21

727 157 7
                                    

***

Minggu pertama Eun Jiwon dan timnya mengeluarkan sebuah berita prostitusi. Tentu bukan laman berita mereka yang merilis beritanya, alih-alih merilisnya sendiri dan kelihatan mencari perhatian, mereka justru mengirim berita prostitusi itu pada kantor berita lainnya. Seperti sebuah hujan di tengah kemarau, Hyunjin mengirim air dingin pada hampir seluruh stasiun berita dan menyiram air panas pada kepolisian. Di saat yang sama, semua orang tiba-tiba saja menjadi sibuk. Kepolisian berusaha memastikan kebenaran berita itu, para reporter berusaha untuk mencari celah meliput beritanya, sementara masyarakat menjalankan tugasnya– menekan semua pihak untuk mengungkapkan kebenaran melalui komentar-komentar mereka.

Di minggu berikutnya, alias dua minggu sebelum pernikahan Jiyong, Lisa dan Jiyong kembali bertemu. Setelah sebelumnya Lisa sengaja mengatur pertemuan itu di depan gedung kesenian tempat Jiyeon biasa berlatih. Hari ini seharusnya Jiyong menyiapkan pernikahannya, ia harus memastikan kalau gaun serta tuxedo untuk pernikahannya sudah sempurna. Namun sejak Jiyong bersikeras untuk membatalkan pernikahan itu, ia berhenti ikut campur. Hanya Jiyeon yang kelelahan menyiapkan semua keperluan pernikahan mereka. Jiyong berusaha menyiksa Jiyeon, namun gadis itu belum mau menyerah dan mengumumkan pembatalan pernikahan itu.

"Kau jadi semakin berani," komentar Ten, yang tentu sudah Lisa prediksi sebelumnya. Walau sebenarnya Jiyong belum ada di sana. Lisa tahu Jiyeon tidak akan melihatnya dan Jiyong di cafe dekat gedung kesenian itu. Namun ia juga tahu kalau Ten mungkin akan melihatnya.

Lantas benar saja, Ten memergokinya. Pria itu melihat juga mendengar Lisa yang sedang menunggu Jiyong di cafe itu. Lisa tidak membawa motornya, gadis itu bilang pada Jiyong kalau ia baru saja selesai mencari berita dan meminta Jiyong untuk menjemputnya di cafe itu.

"Mau bagaimana lagi? Aku tidak membawa kendaraanku, siapa yang bisa ku mintai tolong selain kekasihku? kau mau mengantarku pulang?" balas Lisa, sengaja memprovokasi pria di depannya. Gadis itu ingin menilai sendiri bagaimana perasaan Ten padanya. Ia ingin tahu sejauh mana Ten tertipu atas skenario yang dibuatnya.

"Kau bisa naik tak-"

"Tidak," potong Lisa. "Aku tidak bisa naik taksi, kau pikir berapa gaji seorang reporter sepertiku? Aku bahkan rela melakukan apapun untuk mendapatkan berita. Kau pikir aku sudi melakukannya karena punya banyak uang?" balas gadis itu, menebak-nebak akankah Ten mempercayainya atau tidak.

"Kenapa kau jadi seperti ini? Dulu kau tidak begini, Lisa... Kemana semua harga dirimu?" geram Ten, terdengar kesal sekaligus prihatin atas apa yang terjadi pada Lisa juga keputusannya. "Sebagai seseorang yang pernah sangat mengenalmu, aku tidak bisa memahamimu lagi. Kenapa kau bertindak sejauh ini hanya untuk beberapa berita? Kenapa kau memilih jalanmu sekarang? Kenapa kau-" Ten terdiam. Bukan karena seseorang menginterupsi ucapannya, namun karena perasaannya sendiri– ia baru saja terbawa suasana, baru saja mengeluarkan semua isi hatinya tanpa sadar.

"Memang apa jalan yang ku pilih? Sudah sejauh apa aku bertindak? Bisakah kau menjelaskannya agar aku mengerti? Apa yang salah dari hidupku? Harga diri? Hanya dengan harga diri aku tidak akan pernah kenyang, aku tidak bisa membayar sewa rumahku dengan harga diri, kau pasti tahu itu... Harga diri saja tidak cukup untuk membayar makanan dan uang sewa,"

Jawaban Ten selanjutnya membuat Lisa yakin kalau Ten tidak mengenalinya. Ten tidak tahu pekerjaannya yang sebenarnya, Ten juga tidak tahu apapun tentang Lisa selain yang gadis itu tunjukkan– Lisa si reporter kotor. Mengetahuinya membuat Lisa sedikit kecewa. Ia ingin muncul sebagai seorang wanita yang penuh kebanggaan di depan Ten, namun gadis itu justru melakukan hal yang sebaliknya. Namun selain kecewa, Lisa pun merasa sedikit lega. Sebab si mata-mata kelas teri itu ternyata tidak bisa membuka segel yang telah di samarkan dengan baris-baris skenario. Berapa kali pun ia mendapatkan jawaban yang sama, Lisa terus ingin memastikannya. Ten membuat gadis itu meragukan penilaiannya sendiri.

Ten hendak memberi Lisa jawaban. Ia hendak mematahkan pendapat Lisa, namun sebuah mobil mewah sudah lebih dulu berhenti di tepi jalan. Jiyong sudah datang, dengan mobil terbaiknya yang kini di parkir tepat di depan tempat itu. Dari jendela cafe, juga dari jendela mobil mewah itu, mereka bertiga bisa saling bertatapan.

"Aku pergi duluan," ucap Lisa, meraih barang-barang miliknya di atas meja, namun sengaja meninggalkan dompet yang sebelumnya ia jatuhkan. Saat melangkah, ia tendang sedikit dompetnya, memastikan kalau Ten bisa melihat dompet itu setelah ia meninggalkannya.

Di dalam mobil, tentu Jiyong bertanya-tanya kenapa Lisa mengundangnya ke sana. Pria itu juga bertanya kenapa Lisa menyuruhnya datang dengan mobil termahal miliknya, dan ia lebih penasaran lagi karena ada Ten di cafe itu. Jiyong ingin tahu semua rencana Lisa. "Kau tahu caranya menyelamatkan diri?" tanya Lisa sebelum ia menjawab semua pertanyaan Jiyong. "Dengar... Ada satu hukum yang harus oppa ingat sebelum kita liburan... Kalau oppa merasa tidak bisa menyelamatkan dirimu sendiri, berteriaklah, cari bantuan, jangan jadi bodoh dan menyerahkan takdirmu pada keadaan. Pasrah hanya akan membunuhmu. Oppa bisa mengingatnya kan?"

"Ya. Akan ku ingat, tapi kenapa? Kenapa kau bicara seolah kita akan ada dalam bahaya? Apa yang sebenarnya kau rencanakan?" tanya Jiyong sementara Lisa sibuk mengecek handphonenya, ia penasaran kapan Ten akan meneleponnya dan mengembalikan dompetnya.

"Kasus itu," ucap Lisa, menunjuk sebuah layar LCD besar di salah satu gedung yang ada di depan mereka, di persimpangan. "Itu ada di USB yang kau berikan. Minggu depan akan ada kasus-kasus lainnya juga. Dengan kata lain... Aku akan sibuk, jadi kita selesaikan urusanmu sekarang," susulnya.

Kalau Jiyeon masuk dalam jebakan, masalah Jiyong langsung akan selesai dalam beberapa hari kedepan. Tanpa memberitahu detail rencananya pada Jiyong, Lisa memanipulasi keadaan. Ia provokasi Jiyeon, ia tunjukan kedekatannya dengan Jiyong di depan gadis itu sementara ia meminta Simon untuk menyiapkan situasi lainnya. Mereka berdua akan pergi berlibur ke sebuah villa di tepi kota– keadaan ini yang harus Jiyeon ketahui. Jiyeon juga harus tahu dimana villa itu berada, karenanya dengan sengaja Lisa meninggalkan dompetnya pada Ten.

Jika Jiyeon terjebak dalam rencana itu, tentu gadis itu tidak akan tinggal diam. Karenanya, di villa yang Simon siapkan, pria itu meletakan banyak senjata di sana. Sengaja mereka pilih villa kayu yang mudah terbakar, tirai-tirai di dalamnya Simon buat memanjang sampai ke lantai, tipis dan mudah terbakar, tempat rapuh itu juga mereka pasangi banyak lilin– yang sengaja disiapkan sebagai pematik kebakarannya.

Kalau api tidak ada dalam kepala Jiyeon yang marah, Simon sudah menyiapkan beberapa senjata di sana. Pistol pemburu yang dijadikan pajangan telah di isi beberapa peluru kosong. Pisau-pisau dan pedang dengan dua mata pisau juga dipajang di dindingnya. Perburuan– kira-kira begitu tema yang Simon siapkan di villa itu. Lantas, kalau senjata juga tidak ada dalam pikiran Jiyeon, satu lemari minuman beralkohol juga bisa jadi solusi. Di ruang tengah dengan sofa yang cocok untuk bermesraan, Simon letakan satu lemari penuh minuman beralkohol, yang bisa Jiyeon pakai untuk memukul kepala kekasihnya atau simpanan kekasihnya. Ini adalah misi bunuh diri– begitu Lisa menyebutnya.

"Kau ingin aku diam saja kalau dia melukai-"

"Sudah ku bilang oppa harus mengingat caranya menyelamatkan diri– minta tolong," potong Lisa. "Kita yang akan jadi umpannya. Kita tidak tahu, siapa yang ingin Jiyeon habisi, oppa atau aku, jadi beri saja dua-duanya, supaya dia tidak perlu memilih. Jiyeon tidak akan datang sendirian, Ten pasti akan ikut bersamanya. Lantas saat terjadi kecelakaan di villa itu, dan ada empat orang di sana, orang-orang akan mulai berspekulasi. Ada empat orang di lokasi kecelakaan, siapa yang selingkuh dengan siapa, atau mungkin itu hanya kecelakaan setelah double date? Akan ada banyak spekulasi nantinya. Dengan begitu, nama baik yang ingin oppa lindungi, akan baik-baik saja selama kalian tidak membuat klarifikasi apapun. Biarkan publik bertanya-tanya, penasaran akan kecelakaan itu kemudian batalkan pernikahannya. Tidak perlu buru-buru membatalkannya di depan publik, tunda saja dulu, dengan alasan kesehatan."

***

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang