14

925 175 4
                                    

***

Dua hari setelahnya, Lisa menekan bel pintu di sebuah gedung apartemen mewah. Menurut informasi yang ia terima, itu adalah apartemen Jiyong, yang akan di jual sebab Jiyong nantinya pindah dan tinggal dengan Jiyeon– setelah menikah. Hari ini Lisa tidak sendirian, gadis itu mengajak Hyunjin untuk menunaikan kewajibannya– melatih juniornya.

"Kau siapa?" tanya Lisa, menguji ingatan juniornya yang sebenarnya jenius. Sangat jenius di meja kerjanya namun sering bertingkah berlebihan saat kerja lapang.

"Camera-man magang yang bekerja untuk reporter Han," jawab Hyunjin.

"Kenapa kau ke sini?"

"Merekam rumah G Dragon yang katanya akan di jual," jawab Hyunjin sekali lagi. "Tapi noona, benarkah rumah ini akan di jual? Bukan hanya setting-"

"Sudah berapa kali aku bilang? Jangan membahas sesuatu yang tidak perlu di tempat kerja," potong Lisa. "Kau ada di tempat kerjaku sekarang, bukan meja kerjamu," tegur gadis itu membuat Hyunjin langsung menutup mulutnya– tangannya bergerak seolah ia sedang menarik resleting di mulutnya.

Dua kali Lisa menekan bel, namun tidak ada seorang pun yang membukakan pintunya. Sampai akhirnya gadis itu terpaksa menelepon pemilik rumah dan tidak perlu menunggu lama lagi, pintu di depannya terbuka. "Sudah lama? Maaf, aku lupa bilang kalau bel pintu itu hanya pajangan," sapa Jiyong yang kemudian mempersilahkan Lisa juga Hyunjin untuk masuk ke rumahnya.

"Ku pikir oppa tidur lagi," balas Lisa yang sengaja menahan Jiyong agar tidak melangkah masuk ke rumahnya, sementara ia menyuruh Hyunjin untuk masuk lebih dulu. "Kau masuk lebih dulu dan siapkan kameranya," suruh Lisa kepada Hyunjin.

Hyunjin tidak hanya datang untuk dilatih. Pria itu sengaja Lisa ajak untuk mencari penyadap yang mungkin ada di rumah Jiyong. "Ada apa?" tanya Jiyong, tidak benar-benar yakin apa yang sebenernya tengah dua orang itu lakukan.

"Ada yang ingin ku bicarakan denganmu, oppa," balas Lisa, masih menahan Jiyong agar berdiri bersamanya di sana. "Ku dengar oppa sakit, sangat sakit?" tanya Lisa, suaranya terdengar manis, terdengar sangat khawatir dan menyenangkan, namun tangan dan perhatian gadis itu sibuk bersama handphonenya.

"Gangguan pencernaan, stress," jawab Jiyong, masih tidak memahami apa yang sedang terjadi di depannya. Pria itu baru menyadari situasi di sana saat Lisa membiarkannya mengintip layar handphonenya. "Kurasa seseorang menyadap tempat ini," tulis Lisa di layar handphonenya, sedikit mengejutkan Jiyong namun rasa terkejut itu untungnya tidak bertahan lama. "Tapi rasa sakitnya sudah berkurang karena kau datang. Senang sekali melihatmu datang ke sini," susul Jiyong setelah Lisa memberinya isyarat untuk terus bicara.

"Heish... Apa yang sedang oppa bicarakan," balas Lisa, terdengar malu-malu meski wajahnya tidak menunjukkan hal yang sama. "Oppa membuatku malu- ya! Apa yang oppa lakukan, ada rekan kerjaku di sini," susul Lisa sembari mendorong Jiyong menabrak pintu rak sepatu di belakangnya.

Di saat yang hampir sama, Hyunjin berbicara– ia katakan pada Lisa kalau kameranya sudah siap lalu membuat Lisa bergegas menghampirinya. Jiyong mengikuti di belakang Lisa, sementara Hyunjin mengarahkan layar handphonenya pada sebuah bingkai foto di meja kecil dekat TV. Ada alat penyadap di sana.

"ah! Aku lupa buku catatanku. Hyunjoon, bisa tolong ambilkan buku catatanku di mobil?" ucap Lisa sembari menggelengkan kepalanya menatap Hyunjin.

Hyunjin tidak harus benar-benar pergi. Pria itu hanya perlu mengiyakannya, kemudian kembali melangkah– tanpa mengendap-endap– dan mencari alat penyadap lainnya. Hyunjin juga perlu membuka dan menutup pintu depan supaya seseorang yang menyadap mereka benar-benar percaya kalau pria itu benar-benar keluar.

"Oppa, ini foto pre-wedding-mu?" tanya Lisa meraih bingkai foto itu setelah Hyunjin menutup kembali pintu depan– setelah ia berpura-pura meninggalkan tempat itu. "Cantik sekali... Dimana kau mengambil fotonya?" susul Lisa, yang dengan sengaja membawa foto itu mendekati Jiyong. Sengaja membuka bingkai tebal itu dan menemukan sebuah alat penyadap dengan lampu merah yang berkelap-kelip di dalamnya.

"Jangan bertanya," balas Jiyong terdengar kesal sebab mengetahui alat penyadap yang ada di sana. Jiyong ingat kalau beberapa hari lalu, Jiyeon yang membawa bingkai foto itu dan meletakannya di sana.

"Kenapa oppa kesal? Aku yang harusnya kesal. Oppa bilang oppa tidak menyukainya tapi kau tersenyum sangat lebar di fotonya," balas Lisa, dengan wajah yang justru tersenyum– ia harus menahan diri agar tidak menertawakan aktingnya sendiri. "Kalau waktu itu kita tidak putus, apa aku yang akan ada di foto ini? Bukan wanita itu?" susul Lisa, mengejutkan Hyunjin hingga tanpa sadar pria itu hampir mengacaukan segalanya. Kata-kata Lisa, mengejutkan Hyunjin, membuat Hyunjin benar-benar berfikir kalau Lisa dan Jiyong pernah berkencan sebelumnya lalu membuat pria itu menabrak sebuah lemari kecil di sebelah pintu kamar Jiyong.

"Ya! Oppa, apa yang kau lakukan?" seru Lisa, yang buru-buru duduk di atas meja ruang tengah, memberi petunjuk tentang naskah bodoh mereka.

"Berhenti membicarakan fotonya," balas Jiyong yang kemudian mencium Lisa tepat di bibirnya. Lagi-lagi Hyunjin terkejut melihatnya, Lisa pun sama terkejutnya namun gadis itu tetap membalas ciuman Jiyong kemudian menjatuhkan bingkai foto yang ada di tangannya. Kira-kira tiga puluh detik mereka berciuman sampai kemudian Lisa mendorong Jiyong lalu mengatakan kalau Hyunjoon, camera-man-nya, sebentar lagi datang.

Lisa kemudian meraih bingkai foto yang ia jatuhkan tadi. Bingkai foto dan alat penyadapnya tidak rusak, sebab Lisa menjatuhkan mereka di atas karpet empuk di ruang tengah. Dengan buru-buru, setelah Hyunjin mengatakan kalau tidak ada alat penyadap lain di sana, Lisa menaruh bingkai foto berserta alat penyadapnya di westafel kemudian menyiramnya dengan air dari keran. "Oppa! Apa yang akan kau lakukan dengan fotonya?" tanya gadis itu meski sebenarnya dirinya lah yang merendam bingkai dan penyadapnya di westafel.

Setelah yakin kalau alat penyadapnya rusak karena air, Lisa menghela nafasnya. Hyunjin pun mengatakan kalau tidak ada alat penyadap lain di rumah itu dan kali ini Lisa meminta pria itu untuk mulai mengambil gambar. "Ambil beberapa foto lalu unggah di laman berita kita, tulis saja rumah ini akan di jual. Rumah mewah G Dragon yang akan di jual– buat itu sebagai judul beritanya."

"Aku tidak percaya Jiyeon bisa melakukan itu padaku!" seru Jiyong yang kini bisa melampiaskan emosinya. Pria itu mengatakan kalau Jiyeon yang meletakan bingkai tadi di kamarnya, lalu ia yang memindahkan bingkai itu ke ruang tengah– sebab beberapa hari ini ia tidak ingin melihat foto Jiyeon di kamarnya. "Apa aku bilang! Dia mengerikan!" keluh pria itu terlampau kesal.

"Anda juga mengerikan tuan Kwon, bagaimana bisa anda mencium seorang wanita dengan begitu tiba-tiba seperti tadi?" keluh Hyunjin, sama kesalnya.

Jiyong hendak membalas ucapan Hyunjin– ia punya alasan atas ciuman yang di lakukannya– namun Lisa sudah lebih dulu menyela mereka. Ia potong pertengkaran yang mungkin terjadi di sana dengan menarik Jiyong ke meja makan. Ia suruh Jiyong duduk di sana, kemudian mengulurkan tangannya, meminta sesuatu dari Hyunjin. Lisa menerima sebuah peta dari Hyunjin, peta dengan beberapa tanda lingkaran, bintang juga garis tebal berwarna biru. Menurut penjelasannya, itu adalah jalur dan tempat-tempat yang sering di kunjungi Yang Hyunsuk. "Menurutmu, apa ada club delapan di sini?" tanya Lisa setelah ia meminta Jiyong memperhatikan detail petanya.

"Di sini," singkat Jiyong, menunjuk sebuah tempat yang tidak Lisa tandai. Gadis itu bahkan tidak memperhatikan daerah yang Jiyong tunjuk. "Di Jeju, cafe-ku. Club delapan itu caranya menyebutku cafe-ku. Bukan bar, atau kelab malam, tapi club-ku, kelompokku?  Aku, Soohyuk, Seungri, Chaerin, Dara noona, Teddy hyung dan Yongbae, teman mainku, delapan orang. Dan cafe-ku jadi tempat kami biasa bertemu. Aku sudah menghubungi manager cafenya dan bertanya apakah Hyunsuk hyung menitipkan sesuatu di sana, lalu dia bilang iya. USB. Besok manager cafe-ku akan ke sini, urusan pekerjaan sembari mengantarkan USB itu."

"Kau tahu apa isi USB-nya?" tanya Lisa, berusaha untuk tidak kesal sebab Jiyong tidak mengatakan apapun. Pria itu harusnya memberitahunya sejak awal atau setidaknya sejak ia tahu dimana club delapan itu.

"Tidak, USB-nya di password. Biasanya Hyunsuk hyung memberiku USB di password kalau dia membuat sebuah lagu. Mungkin aku tahu apa password-nya. Kita lihat besok? Atau kau ingin ke Jeju dan mengambilnya sekarang?"

***

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang