin aku memintanya meliput gedung baru YG," jelas Jiyong.
"Aku sudah membawa draft artikelnya," susul Lisa, mendukung penjelasan Jiyong dengan mengulurkan sebuah USB pada pria itu. "Ada beberapa draft di sana, anda bisa memilih satu diantara mereka.
"Ah... Lain kali gunakan e-mail saja," komentar sang Menteri yang kemudian berpamitan untuk pulang lebih dulu. Pria itu berjalan meninggalkan Lisa dengan Jiyong, sementara Ten masih harus bekerja mengikuti sang Menteri yang melangkah pergi.
Setelahnya, Jiyong dan Lisa duduk bersama di lorong. Ada beberapa kursi yang disandarkan pada dinding di sana, keduanya duduk bersebelahan dengan satu kursi kosong diantara mereka– sebagai jarak untuk mengurangi kesalahpahaman. Sama seperti yang sudah Lisa ketahui, Jiyong bercerita kalau Jisoo melukai Jiyeon dengan alat gesek biolanya kemudian meninggalkan Jiyeon sendirian sampai pingsan di ruang latihan.
"Apa menurutmu Jisoo benar-benar bisa melakukan itu?" tanya Jiyong. "Kau masih mengingat Jisoo kan? Kim Jisoo, teman sekelasmu yang selalu bermain biola."
"Apa yang Jisoo katakan?" balas Lisa, disusul cerita Jiyong kalau Jisoo bersikeras tidak melukai Jiyeon. Jisoo menutup CCTV di sana dengan label sebab Jiyeon bilang ia ingin mengganti pakaiannya di ruang latihan itu. Tanpa pikir panjang, Jisoo mengiyakannya kemudian meninggalkan Jiyeon di sana dan saat Jisoo kembali semua orang mencurigainya. "Entahlah, tapi orang-orang akan lebih senang mempercayai kalau Jisoo pelakunya." Lisa berucap setelah Jiyong menyelesaikan ceritanya.
"Tapi aku tidak bisa mempercayainya. Jisoo tidak akan melakukan itu," ucap Jiyong. "Jisoo tidak akan berani melakukannya, terlebih pada Jiyeon, calon istriku. Gadis yang masih memakai shampoo anak-anak mana mungkin melakukan-"
"Ada yang lebih tidak mungkin dari itu." Lisa memotong ucapan Jiyong, kemudian bangkit dan berpamitan sebelum Ten kembali.
Lisa pergi ke basement, tempat motornya di parkir, setelah ia berpamitan pada Jiyong. Gadis itu baru saja duduk di atas motornya ketika ia harus turun sebab Ten kembali berdiri di sebelah motornya. Kali ini pria itu tidak mengatakan apapun sampai Lisa sengaja berbalik untuk menatapnya. Gadis itu sengaja menyandarkan bokongnya di atas jok motornya kemudian memandangi Ten yang berdiri di depannya tanpa mengatakan apapun.
"Kau benar-benar reporter?" tanya Ten kemudian, membuat Lisa menjawab pertanyaan itu dengan memberikan selembar kartu namanya. "YW News? Aku tidak pernah mendengarnya."
"Karena itu-"
"Kau tidak berencana meminta maaf setelah menendangku tadi?"
"Aku tidak senang, bahkan tidak ingin bertemu denganmu," ucap Lisa yang sama sekali bukan jawaban atas pertanyaan Ten. "Aku datang ke sini untuk bekerja, jadi aku-"
"Kau akan menulis beritanya? Kim Jisoo melukai pianist Park Jiyeon?" potong Ten, disusul tatapan tidak percaya yang ia lemparkan pada Lisa. "Kau akan melukai temanmu sendiri demi sebuah berita eksklusif?"
"Bukan ide yang buruk," susul Lisa membuat kesan kalau dirinya adalah seorang reporter yang tidak mempedulikan apapun selain berita eksklusif.
"Lisa-"
"Kita sama-sama sudah berubah," potong Lisa.
Sementara itu, kembali ke ruang rawat dimana Jiyeon berada, Jiyong kembali melangkah masuk ke dalam ruang rawatnya. Pria itu baru saja membuka pintunya, ketika langkahnya terpaksa berhenti sebab Jiyeon berdiri di dekat pintu– baru saja menguping pembicaraan Jiyong dengan temannya.
"Kenapa kau tidak percaya kalau Jisoomu yang manis bisa melakukan hal mengerikan seperti ini padaku?" tanya Jiyeon bahkan sebelum Jiyong sempat membuka mulutnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Sleep
FanfictionCome to my play room. Have a party with friends! Win your jackpot! ALL-IN 397-5 121-220! The wildest texas hold'em poker.