2

2.1K 261 8
                                    

***

Beberapa orang memandang Reporter Han begitu Jiyong mempersilahkannya duduk di lobby utama gedung baru YG. Semua orang penasaran, sebab tidak biasanya ada reporter yang diizinkan masuk bersama kamera mereka. Bahkan Yang Hyunsuk yang kebetulan lewat pun menatap heran pada Jiyong juga reporter itu. “Apa hubungan mereka?” tanya sang petinggi agensi, tanpa berniat untuk mendekati dan menyapa dua orang itu.

Sekretaris yang ia tanyai pun tidak tahu hubungan antara Jiyong dan reporter Han. Namun sang sekretaris berjanji untuk mencari tahu hubungan diantara mereka. Sementara di lobby, Jiyong mempersilahkan Lisa untuk duduk kemudian duduk di depan gadis yang kini tengah mengikat rambutnya. Ia memperlihatkan lekuk lehernya kepada orang-orang yang menontonnya seolah tengah sengaja memberikan sebuah tontonan menarik bagi orang-orang itu.

“Ku dengar oppa akan segera menikah, selamat,” ucap Lisa membuka obrolan mereka.

“Ah… ya, terimakasih, ternyata aku yang menikah duluan, ya?” balas pria itu, tersenyum sedikit canggung namun justru membuat Lisa terkekeh karenanya.

“Yongbae oppa yang menikah duluan… padahal, dulu kalian berdua bertaruh kalau aku yang akan menikah lebih dulu.” Kini Lisa bersandar, duduk lebih santai setelah ia melihat Yang Hyunsuk naik ke lantai dua melalui sebuah eskalator. “Oppa, kau ingat Kim Wonsik? Anak kelas sebelas, dia ikut klub basket?”

“Ravi?” tanya Jiyong dan Lisa menganggukan kepalanya. Lisa sempat terkejut karena Jiyong menginat teman sekelasnya itu, namun berkat Ravi, obrolan mereka jadi lebih nyaman hari ini. Mereka membicarakan Ravi juga banyak hal termasuk pekerjaan Lisa sekarang. “Dulu kau ingin jadi polisi, iya kan? Kau selalu penasaran kemana perginya uang kas di kelasmu. Kau sering mencurigai bendaraha kelasmu,” kenang Jiyong.

Pria itu bahkan ingat kalau Lisa pernah berhasil menemukan buku catatan yang hilang termasuk pencurinya. Dulu kehidupan mereka di sekolah umum tergolong menarik, penuh cerita juga kesenangan khas remaja. Namun begitu lulus, semua orang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Yang awalnya berteman karena selalu bertemu setiap hari, perlahan-lahan menjadi orang asing sebab tidak lagi dipaksa bertemu.

“Aku tidak tahu kalau oppa mengingat semua itu,” komentar Lisa sembari terkekeh mendengar nostalgia yang Jiyong bawakan. “Kurasa tidak banyak orang yang berhasil mewujudkan mimpinya saat sekolah dulu. Tentu oppa tidak termasuk di dalamnya. Tapi kelihatannya, banyak teman-teman kita yang tertampar realita kalau mereka harus mengerjakan apapun demi gaji bulanan. Seperti aku? Walaupun jadi reporter juga tidak benar-benar buruk. Aku ke sini untuk menyelidiki sesuatu.”

“Apa yang kau cari di YG?” tanya Jiyong kemudian. Untuk sepersekian detik, pria itu mengejutkan Lisa. Ia membuat Lisa harus mencari akal, membuat gadis itu mencari-cari alasan paling masuk akal dalam kepalanya.

“Daftar idol yang akan comeback? Trainee yang akan debut? Aktor yang akan comeback? Ku dengar Big Bang akan comeback akhir tahun ini? Setelah oppa menikah?”

“Uhm… ya, tapi jangan bilang kalau aku yang mengatakannya, pastikan kau menjaga informanmu, oke?” jawab Jiyong, membuat Lisa bergegas meraih buku catatannya kemudian mencatat informasi itu. Ia bisa mengarang kalau informasi itu dari staff lain nanti.

Namun setelah mencatat, gadis itu justru bertanya. Kenapa Jiyong memberinya informasi? Dan jawaban pria itu sederhana– sebab mereka berteman. Teman yang cukup dekat meski terpaut jarak satu tahun. Meski sudah empat belas tahun mereka tidak lagi bertemu.

“Ah… omong-omong soal menikah dan kekasih, kau masih berkencan dengan Ten? Saat aku lulus kalian masih berkencan kan?” tanya Jiyong kemudian. Tidak Lisa sangka, pria itu masih mengingat masa sekolah mereka dengan sangat detail. “Bukan maksudku untuk ikut campur, hanya saja aku sering bertemu dengan Ten. Dia pengawal Jiyeon- uhm maksudku calon istriku?”

Lisa menggeleng untuk menjawab pertanyaan itu. Ia dan Ten sudah lama putus, sejak tahun kedua mereka kuliah. Setelah berkencan selama empat tahun, mereka akhirnya putus karena tidak lagi saling mencintai– cerita Lisa. Kejadian itu sudah lama sekali dan dalam beberapa kesempatan Lisa pun mengencani pria lain. Walau lima tahun terakhir ini ia memutuskan untuk tetap lajang karena terlalu sibuk dengan karir reporternya yang begitu-begitu saja.
“Ingin ku jodohkan dengan seseorang? Aku kenal beberapa pria baik,” ucap pria itu, sembari melirik beberapa poster grup musik diagensinya.

“Siapa diantara mereka yang suka berjudi?”

“Ya?”

Lisa tertawa melihat wajah terkejut Jiyong. Berjudi buruk untuk karir seorang figur publik dan Jiyong khawatir ia akan memberi Lisa sebuah informasi yang tidak perlu. Ia khawatir informasi itu tanpa disengaja akan merusak karir seseorang.

“Mantan kekasihku yang terakhir suka sekali berjudi. Kami putus karena kebiasaannya itu, jadi aku mengantisipasinya sebelum oppa mengenalkanku pada seseorang. Aku tidak suka pria yang berjudi.”

“Ah… ku pikir kau ingin tahu siapa penjudi di sini.”

“Ada?”

“Kurasa? Aku pernah bermain kartu di acara fashion. Kurasa fotonya tersebar? Aku terlihat kaya di foto itu.”

“Wahh… oppa santai sekali di depanku,” komentar Lisa. “Apa oppa memang seakrab ini dengan orang lain? Sekarang? Seingatku dulu oppa pemalu.”

Jiyong terkekeh, namun ia tidak menyangkalnya. Jiyong memang pemalu, pada orang yang baru ia kenal, pada kelompok yang bukan miliknya. Pria itu hanya bisa banyak bicara di depan teman-teman dekatnya. Bahkan dalam acara bincang-bincang sekali pun, Jiyong cenderung pendiam. Namun baginya Lisa bukan orang asing, meski sudah belasan tahun mereka tidak pernah bertemu.
Alasannya sederhana, di masa sekolah dulu, Lisa pernah menemukan dan menyelamatkan Jiyong.

Mungkin gadis itu tidak menyadarinya, mungkin juga Lisa berpura-pura tidak mengetahuinya, namun Jiyong mengingatnya. Ia ingat dengan jelas bagaimana Lisa dengan keringatnya berusaha keras menahan berat tubuh Jiyong, kemudian jatuh bersamanya ke dinginnya air sungai. Lucunya, saat Jiyong mencoba tenggelam waktu itu, Lisa justru mengomel dan menyebutnya kurang hati-hati. Lisa bicara seolah-olah Jiyong terpeleset dan jatuh, bukan sengaja jatuh. Baiknya lagi, mereka menyimpan rahasia itu berdua, tanpa pernah mengungkitnya barang sekali pun.

“Aku harus bekerja,” komentar Jiyong kemudian, mengakhiri dua jam pembicaraan mereka. “Aku tidak punya kartu nama tapi kalau kau memberiku kartu namamu, aku akan dengan senang hati menghubungimu lagi,” tuturnya membuat Lisa langsung memberikan kartu namanya. Dengan kartu nama itu, Jiyong mencatat nomor telepon Lisa kemudian menatap gadis yang masih duduk di depannya. “Nomor teleponmu masih sama?” tanyanya kemudian.

“Tidak ada alasan untuk menggantinya,” jawab Lisa yang buru-buru mengecek handphonenya karena sebuah panggilan. Panggilan itu dari Jiyong, dan ia berpesan agar Lisa menyimpan nomor teleponnya. Jiyong rutin mengganti nomor teleponnya dan kali ini dengan sadar ia memberikan nomor pribadinya pada seorang reporter yang sudah belasan tahun tidak di temuinya.

Baru sekarang ini Jiyong tahu kalau Lisa– teman lamanya– ternyata bekerja sebagai seorang reporter. Dua hari lalu ia sudah melihat Lisa di sekitaran agensinya, namun pria itu masih ragu sebab ia pikir mungkin wanita itu hanyalah wanita yang mirip dengan teman sekolahnya. Namun hari ini Jiyong yakin, kalau gadis yang dilihatnya dua hari lalu ternyata benar teman sekolahnya dulu. Ia sedikit terkejut, juga senang sebab bisa bertemu lagi dengan teman lamanya.

Setelah dua jam mengobrol dan bertukar nomor telepon, Jiyong berpamitan untuk segera naik dan bekerja. Di saat yang sama, Lisa pun bergegas meninggalkan tempat itu. Sembari melangkah menjauhi gedung YG, gadis itu menelepon seorang rekan kerjanya, “cari tahu kapan G Dragon berjudi di acara fashion, fotonya tersebar di internet. Cari tahu juga apa, kapan dan dimana acara itu. Plus aku ingin tahu siapa saja yang datang ke sana,” perintahnya tanpa memberi kesempatan rekannya untuk menjawab. “Hei Hyunjin, kau mendengarku?”

“Aku sedang mencarinya noona,” balas pria itu dan tanpa menjawab lagi, Lisa mematikan panggilannya. “Augh! Tidak sopan!” keluh Hyunjin di dalam ruang kerjanya, tentu tanpa bisa Lisa dengar.

***

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang