27

725 141 9
                                    

***

Jiyeon harus ada di dekat villa untuk bisa mengakses alat penyadapnya. Sebagian kamera pengawasnya terhalang sinyal karena alat yang Hyunjin pasang di sekitaran villa. Gadis itu hanya bisa menonton beberapa rekaman dari kamera pengawasnya tanpa bisa menggunggah rekaman-rekaman itu. Sama seperti Simon dan Hyunjin yang juga ada di sekitaran villa, Jiyeon menunggu di dalam mobilnya, di depan restoran tidak jauh dari villa. Hyunjin dan Simon ada di dalam restoran itu.

"Ten menunggu di luar villa," ucap Hyunjin, melaporkan apa yang ia lihat dari CCTV di jalan depan villa.

"Mungkin menunggu Jiyeon," gumam Simon sembari memperhatikan mobil Jiyeon– mobil baru, yang harganya lebih murah dari mobil sebelumnya. "Apa Jiyeon juga memasang kamera di depan villa?"

"Tidak. Dia hanya menaruhnya di dalam villa. Sekarang dia tahu kalau Ten berkhianat. Kalau dia tahu Ten ada di depan villa, dia pasti marah," ucap Hyunjin.

"Uhm... Sepertinya noonamu sudah membuatnya luar biasa marah," gumam Simon, yang masih memperhatikan Jiyeon dari jauh.

Sebelumnya Hyunjin dan Simon duduk di lantai dua restoran kecil itu. Mereka menyewa lantai duanya, menutup khusus lantai itu dan Simon berdiri di dekat jendela, memperhatikan Jiyeon dan pesuruh barunya di bawah sana. Kini, mobil Jiyeon melaju ke arah villa. Tanpa perlu mengikuti wanita itu, Simon dan Jiyeon dapat mengawasinya melalui CCTV di jalan. Semuanya berjalan sesuai rencana, meski kehadiran Ten yang babak belur tidak termasuk ke dalam keberhasilannya.

Pada malam yang gelap ini, di villa yang jauh dari keramaian, Jiyeon melangkah turun dari mobilnya. Emosinya sudah memuncak sebab ucapan Lisa dan emosi itu meledak karena kehadiran Ten di depan villa. "Kau benar-benar mencintainya?! Sampah itu?!" kesal Jiyeon, menampar wajah Ten yang sudah banyak terluka. Entah apa yang terjadi pagi tadi, namun apapun itu, terlihat jelas kalau Jiyeon melampiaskan semua emosinya pada Ten.

"Ini salah, nona. Ini tidak benar," ucap Ten, tentu tanpa bisa menghindari apalagi membalas perlakuan Jiyeon. "Membunuh mereka-"

"Kenapa? Kenapa ini tidak benar?! Aku hanya menyingkirkan dua sampah yang ada di dalam sana!" seru Jiyeon, berfikir kalau ia bisa mengakhiri semua penyiksaan yang dirasakannya dengan menyingkirkan dua bibit penyiksaannya. "Singkirkan mereka!" jerit gadis itu, luar biasa marah atas semua ingatan yang Lisa berikan padanya.

Janghoon si pria gempal, tanpa basa-basi menyulut api di sana. Ia nyalakan pematik di tangannya kemudian melemparkan pematik itu ke bangunan villa yang mudah terbakar. Di luar perkiraan Jiyeon juga Ten, api tiba-tiba saja membesar. Seingat Ten, ia hanya menyiram minyak di halaman villa itu. Melingkar membentuk lingkar api yang mengelilingi villa– itu ingatan Ten, namun malam ini api tiba-tiba saja membesar membakar tiang-tiang penyangga villa kayu itu. Villanya memang didesain untuk dibakar, namun minyak yang Ten sebar membuat api jadi semakin besar tidak terkendali. Kelihatannya seperti membakar kayu yang sudah di rendam minyak semalaman.

"Kenapa mereka diam saja?" tanya Hyunjin, memperhatikan tiga orang yang kini mematung memandangi api yang terlalu besar. "Ya! Masuk selamatkan yang di dalam atau pergi dari sana! Bodoh!" omel pria itu, seolah ia tengah menonton sebuah drama picisan melalui layar laptopnya.

"Mereka pasti penasaran," gumam Simon. "Aku menyiram minyaknya kemarin. Seharusnya minyak itu sudah menguap sepanjang siang, kenapa apinya justru semakin besar?" ucapnya, seolah-olah ia adalah bagian dari tiga tokoh utama dalam rekaman CCTV yang mereka tonton. Meski di rekaman lainnya– di kamar utama villa itu, ada Lisa yang tengah menonton di ranjang melalui handphonenya, juga Jiyong yang duduk ditepian ranjang, menunggu perintah dengan gelisah.

Kembali ke villa yang mulai terbakar, yang apinya jadi semakin besar dan terus membesar. Kini Ten berusaha menelepon. Ia hendak menelepon mobil pemadam kebakaran. Namun Jiyeon menghalanginya, gadis itu berusaha merebut handphone Ten namun si pria babak belur itu mendorong Jiyeon, membuat Jiyeon jatuh ke tanah dan Janghoon yang akhirnya harus beraksi. Janghoon berusaha merebut handphone Ten dan perkelahian terjadi di sana.

Perkelahiannya berlangsung lama, membuat Jiyeon terhipnotis oleh tarian nyala api yang semakin membesar seiring berjalannya waktu. Nyala api membuatnya mengingat banyak hal sekaligus. Ia ingat bagaimana hari-harinya selama ini. Seolah tengah berkemah, ia menatap api unggun di depannya. Kesepian membakarnya seperti api. Kenyataan membuat bagian dalam dirinya hangus terbakar.

Semuanya dimulai dari kenyataan mengenai siapa ayah kandungnya. Kenyataan yang kemudian menjawab kenapa ia selalu merasa kesepian. Kenyataan itu seperti minyak, yang anehnya tidak menguap setelah lama dibiarkan. Percikan kecil dari kehadiran Jisoo yang justru membakar genangan minyak dalam dirinya. Lantas Lisa datang, menyiram lagi setangki minyak pada genangan api itu.

Suara api yang menari terasa seperti sebuah hitungan mundur yang rasanya mampu membebaskan Jiyeon dari rasa sakit. Namun bentakan Ten pada Janghoon– yang bertanya apakah Janghoon siap menjadi seorang pembunuh– menyadarkan Jiyeon dari ilusi.

Rasa panik tiba-tiba menyerang Jiyeon di saat matanya melihat Ten masuk ke dalam villa yang sudah setengah terbakar. Pria itu menendang pintu kayu yang hampir terbakar, lantas masuk dan berlari mencari dua orang yang ia pikir terbakar hidup-hidup di dalam sana. Melihat Ten yang menerobos masuk, membuat Jiyeon mengikutinya tanpa pikir panjang. Janghoon yang panik kini berusaha menghubungi pemadam kebakaran, namun tidak ada satupun handphone yang bisa melakukan panggilan. Semua handphone tidak bisa mendeteksi sinyal untuk menelepon.

Sama seperti Janghoon, Hyunjin dan Simon juga berusaha menelepon Lisa. Berusaha memberitahu gadis itu kalau Ten dan Jiyeon masuk ke villa yang sudah setengah terbakar. Lisa dan Jiyong yang sudah masuk ke dalam lemari kini sulit untuk di hubungi. Seharusnya dua orang tadi masuk lebih awal, supaya rencana mereka berjalan sempurna.

Mengetahui kalau Lisa sudah tidak lagi bisa di hubungi, Simon pergi meninggalkan restoran. Hendak menyelamatkan mereka yang bisa di selamatkan. Namun setibanya Simon di villa itu, terjadi sebuah ledakan dari dalam villa. Mungkin microwave atau alat elektronik lain yang meledak. Ledakannya cukup keras hingga membuat Janghoon yang panik bergegas masuk ke dalam mobil dan melarikan diri dari sana. Entah untuk kabur karena tidak ingin dianggap pembunuh, atau berusaha mencari bantuan.

Keadaan jadi sedikit kacau sebab Ten dan Jiyeon terlambat masuk ke dalam api. Seharusnya mereka tidak perlu masuk sama sekali dibanding memberi Simon pekerjaan seperti sekarang. Dua orang itu membuat Simon harus menyiram tubuhnya dengan air, kemudian berlari ke dalam api, mencari Ten dan Jiyeon yang bisa saja hangus terbakar di dalam villa penuh api itu.

"Mereka semua tidak ada di dalam," ucap Simon sekitar lima menit kemudian. Setelah ia berusaha masuk ke dalam api namun kembali keluar sebelum tubuhnya ikut hangus terbakar. "Aku tidak bisa menemukan mereka berempat, semoga saja Lisa berhasil. Padamkan apinya," perintah pria itu kepada pria yang masih ada di restoran, sebelum ia membawa dirinya sendiri pergi dari sana. Meninggalkan mereka yang tidak bisa ia temukan.

***

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang