12

922 172 2
                                    

***

“Jadi lah selingkuhanku,” Kwon Jiyong berucap dengan begitu tegas pada gadis di hadapannya. Pria itu sengaja duduk menyamping agar ia bisa menatap Lisa, lalu menunjukkan keseriusannya. Gadis dengan jaket kulit berwarna hitam dan celana jeans berwarna senada itu lantas tersedak minuman yang ia minum.

“Apa maksudmu? Kau mabuk? Kau bahkan belum menyentuh minumanmu!” balas Lisa, mencoba membayangkan berbagai skenario komedi dalam pembicaraan itu. “Kau ingin aku menjadi orang ketiga dalam hubungan G Dragon dan kekasihnya Park Jiyeon lalu dihina semua orang?” tanya gadis itu, terdengar tidak seberapa senang.

Gadis mana yang senang di perlakukan dengan sangat santai begitu? Bahkan walaupun Jiyong sangat ingin berselingkuh dari calon istrinya, ia tidak seharusnya seterus terang malam ini. Ia seharusnya mendekati Lisa, perlahan dan memikat gadis itu dengan pesonanya. Bukannya justru mengejutkan Lisa dengan permintaan konyolnya begini.

“Ini bukan perselingkuhan biasa yang tanpa alasan. Kurasa aku akan mati kalau diam saja.” Jiyong terdengar sedang membesar-besarkan masalahnya, namun begitu Lisa mendengar penjelasan Jiyong ia bisa memahami pria itu.

Jiyeon mengaku pada Jiyong kalau ia sengaja menjebak Jisoo. Namun di depan orang lain, Jiyeon bersikap sebaliknya. Jiyong marah, sangat marah sebab Jiyeon melakukan sesuatu yang amat jauh di luar batasnya, di luar dugaan Jiyong. "Rasanya seperti aku tidak mengenalnya lagi," pendapat Jiyong terhadap kekasihnya. "Bukan hanya menuduh Jisoo, dia juga memotong rambut Jisoo. Dia baru mau berdamai kalau Jisoo memotong habis rambutnya."

"Jisoo melakukannya?"

"Ku harap tidak," ucap Jiyong, menjawab pertanyaan Lisa. "Tapi... Ya, Jisoo melakukannya. Karena kalau tidak, ia tidak bisa lagi bermain biola. Aku sudah mencoba mencegahnya... Tapi Jiyeon mengancamku."

"Dia akan meninggalkanmu kalau kau membela Jisoo?"

"Aku akan melakukannya kalau memang semudah itu." Jiyong menjawab lagi. "Dia akan melukai Jisoo kalau aku membelanya. Dia bahkan bisa melukai dirinya sendiri, dia pasti bisa melukai Jisoo, iya kan?" kini Jiyong meraih whiskeynya, menuangkan sebotol whiskey yang ia pesan ke dalam gelas di depannya dan menenggak minuman pertamanya.

Melukai diri sendiri, tidak sesulit melukai orang lain– pikir Lisa. Jiyeon butuh lebih banyak celah dan rencana untuk bisa melukai Jisoo, dibanding dengan membuat tipuan dengan melukai dirinya sendiri. Ia harus bisa melukai Jisoo dalam sekali percobaan, tanpa gladi bersih, lalu menyingkirkan semua bukti juga dalam sekali coba. Sedikit celah saja bisa membuatnya dituntut lalu saat itu terjadi, ia butuh dukungan dari orang-orang berkuasa.

Namun pendapat Lisa tidak membuat Jiyong merasa lebih tenang. Jiyong merasa kalau Jiyeon bisa melakukan semua itu. "Kau tahu apa yang dilakukannya minggu lalu? Saat dia dirawat di rumah sakit setelah melukai dirinya sendiri?" tanya Jiyong membuat Lisa menggelengkan kepalanya. Satu-satunya hal yang Lisa ingat setelah malam itu hanya kebetulan yang mempertemukannya dengan Ten.

"Aku melakukan semua ini karenamu. Aku tidak ingin kehilanganmu. Aku ingin hubungan kita kembali seperti dulu, sebelum kau bertemu lagi dengan Jisoo. Aku ingin pernikahan kita sempurna. Aku ingin hidupku sempurna– begitu yang ia katakan malam itu. Padahal, selama beberapa minggu belakangan ini aku sangat gugup karena rencana pernikahan kami. Aku sedikit tertekan karena rencana pernikahan kami, semuanya sulit dan Jisoo sama sekali tidak menjadi bagian dalam perubahan sikapku. Aku bahkan tidak pernah menelponnya. Tapi Jiyeon tidak mempercayaiku," cerita Jiyong setelah ia menenggak habis segelas whiskeynya. "Rasanya... Hanya dalam beberapa menit, aku merasa tidak mengenalnya lagi. Apa yang selama ini aku lihat? Apa yang selama ini aku dengar? Tiba-tiba saja aku tidak mengingat apapun, tiba-tiba saja aku tidak mengenalinya lagi."

"Suatu hari, dia mencintaiku. Tapi di hari berikutnya, dia tidak mencintaiku. Aneh kan? Secepat apa perasaan seseorang bisa berubah? Dan yang bisa aku lakukan hanya menerimanya." Lisa membalas, namun kini gadis itu meraih botol whiskey milik Jiyong dan mencampurnya dengan jus jeruk miliknya. "Itu alasanku putus dengan kekasihku yang terakhir. Alasan yang hampir sama seperti milikmu."

"Bagaimana kau bisa menerimanya?" balas Jiyong. "Ku harap Jiyeon juga bisa menerimanya. Tapi dia tidak bisa menerimanya. Dia bilang, dia tidak akan membiarkanku pergi darinya. Apalagi setelah semua orang tahu kalau kami akan menikah."

"Aku tidak melakukan apapun. Untuk apa aku menahan seseorang yang ingin meninggalkanku? Menyesal? Dia yang harusnya menyesal karena meninggalkanku. Aku tidak ingin merebut kewajibannya– menyesal. Merindukannya? Sesekali aku merindukannya, tapi tidak apa-apa. Aku bisa menikmati perasaan itu. Setidaknya, karena merindukannya, aku bisa minum sampai mabuk lalu tidur dan melupakan semuanya ketika bangun. Tapi Jiyeon tidak melakukan itu, iya kan? Dia mungkin akan mengancammu– aku akan mati kalau kau meninggalkanku. Aku akan bunuh diri kalau kau pergi– kurasa hanya itu yang akan dia katakan kalau oppa bilang ingin mengakhiri hubungan kalian."

"Tidak," aku Jiyong.

Setelahnya, Jiyong bercerita kalau Jiyeon tidak mengatakan hal-hal seperti itu saat Jiyong mengungkapkan pendapatnya. Di saat Jiyong ingin mengakhiri hubungan mereka, di saat pria itu sudah mengutarakan keputusannya– Jiyeon justru mengancam akan melukai Jisoo. Tidak berapa lama setelah Jiyong meminta Jiyeon untuk membatalkan pernikahan mereka, Jiyeon memaksa Jisoo untuk memotong habis rambutnya. Wanita itu bahkan merekam videonya lalu mengirimkannya pada Jiyong sebagai ancaman kalau Jiyong berani membuat rencana pembatalan lagi. Jiyeon dan semua gerak-geriknya membuat Jiyong merasa khawatir juga takut.

"Lalu, kalau aku yang menjadi selingkuhanmu, kau pikir dia akan diam saja?" balas Lisa, setelah ia meringis melihat video yang Jiyeon kirimkan pada Jiyong tadi.

"Tentu tidak. Dia tidak akan diam saja, tapi setidaknya dia akan berhenti memperhatikan Jisoo. Setidaknya Jisoo bisa bebas dari wanita mengerikan itu-"

"Lalu bagaimana denganku? Oppa tidak khawatir kalau aku akan berada di posisi Jisoo?" seru Lisa, yang sengaja menegakan punggungnya untuk menatap Jiyong.

"Kau berbeda dengan Jisoo, kau tidak akan membiarkan Jiyeon melukaimu seperti yang Jisoo lakukan. Aku bahkan yakin kalau kau lebih mampu membunuh Jiyeon dibanding dengannya. Jiyeon tidak akan mampu membunuhmu. Dia tidak akan mampu melukaimu."

"Oppa masih mencintai Jisoo?" tanya Lisa kemudian. "Masalah ini tidak seperti masalah perundungan di sekolah seperti waktu itu. Kau butuh bantuan polisi kalau ingin menyelamatkan Jisoo, laporkan Jiyeon, bukan bertindak sejauh ini."

Kali ini Jiyong menghela nafasnya. Pria itu lantas mengatakan kalau ia tidak pernah mencintai Jisoo– dulu maupun sekarang. Jiyong hanya heran, kenapa setiap sikapnya bisa mempengaruhi hidup Jisoo. Jiyong hanya tidak mengerti kenapa setiap perbuatannya akan berdampak pada Jisoo. Di sekolahnya dulu, Jiyong berselisih dengan seorang anak bermasalah di sekolah dan perselisihan itu membuat Jisoo– yang dekat dengan Jiyong karena keadaan– menjadi sasaran perundungan.

"Heechul merundung Jisoo karenaku-"

"Heechul oppa melakukan itu karena dia menyukai Jisoo, tapi Jisoo tidak menyukainya," ralat Lisa. "Dia kesal padamu karena kau selalu duduk di kantin bersama Jisoo dan anak-anak club musik lainnya."

"Kali ini Jisoo dalam bahaya karenaku, kau pikir aku bisa diam saja melihat itu? Aku- rasanya seperti ada beban besar yang menghantuiku. Rasanya seperti ada rasa bersalah yang sangat mengganggu. Ayolah Lisa... Tolong aku lagi kali ini, hm? Sangat menyesakan berada dalam hubungan seperti ini."

***

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang