16

821 162 3
                                    

***

Jiyong sudah kembali duduk di kursinya, di sebelah Lisa. Sementara pria itu menyeruput mie instannya, di sebelahnya, Lisa tengah menikmati semangkuk pudingnya. Mereka makan sembari membicarakan paket yang Jiyeon kirim pagi ini, sembari membicarakan USB yang baru tadi Jiyong berikan pada Lisa, juga membicarakan bagaimana tanggapan Yang Hyunsuk, semisal pria itu tahu kalau Jiyong menduakan calon istrinya.

"Sepertinya, dia akan memukuliku," ucap Jiyong. "Bisa-bisanya kau berselingkuh disaat-saat seperti ini? Beberapa bulan sebelum pernikahanmu? Kau sudah gila? Kurasa dia akan mengatakan semua itu," jelasnya, disusul pernyataan kalau Jiyong sudah siap dengan semua resiko itu. Jiyong bilang, ia lebih baik di marahi sekarang daripada terlanjur menikah dengan gadis yang tiba-tiba saja tidak ia kenal. "Setelah melihat sikapnya pada Jisoo, aku merasa tidak mengenalinya sama sekali, aku-"

Jiyong menutup mulutnya, menatap Lisa. Ia melihat gadis itu menjatuhkan puding yang masih setengah ke lantai, ke bawah meja. Sementara beberapa detik setelahnya, Jiyong bisa mendengar seseorang membuka kunci pintunya. Dalam beberapa detik, Lisa turun dari kursinya, berjongkok dibawah meja untuk mengambil kembali puding yang sengaja ia jatuhkan. Jiyong mengikutinya, pria itu ikut berjongkok di bawah meja, menatap Lisa dengan tatapan bingung miliknya. "Kenapa kau bersembunyi?" tanya Jiyong, bersamaan dengan masuknya suara Jiyeon yang tengah mencari belahan jiwanya.

"Bukan bersembunyi, hanya mengulur waktu untuk melihat siapa yang datang," bisik Lisa, di sela-sela suara Jiyeon yang mencari Jiyong.

Mereka bertatapan, untuk beberapa detik. Tatapan yang terasa menggelitik dada Jiyong itu, membuat Jiyong tuli. Jiyong tidak lagi mendengar suara Jiyeon yang memanggilnya. Mata bulat Lisa yang menatapnya dengan tenang, di bawah meja sempit itu, tanpa sadar membuat Jiyong pergi ke tempat lain.

"Kwon Jiyong?" suara Jiyeon kembali terdengar, kali ini gadis itu menatap ke arah dapur, ke arah meja makan dimana Jiyong dan Lisa berjongkok, berhadapan dan saling menatap. Di tangan Lisa ada puding yang tadi tumpah, sementara di tangan Jiyong ada satu sendok kecil yang sebelumnya Lisa pakai untuk menikmati puding itu.

Bersamaan dengan suara Jiyeon, yang sama sekali tidak menyadarkan Jiyong dari imajinasinya, Jiyong melepaskan sendok di tangannya. Ia meraih tengkuk Lisa, untuk kemudian menciumnya. Lisa sedikit terkejut mendapatkan ciuman itu, ia meremas bahu Jiyong, menyuruh pria itu berhenti meski bibirnya tetap bergulat dengan milik Jiyong– bukan munafik, Lisa terpaksa membalas ciuman itu sebab ia tahu kalau Jiyeon ada di sana, melihat mereka. Hanya Jiyong yang kerasukan suasana, Lisa masih sepenuhnya sadar.

Jiyong baru benar-benar berhenti di saat telinganya menangkap sebuah suara pecahan keramik yang benar-benar keras. Sebuah vas besar di dekat dinding, yang berisi tanaman hidup baru saja Jiyeon dorong hingga pecah. Beberapa pecahannya hampir mengenai Lisa juga kekasihnya dibawah meja sana, namun sayangnya tidak ada seorang pun yang terluka– kecuali perasaan Jiyeon.

"Ini yang kau bilang sibuk? Kau sangat keterlaluan, Kwon Jiyong," cibir Jiyeon, tanpa makian barang satu kata pun.

Bersamaan dengan berbaliknya Jiyeon, Jiyong membantu Lisa untuk bangun dan keluar dari tempat mereka berada. Wajarnya, Jiyong mengejar calon istrinya sekarang, namun alih-alih melakukan itu, ia justru sibuk dengan keadaan Lisa, sibuk memastikan gadis di depannya tidak terluka sedikit pun.

"Aku baik-baik saja," jawab Lisa, tidak terdengar baik. Gadis itu berdiri, kemudian menyingkirkan tangan Jiyong dari tubuhnya. "Tapi... Jangan menciumku kecuali memang benar-benar mendesak– dan aku yang menemukan kapan itu. Ini peringatan," susulnya, dengan tatapan sinis yang rasanya bisa menusuk siapapun lawannya. "Karena ini pekerjaan. Aku tidak ingin terlibat dalam perasaan apapun, milikmu ataupun milikku." Lisa menjelaskan alasannya, tanpa Jiyong perlu menanyakannya.

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang