5

1.2K 210 7
                                    

***

Lisa menyimpan motornya di bagian belakang gedung tempat kantornya berada. Gedung itu berada di tengah-tengah pusat pertokoan. Jalanannya ramai, lingkungannya pun begitu. Toko-toko, restoran dan café memenuhi lingkungan itu. Sementara kantor berita tempat Lisa bekerja ada di lantai tiga sebuah gedung tua yang tidak seberapa ramai. Gedung itu punya lima lantai, namun yang terisi hanya lantai pertama, ketiga dan kelimanya.

Di lantai pertama ada toko milik seorang makelar properti juga sebuah restoran makanan china. Lantai keduanya kosong dan YW News ada di lantai ketiga, ruang bagian kanan tangga sementara ruang bagian kirinya dibiarkan kosong, begitu juga dengan lantai empatnya. Di lantai lima, ada sebuah pegadaian yang bersebelahan dengan sebuah tempat pinjaman milik seorang rentenir yang sama. Bangunan itu terlalu tua, cukup kumuh juga tidak punya banyak fasilitas kenyamanan dan kebersihan, jadi wajar saja kalau tempat-tempat kosong di bangunan itu tidak menarik bagi calon-calon pebisnis. Hampir tidak ada yang menyewa ruang-ruang kosong dalam gedung itu.

“Jackpotnya club delapan,” lapor Lisa begitu ia masuk ke dalam kantornya. Pintu di belakangnya baru saja tertutup saat gadis itu bicara sembari membuka helmnya.

“Noona, bagaimana kau tahu kalau petunjuknya ada di YG?” tanya Hyunjin kemudian. Pria itu sudah mengikuti perintah Lisa selama beberapa hari terakhir ini, namun gadis itu baru kembali ke kantor hari ini, karenanya Hyunjin baru punya kesempatan untuk bertanya. “Bagaimana kau tahu kalau informanmu ada di YG?” ulang pria itu, menanyakan sebuah pertanyaan yang lebih spesifik.

“Come to my play room. Have a party with friends! Win your jackpot! ALL-IN 397-5 121-220! The wildest texas hold’em poker,” jawab Lisa sembari menjatuhkan tubuhnya di atas sebuah sofa yang kelihatannya kusam namun tetap terasa sangat nyaman.

“Undangannya sangat jelas. Apa yang sedang kita kejar? Perjudian. Texas Hold’em Poker sering dijadikan cara berjudi. 397-5 121-220 adalah alamat YG. 397-5, Hapjeong-dong, Mapo-gu. Awalnya aku hanya menebak, tapi ternyata di YG benar-benar ada play room dan meja untuk bermain poker. Aku mengeceknya dan kita dapat jackpotnya di sana.”

“Kalai begitu siapa informanmu itu? G Dragon?” susul seorang pria yang baru saja keluar dari dalam lemari besi di sisi kanan ruangan.

“Yang Hyunsuk,” jawab Lisa, sembari melambai sebab ia sudah cukup lama tidak bertemu dengan pria itu. “Dia tidak mencurigai apapun saat pertama kali melihatku di lobby agensinya. Tapi saat aku mengacak-acak kartu di play room, dia langsung muncul dan menyuruh kami berhenti bermain. Dia mengambil kartu dari tanganku lalu membawanya– agar kami, maksudku artisnya– berhenti bermain dan kembali bekerja. Jiyong bilang Yang Hyunsuk memang selalu memperhatikan artis-artisnya dari CCTV. Sudah jadi kebiasaan. Dia berkeringat saat merebut kartu itu, aku yakin dia berlari ke play room begitu melihatku mengacak dan membagikan kartunya.”

Reporter? Ya, Han Lisa memang seorang reporter. Ia sudah meliput banyak berita, pergi ke berbagai tempat untuk menunjukkan kartu persnya, namun reporter bukanlah pekerjaan utamanya. Sejak sepuluh tahun lalu, Lisa mulai menjalani hidupnya sebagai seorang mata-mata yang bekerja untuk negara. Dengan catatan, ia menyembunyikan pekerjaan itu dan mengaku pada semua orang yang ditemuinya kalau ia seorang reporter dari kantor berita bobrok.

“Jadi sekarang, kau bisa menemukan dimana buktinya?” tanya si pria yang keluar dari lemari tadi. “Cari bukti yang ditawarkan informanmu, sekaligus jaga dia. Kau akan dapat masalah kalau informanmu mati karena kasus ini,” susulnya sembari mengeluarkan sebotol kopi instan dari lemari es.

“Ambilkan satu untukku,” pinta Lisa, membuat atasannya– kepala redaksi di kantor berita itu– langsung menaikan alisnya.

“Kau menyuruhku?” sinis pria itu.

“Siapa lagi yang ada di sana?”

“Ya!”

“Ya! Ketua tim Eun Jiwon yang terhormat, oppa masih bermain game kan? Oppa bilang kau akan berhenti!”

“Bagaimana kau tahu? Ya! Hwang Hyunjin kau mengadu padanya?!” kesal Jiwon, yang mau tidak mau mengambilkan sebotol kopi yang sama untuk Lisa.

“Bukan yang itu, susu pisang,” ralat Lisa, hampir bersamaan dengan datangnya seorang pria lain, dari pintu yang lain juga.
Pria dengan jaket hitam, celana hitam juga helm hitam yang menyembunyikan wajahnya baru saja masuk melalui pintu yang ditulisi 'Toilet' di atasnya. Pria itu membuka helmnya begitu masuk, meletakan helm itu di atas sebuah meja kerja kosong di sebelah meja Hyunjin kemudian menatap satu persatu orang di dalam ruangan itu. “Apa?” tanya pria itu sebab semua orang menatapnya tanpa mengatakan apapun.

“Ada apa dengan lehermu, hyung?” tanya Hyunjin, menunjuk sebuah perban yang melekat di leher pria itu.

Simon, nama pria yang baru saja datang dengan seluruh pakaian hitamnya. Seorang mata-mata lainnya yang bekerja di YW News. Kantor redaksi berita itu hanya punya empat karyawan– itu sebabnya mereka tidak seberapa maju. Seorang ketua redaksi– Eun Jiwon, dua orang reporter– Simon Dominic dan Han Lisa, kemudian seorang editor– Hwang Hyunjin.

“Terluka,” singkat Simon, sembari menyentuh perban yang ada di lehernya.
“Saat bercinta?” balas Jiwon, membuat Lis terkekeh di tempatnya duduk. Gadis itu menikmati sebotol susunya sembari menonton wajah canggung teman satu timnya. “Tidak apa-apa, Ssam… semua orang punya fantasi seks yang berbeda. Sedikit terluka bukan masalah, tapi kalau di leher… kau mungkin akan mati?” godanya membuat Simon langsung mendesah kesal. Pria itu tidak senang saat seseorang mengusik privasinya.

***

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang