26

707 157 6
                                    

***

Jiyong dipaksa untuk berakting meski kini ia sedikit menyesali keputusannya. Ia seharusnya melepaskan genggamannya. Ia seharusnya melepaskan segalanya dan mengakhiri hubungannya dengan Jiyeon tanpa banyak drama seperti ini. Kami sudah putus, aku tidak ingin menikah dengannya jadi kami membatalkan pernikahan kami– Jiyong seharusnya mengatakan semua itu dengan tegas di depan kedua orangtuanya serta calon mertuanya.

Ia terlalu serakah, ia menyadarinya namun tidak ada jalan memutar lagi. Ia sudah terlanjur menginjakan kakinya masuk ke dalam villa itu bersama dengan Lisa di sebelahnya. Ia tidak mencium apapun, namun Lisa berbisik kalau angin membawakan aroma minyak pada penciumannya. Jiyeon telah telah masuk pada perangkap– kalau gadis yang dilihatnya di mobil tadi adalah Park Jiyeon.

Begitu masuk, Lisa sudah tahu dimana alat penyadap dan kamera pengawasnya. Tentu itu terjadi bukan karena mata telanjang gadis itu bisa langsung mendeteksi alat yang sengaja disembunyikan. Lisa mengetahui lokasi alat-alat itu dari pesan yang Ten kirim padanya beberapa menit lalu. Jiyong terlihat kesal saat mengetahuinya, pria itu masuk, menatap kamera pengawas yang ada di mata sebuah patung kurcaci di atas rak buku di ruang tengah. Jiyong terus menatap mata patung berukuran sedang itu.

Patung yang sebelumnya tidak ada di dalam villa itu kini Lisa hampiri. "Bagaimana ini? Aku tahu kalau kau mengawasiku dari jauh. Jangan khawatir, aku tidak akan mengecewakanmu. Akan ku beri sebuah tontonan luar biasa untukmu," ucap Lisa. Meski ia ragu Jiyeon bisa mendengar suaranya, namun gadis itu yakin sikapnya akan memprovokasi Jiyeon. Terlebih kalau wanita itu bisa membaca gerak bibirnya.

"Aku tidak suka seseorang menguping pembicaraanku," ucap Jiyong kemudian. Dengan sengaja pria itu menyalakan musik melalui TV di ruang tengah– yang ia hubungkan dengan musik dalam handphonenya. Jiyong harap, musik yang keras itu bisa mengurangi kemampuan alat penyadap yang katanya dipasang di balik saklar listrik dekat TV.

Sementara Lisa mengarahkan patung kurcaci itu ke arah sofa, seolah ia ingin Jiyeon menonton mereka melalui sudut terbaiknya, Jiyong meraih sebotol wine di raknya. Pria itu membacakan tulisan dalam botol winenya, ia bertanya apa Lisa menginginkan wine itu atau tidak dan Lisa menginginkannya.

"Oppa? Ingin ku bantu?" tawar Lisa, dengan nada bicaranya yang manis, gadis itu berlari kecil, mengejar Jiyong sampai ke dapur, memeluknya kemudian terkekeh. "Kurasa ini bisa cepat berakhir. Penghianatan Ten padanya pasti membuatnya sangat kesal," bisik Lisa dalam pelukan itu.

Jiyong berbalik sembari melirik jam dinding dimana kamera pengawas lainnya berada. Pria itu sudah menuangkan winenya di dalam dua gelas berleher panjang. Ia berikan satu gelas dari tangannya untuk Lisa, kemudian berdiri berhimpitan dengan wanita itu. Sembari tersenyum, Jiyong memegangi gelasnya, menatap Lisa yang juga melakukan hal serupa.

"Sebenarnya, saat kita masih sekolah dulu... Aku menyukaimu," cerita Jiyong, sembari mengusap helai rambut Lisa dengan senyum yang masih terukir di wajahnya. "Setelah pertemuan kita di jembatan, lalu di sungai Han, aku menyukaimu... Tapi saat itu kau berkencan dengan Ten dan aku juga masih jadi anak pelatihan. Aku sama sekali tidak percaya diri waktu itu... Jadi aku biarkan perasaan itu begitu saja," ucap pria itu, terus menghimpit Lisa ke rak dapur sembari menyesap wine di tangannya.

"Aku tahu," jawab Lisa. "Setelah kita bertemu di sungai, oppa tiba-tiba saja mendekatiku lalu tiba-tiba lagi menjauhiku. Tapi waktu itu aku pikir oppa hanya terbawa suasana... Karena malam luar biasa kita di sungai. Aku juga sempat terbawa suasana waktu itu... Aku juga sempat menyukaimu. Tapi kemudian aku sadar kalau aku hanya terbawa suasana. Kita bahkan tidak seberapa dekat, bagaimana mungkin aku bisa tiba-tiba jatuh hati padamu?" balas Lisa, berharap Jiyeon dapat mendengarkan obrolan sembari melihat tangan mesra Jiyong yang terus mengusap lembut rambut serta pipinya. Bahkan tatapan mesra Jiyong malam itu membuat Lisa tidak bisa mengatur debaran jantungnya sendiri. Gadis itu terhipnotis akting G Dragon yang selama ini terkenal luar biasa.

"Kalau sekarang? Dulu kau tidak bisa tiba-tiba jatuh hati padaku. Tapi sekarang aku sudah debut dan muncul dimana-mana... Apa kau tidak bisa tiba-tiba jatuh hati padaku sekarang?"

"Setelah semua yang terjadi? Oppa bahkan tidak meninggalkanku setelah kau tahu aku hanya memanfaatkanmu... Bagaimana bisa aku tidak jatuh hati pada pria sebaik itu?" balas Lisa. "Sekarang... Aku benar-benar jatuh hati padamu, oppa..." susul gadis itu yang kini menenggak habis winenya, lantas memeluk Jiyong di lehernya. 

Meski hanya akting, bibir keduanya tetap bertemu. Saling memeluk di depan kamera pengawas yang Ten pasang semalam, beradu ciuman-ciuman panas sampai Lisa menarik Jiyong untuk berbaring bersamanya di ruang tengah. Dia atas sofa, Lisa menarik Jiyong untuk naik ke atas tubuhnya, masih sembari beradu cium. "Dengar, ada yang datang," bisik Lisa, ditengah-tengah ciuman mereka yang menggebu-gebu.

Suara mobil mendekat. Perlahan-lahan semakin keras hingga akhirnya benda itu berhenti di depan villa. Seseorang keluar dari mobil itu, namun Lisa tidak berencana mengecek siapa yang datang. Ia memaksa Jiyong untuk terus berakting, meski pria itu kini luar biasa penasaran.

"Oppa, kita tidak bisa melakukannya di sini," ucap Lisa, menahan tangan Jiyong yang diam saja di atas sofa. Tangan Jiyong tengah menumpu berat tubuhnya, namun Lisa bersikap seolah-olah Jiyong sedang berusaha menelanjanginya. Jiyong bahkan tidak tahu kalau gadis di bawahnya itu diam-diam sudah melepas kancing celana jeans mereka berdua.

Lisa mendorong Jiyong, membuat pria itu duduk di sofa. Ia ajak Jiyong untuk bangkit, mengulurkan tangannya dengan senyum yang memukau, lantas menggandeng Jiyong untuk mengikutinya masuk ke dalam kamar. "Kami akan melakukannya di kamar, kau masih ingin menonton? Sebaiknya jangan... Hatimu pasti terluka," ucap Lisa, berpamitan pada patung kurcaci berkamera yang ia lewati lantas memaksa Jiyong untuk terus ikut bersamanya, masuk ke dalam kamar.

Lisa tahu di dalam sana masih ada sebuah kamera pengawas lainnya. Namun sekali lagi gadis itu, naik ke atas ranjang. Menggoda Jiyong yang khawatir dengan senyumannya lantas mengajak pria itu untuk bergelut dengannya di atas ranjang. Kedua bertukar peluk, bertukar ciuman juga kekeh geli yang pasti akan membuat Jiyeon geram.

"Sekitar dua menit lagi, lepas atasanmu lalu menoleh lah vas di meja rias. Singkirkan kamera itu, masukan ke kamar mandi," suruh Lisa, berbisik di sela kesibukannya mencium lekuk leher Jiyong.

"Kenapa Jiyeon hanya menunggu di luar?" tanya Jiyong, juga berbisik. Rasa gugup membuat tangannya bergerak, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia khawatir bisikannya pada Lisa akan terdengar, akan terlihat lalu menggagalkan segalanya.

"Mungkin itu bukan Jiyeon."

Lisa membalas kemudian Jiyong melakukan tugasnya. Sembari mengeluh kalau ia tidak suka di rekam saat bersetubuh, ia melangkah mengambil vas bunga di ruangan itu. Di tengah langkahnya, Lisa tiba-tiba saja bertanya– kapan Jiyong akan benar-benar mengatakan pada dunia kalau ia batal menikah.

"Kalau oppa bilang oppa tidak jadi menikah dengan Jiyeon karena Jiyeon sangat jahat, orang-orang mungkin tidak akan percaya. Mengatakan kalau Jiyeon melukai dirinya sendiri untuk memfitnah Jisoo juga tidak akan bagus untuk karirmu- ah! Itu bisa berhasil. Katakan saja Jiyeon gila, dia melukai dirinya sendiri hanya untuk memfitnah Jisoo. Atau katakan dia membohongimu tentang orangtuanya. Menteri Park, bukan pamannya, itu ayahnya, oppa tahu?" tanya Lisa, mengejutkan Jiyong juga Jiyeon yang tengah menguping melalui alat-alatnya. Kali ini Jiyeon pasti datang.

***

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang