***
Pagi kembali datang dan setelah semalaman Lisa melangkah masuk ke gedung apartemen tempatnya tinggal. Semalaman gadis itu mengendap-endap bersama Simon, menyelidiki satu persatu orang yang mereka curigai, mencari informasi dan bekerja sebagai sebuah tim yang solid.
Pagi ini Lisa pulang untuk mengambil beberapa pakaiannya. Pekerjaan mulai kembali padat dan seperti biasanya, Lisa akan mulai menginap di kantor lagi. Sayangnya, tanpa di duga, Lisa bertemu dengan Ten di depan pintu apartemennya. Selama beberapa detik mereka saling menatap, sampai kemudian Lisa membuka mulutnya untuk menanyakan alasan Ten datang.
"Memberimu peringatan kedua," jawab Ten, menjelaskan alasannya datang. "Tapi aku tidak perlu mengeluarkan ini, bukan? Kau pasti tahu apa isinya," susul pria itu sembari menunjukan sebuah kotak yang ia bawa– ada bangkai di dalam kotak itu dan setelah Ten membahasnya, Lisa bisa mencium bau busuk dari dalam kotak cokelat itu.
"Kau bisa membawanya lagi," suruh Lisa, sembari mengipas-ngipaskan tangannya, mengusir aroma menjijikan itu.
Ten meletakan kotak yang ia bawa di sebelah pintu apartemen Lisa, sementara gadis itu hanya melemparinya dengan sebuah tatapan jijik. Tanpa menunggu Ten berkomentar lagi, Lisa mendekati pintu apartemennya. Ia memakai sidik jarinya untuk membuka pintu apartemen itu, menekan delapan nomor asal di kunci pintunya untuk mengelabui Ten kemudian membuka pintunya. Kombinasi angka tidak penting untuk pintu rumah Lisa, satu-satunya yang penting adalah sidik jari gadis itu yang harus di tekan sebanyak delapan kali.
"Aku akan langsung saja," ucap Ten, yang tentunya mengikuti Lisa masuk ke dalam rumah. "Jauhi Jiyong hyung atau hidupmu akan berada dalam masalah," suruh Ten, menyampaikan pesan yang ingin Jiyeon sampaikan pada Lisa.
"Aku sudah terbiasa hidup dalam masalah," santai Lisa.
Kini gadis itu duduk di sofanya, menatap Ten yang berdiri di tengah-tengah ruang tengah rumahnya sembari melihat-lihat isi rumah itu. Dengan kedua tangan yang di masukan ke saku celana, Ten memperhatikan tiap detail rumah Lisa. Semuanya terlihat rapi sekaligus tidak pernah digunakan. Sedikit berdebu seolah Lisa tidak setiap hari tinggal di sana.
Ten memperingatkan Lisa, untuk tidak lagi mendekati Jiyong, untuk tidak merusak hubungan yang sebentar lagi akan di resmikan itu. "Kau pikir perasaan bisa berubah semudah itu? Kwon Jiyong hanya memanfaatkanmu. Dia marah pada calon istrinya dan menjadikanmu sebagai alat untuk melampiaskan emosinya, jangan naif dan berfikir kalau pria itu benar-benar mencintaimu," ucap Ten, memberi Lisa peringatan yang seharusnya tidak begitu.
Jiyeon ingin Ten menakut-nakuti Lisa. Jiyeon ingin membuat Lisa lari ketakutan karena di ancam, seperti Jisoo. Untuk itu, Jiyeon mengirim Ten– sebab pria itu pernah berkencan dengan Lisa. Jiyeon pikir, ancamannya akan semakin menyakitkan kalau Ten yang melakukannya. Mengetahui kalau mantan kekasihnya kini menentangnya, tidak lagi memihaknya, menyudutkannya, bahkan menatapnya dengan pandangan jijik, Lisa pasti sangat tersiksa– yakin Jiyeon.
"Jangan naif... Perasaan seseorang sangat mudah berubah. Kau bahkan tidak bisa menggenggamnya, bagaimana kau yakin perasaan itu tidak akan berubah? Sama seperti dulu, aku tidak bisa diam saja melihat seseorang yang meminta bantuanku. Jiyong oppa sangat kesulitan karena tunangannya, aku hanya ingin membantunya, mengurangi kesulitan itu, menghiburnya. Jadi... maaf, aku tidak bisa menuruti permintaanmu," balas Lisa bersamaan dengan dering handphonenya sendiri. Nama kontak Sayang dengan tanda hati di sebelahnya, menelepon– Simon. "Halo? Oppa, kau sudah hampir sampai?" tanya Lisa kepada pria yang meneleponnya itu. "Tidak perlu naik oppa, aku yang akan turun. Aku juga merindukanmu, padahal kemarin kita baru bertemu. Tunggu sebentar, aku akan segera turun," oceh Lisa, seolah Jiyong yang tengah meneleponnya.
"Apa yang kau bicarakan?" balas Simon, sebelum Lisa mengakhiri panggilan itu secara sepihak.
Kini Lisa menatap Ten, menunggu pria itu mengambil keputusan untuk pergi sebelum Jiyong melihatnya di sana– walau sebenarnya Jiyong tidak akan pernah melihat Ten di sana. Walau sebenarnya, Jiyong tidak akan pernah datang ke rumah Lisa. Ten berpamitan, seperti yang Lisa harapkan. Pria itu mungkin benar-benar percaya kalau Jiyong akan datang.
Sepeninggalan Ten dari tempat itu, ia kembali ke tempat kerja utamanya– di sisi Jiyeon. Setelah kasus Jiyeon terluka– atau lebih pantas di sebut melukai dirinya sendiri– Ten harus bekerja lebih ekstra, sebab begitu perintah orang yang membayarnya. Bukan Jiyeon yang membayar Ten, bukan Jiyeon juga yang membutuhkan pengawalan dari Ten. Pria itu datang dan berdiri di sisi Jiyeon usai berita hubungan Jiyeon dengan Jiyong diketahui publik. Ten– sang ajudan yang paling Tuan Park percayai– ada di sana untuk melindungi Jiyeon dari beberapa fans yang mereka anggap mengganggu.
"Aku memintamu untuk menyingkirkan mantan kekasihmu," ucap Jiyeon tidak lama setelah Ten kembali dari perjalanan bisnisnya. "Tapi apa ini?" susul Jiyeon, menunjukkan beberapa foto yang ia terima dari penguntit yang ia minta mengikuti Ten. Dalam foto itu, mereka bisa melihat bagaimana Ten bersikap sangat lemah terhadap Lisa. "Kau hanya mengiriminya ancaman-ancaman seperti ini?" susul Jiyeon, yang ternyata kecewa dengan dua ancaman yang Ten kirim pada Lisa– foto juga bangkai.
"Dia hanya seorang reporter rendahan," ucap Ten kemudian. "Menculiknya, membawanya ke bangunan kosong lalu mengancamnya seperti yang anda inginkan hanya akan membuat anda terlihat buruk. Itu yang diinginkan tuan Kwon, agar anda terlihat mengerikan di depan publik," jelas pria itu, menuangkan isi kepalanya.
Jiyeon bisa memahami pendapat Ten. Jiyeon bisa mengerti kekhawatiran yang Ten rasakan. Mungkin Ten memang khawatir nama baik Jiyeon akan tercoreng, atau mungkin juga pria itu tidak cukup tega untuk melukis mantan kekasihnya– hanya ini yang tidak bisa Jiyeon pahami. Karenanya, Jiyeon hanya bisa mengeluh kalau rencana yang Ten buat nyatanya sama sekali tidak membantu. Dengan tidak tahu malunya, Lisa terus menemui Jiyong.
"Bagaimana dengan ini?" tanya Ten kemudian, yang dengan sadar menunjukkan foto Lisa bertemu dan memeluk seorang pria. "Foto ini diambil pagi tadi. Reporter Han memberitahuku kalau tuan Kwon akan datang, tapi yang ternyata datang bukan tuan Kwon," Ten menjelaskan.
"Siapa pria itu?" tanya Jiyeon, tertarik dengan foto yang Ten berikan padanya, di mobil, di depan galeri seni, beberapa menit setelah jam makan siang berakhir. "Mereka berkencan? Jadi, Jiyong menyelingkuhiku untuk menjalin hubungan dengan kekasih orang lain? Menjijikan," tanya Jiyeon, sebab di foto selanjutnya, gadis itu melihat Lisa duduk di dalam mobil dan berciuman dengan pria yang tentunya bukan Jiyong.
"Simon Jung, reporter sekaligus camera-man di kantor berita yang sama dengan reporter Han. Sejak pertama kali kantor berita itu berdiri, mereka sudah bekerja bersama. Dulu hanya ada mereka bertiga– Reporter Eun sebagai kepala redaksi sekaligus pemilik tempat itu, reporter Han dan reporter Jung. Tapi dua tahun ini mereka memperkerjakan seorang editor baru, Hwang Hyunjin. Dugaan sementara, mereka memanfaatkan tuan Kwon untuk mencari berita di YG, karena setelah reporter Han berhubungan dengan tuan Kwon, kantor berita mereka terus membahas YG dan G Dragon sebagai berita utamanya."
Park Jiyeon menyimak setiap kata yang Ten laporkan padanya. Gadis itu penasaran, apa yang sebenarnya ada pada mata Ten, bagaimana pria itu selalu bisa melihat sesuatu yang tidak orang lain perhatikan. Benarkah Ten hanya seorang ajudan kepercayaan pamannya? Kenapa pamannya memberinya seorang ajudan yang sangat bisa diandalkan seperti Ten? Jiyeon tidak pernah menemukan jawab atas semua rasa penasarannya.
"Kau mendapatkan semua ini hanya dalam setengah hari?" tanya Jiyeon kemudian.
"Sejak kemarin, tapi baru hari ini semuanya terasa meyakinkan," ucap Ten disusul ucapan terimakasih dari Jiyeon.
Gadis itu berencana memakai foto Lisa yang berciuman dengan kekasihnya sebagai alat untuk menyadarkan Jiyong. Setelahnya, ia pergi meninggalkan Ten untuk masuk dan kembali berlatih dengan tim orkestranya. Jiyeon meninggalkan Ten yang tanpa sadar menghela lega nafasnya. "Maaf aku harus menggagalkan rencanamu, karena itu satu-satunya cara untuk melindungimu," gumam Ten, sembari melipat foto yang Jiyeon tunggalkan– foto Lisa bertemu dengan Simon di tempat parkir gedung apartemennya. Pria itu melipat fotonya, menyingkirkan Simon dari pandangannya kemudian memperhatikan Lisa dengan nafas yang tidak beraturan– amarah dan rasa khawatir beradu jadi satu dalam dada Ten.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Sleep
FanfictionCome to my play room. Have a party with friends! Win your jackpot! ALL-IN 397-5 121-220! The wildest texas hold'em poker.