24

691 145 8
                                    

***

Segala sesuatunya adalah mungkin. Kecelakaan mungkin terjadi. Kebakaran pun mungkin terjadi. Itu yang ingin Lisa masukan dalam alam bawah sadar Jiyeon. Tujuannya sederhana, agar ia bisa mengerucutkan kemungkinan tentang apa yang akan Jiyeon lakukan nanti. Agar ia siap dengan segala kemungkinannya dan tidak ada yang terluka dalam skenario buatannya.

Malam harinya, setelah ia mengambil dompetnya di apartemen Jiyong, gadis itu berpamitan. Ia minta Jiyong untuk menjemputnya di rumah, Sabtu malam- besok- sementara malam ini ia pergi ke villa itu untuk memastikan sekali lagi semuanya sempurna.

Sesuatu yang tidak terduga terjadi. Sebuah mobil berhenti di depan villa yang telah Lisa siapkan. Mobil yang tidak Lisa ketahui milik siapa namun terasa tidak asing. Tipe mobilnya sama seperti mobil Jiyeon, namun nomor kendaraannya berbeda. Lisa masih belum melepas helmnya saat ia dengan sengaja berlutut, mengecek nomor kendaraan itu. Nomornya di palsukan, dengan sebuah stiker. Itu mobil Jiyeon.

"Tsk... Dia harusnya memakai plat palsu saja, kenapa dia menggunakan sesuatu yang seperti ini? Stiker? Bodoh," cibir Lisa yang akhirnya bangkit.

Gadis itu melangkah masuk ke dalam villa yang tidak terkunci. Pintunya baik-baik saja, begitu juga lubang kuncinya. Setidaknya, pria yang diam-diam masuk itu masih punya kemampuan dasar– pikir Lisa. Masih dengan helm hitamnya, ia memperhatikan sekeliling tempat itu. Menatap kegelapan villa dengan kaca hitam dari helmnya. Harusnya Lisa tidak bisa melihat apapun, wajarnya begitu. Namun gadis itu sudah terbiasa hidup dalam bayangan, dalam kegelapan, bersembunyi bersama pekerjaannya. Matanya hampir tidak bisa melihat, namun telinganya bisa menangkap pengelihatan itu. Ia bisa melihat semua gerakan dengan seluruh tubuhnya.

Bahkan sedikit gerakan dari tubuh yang mendorong udara, dapat terdengar olehnya. Gadis itu berbalik, menangkap sebuah siluet hitam yang bersembunyi di balik dinding. Siluetnya terlihat seperti tubuh tegap seorang pria. Itu bukan Jiyeon– sedari awal ia melihat mobil Jiyeon di sana, ia sudah tahu kalau Jiyeon tidak mungkin berada di sana. Gadis itu pasti menyuruh seseorang untuk menyabotase villa itu. Memasang alat penyadap misalnya.

Ten ada di sana– siluet yang bersembunyi di balik dinding kamar itu adalah Ten, yakin Lisa. Gadis itu hendak berbalik, berpura-pura mencuri kemudian melangkah pergi namun sialnya, Ten tidak datang sendirian. Tepat di saat Lisa berbalik, seorang pria tengah mengacungkan sebuah pemukul baseball di depannya. Pria itu hendak memukul Lisa dari belakang, dengan pemukul baseballnya yang terlihat ringan itu.

Dalam beberapa detik, gerakan tangan yang cepat itu Lisa tahan dengan tangan kirinya. Lengannya pasti memar sekarang, namun itu masih lebih baik dibanding wajahnya yang terluka. Gerakannya secepat angin, gadis itu menepis pemukul baseballnya, tanpa bersuara meraih pemukul itu dengan tangan kirinya. Pria gemuk di depannya menarik balik pemukul baseball itu. Hanya dengan tangan kirinya yang baru saja kena pukul– meski tidak seberapa– Lisa tidak akan bisa merebut pemukul baseball itu.

Tahu kalau ia tidak akan mendapatkan pemukul baseballnya, gadis itu melepaskan tangannya dari pemukul baseball itu. Ia membuat si pria gemuk terhuyun kebelakang karena kekuatannya sendiri, lantas dengan kaki jenjangnya, ia tendang dada berotot pria itu. Tubuhnya bukan gemuk karena lemak. Tubuhnya gemuk dan penuh otot. Seorang mantan pegulat atau petinju– nilai Lisa.

Pria itu kuat, Lisa tidak akan menang jika ia hanya berkelahi dengannya. Seorang mantan atlet yang jelas dilatih untuk menjadi kuat, tentu tidak sebanding dengan seorang agen kurus. Karenanya Lisa tidak berlama-lama. Menjadi keren dengan bertarung bersama pria yang sudah jelas lebih kuat darinya hanya akan melukai dirinya sendiri. Di saat pria itu terhuyung mundur, Lisa langsung mengambil kesempatan untuk menendang kemaluan pria itu– titik terlemah semua pria.

Si pria kuat kehilangan fokusnya sebab rasa sakit di selangkangannya. Ini kesempatan lain bagi Lisa, meski tidak bisa mengalahkannya dengan sekali pukul, Lisa bisa melumpuhkannya dengan menyerang di beberapa titik vitalnya. Tepi leher yang menjadi sasaran pertama Lisa. Ia hantam pembuluh darah leher dan arteri yang di sana dengan tangan kanannya, membuat shock di sana hingga dalam beberapa detik setelahnya pria gempal itu kehilangan kesadarannya. Lisa tahu ia akan kalah kalau berkelahi, karenanya ia memilih untuk menyelamatkan dirinya dengan langsung melumpuhkan pria gempal itu. Berbeda dengan atlet yang diajari untuk menghindari titik-titik vital manusia, atau petarung yang memukul di semua tempat sampai kelelahan, Lisa justru diajari untuk langsung menyerang di tempat-tempat vital itu demi melindungi dirinya sendiri. Jung Kyungho, yang mengajarinya secara pribadi sebelum Lisa benar-benar dilepaskan ke tugas lapang yang berbahaya.

Belum sempat Lisa memastikan pria gempal itu hanya pingsan atau mati, seseorang sudah lebih dulu menarik Lisa, mendorong sampai tubuh gadis itu terlempar ke sofa. Ten yang melakukannya. Ia bersembunyi, namun di saat temannya jatuh pria itu tidak bisa diam saja.

"Janghoon hyung?! Kau baik-baik saja?!" teriak Ten, masih sembari memperhatikan Lisa– menilai gadis berhelm yang ada di depannya.

Lisa hampir mengumpat saat helm yang membentur pinggiran sofa membuat kepalanya sakit, namun gadis itu menahan suaranya. Ia tidak ingin mengeluarkan suara apapun sebab Ten sepertinya tidak bisa mengenalinya. Ten bahkan ragu, orang yang baru saja dia serang itu wanita atau pria. Lisa dan pakaiannya sekarang, dengan helm hitam yang gelap itu, menyatu dalam suasana di ruang minim pencahayaan itu. Hanya semburat tipis cahaya bulan dari tirai tipis yang menerangi mereka.

Lisa harus bangkit tapi perkelahian tidak dapat dihindari. Lisa kehilangan keberaniannya saat Ten mulai menyerangnya. Ia khawatir Ten akan terluka karenanya, ia pun tidak ingin Ten mengenalinya. Karenanya, sembari berusaha meraih pintu keluar, gadis itu terus melindungi dirinya tanpa berani menyerang Ten.

Lisa terus menghindari Ten dan pukulannya, sekali ia memakai tangannya untuk menahan tinju Ten, namun selanjutnya ia pakai bantal sofa untuk memukul wajah Ten. Untuk mengalihkannya dan mencari celah agar bisa bangkit dari sofa dan melarikan diri. Ten menarik jaketnya, kembali mendorongnya ke meja. Pria itu berusaha keras untuk melepaskan helm Lisa, melihat langsung siapa orang yang menyerang temannya.

Melihat Ten yang hampir mendekat, sudah mengulurkan tangan untuk melepaskan helmhya, Lisa tidak punya pilihan lain selain menendang perut pria itu. Kini Lisa berdiri, dan perkelahian yang mulai terjadi, meski sekali lagi, Lisa tidak menyerang balik pria itu. Dengan terus menangkis serangan lawannya, Lisa berhasil sampai di pintu, namun Ten tidak membiarkannya pergi sebelum ia membuka helm hitam itu. Ten menghalangi pintu villa, dan Lisa yang sudah merasa lelah tidak punya pilihan lain selain menyerang pria itu di titik vitalnya.

Lisa tidak tega kalau harus menyerang selangkangannya. Ia pun tidak ingin membuat pria itu berada dalam bahaya dengan menyerang tepi leher atau ulu hatinya. Karenanya, dalam beberapa detik, ia memutuskan untuk memukul Ten tepat di wajahnya dengan hidung sebagai sasaran utamanya. Lisa patahkan hidung pria itu, membuat Ten pusing luar biasa dan kehilangan fokusnya.

Dalam waktu singkat tadi, selama Ten merasa luar biasa pening, Lisa mendorong Ten menjauhi pintu dan ia pergi dari tempat itu dengan memacu cepat motornya. Ten mungkin akan mengejarnya, karenanya daripada ia harus mengambil resiko dengan berkendara di jalan utama, Lisa memilih jalan setapak sebagai jalannya melarikan diri. Gadis itu memacu motornya di jalan setapak yang hanya bisa di lalui sepeda motornya, kemudian melarikan diri dari jangkauan Ten.

"Semoga dia tidak mengenaliku," gumam Lisa selama perjalannya kembali ke rumah.

***

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang