10

987 179 2
                                    

***

G Dragon cukup terkejut saat ia diminta datang ke kantor pusat Badan Intelejen, sendirian. Melalui sebuah panggilan telepon, pria itu di minta datang dan kini ia duduk di sofa dalam kantor kepala Divisi bagian Intelejen Ekonomi. Di depannya duduk seorang pria tampan dengan raut wajah sinis. Sepintas pria itu mengingatkannya pada Lisa, sebab gerakan tangan mereka terlihat begitu mirip saat berbicara. Pria di depannya, juga Lisa cenderung sering memijat jemarinya sendiri saat sedang membicarakan sesuatu yang serius.

Rasanya pria ini lebih mirip dengan Lisa. Ketimbang pria yang sering datang ke sekolah setiap kali Lisa membuat masalah– pikir Jiyong yang buru-buru menghapus pikiran itu saat Kyungho mengatakan kalau ia membutuhkan bantuan Jiyong.

"Ada kasus perjudian yang tengah kami usut. Kabarnya perjudian itu memakai uang perusahaan. Kami sudah menemukan informasinya, infromannya juga. Tapi untuk mendapatkan itu, kami harus masuk dan menemui sendiri informannya. Sayangnya, informan kami berada di tempat yang sulit kami jangkau-"

"Ada tempat yang seperti itu? Ah... Rumah presiden? Gedung pemerintahan?" potong Jiyong, menebak-nebak.

"Kami bisa keluar masuk gedung pemerintahan tapi ya, hampir mustahil masuk ke rumah presiden kalau tidak diundang," jawab Kyungho, yang kemudian mengatakan alasannya meminta bantuan Jiyong. Kyungho ingin Jiyong membantunya masuk ke dunia entertainment. "Tempat yang hampir mustahil kami kunjungi, bukan gedung pemerintahan atau rumah presiden, tapi gedung-gedung agensi hiburan. Semua mata tertuju pada gemerlap dunia para penghibur seperti kalian, masuk ke sana beresiko menunjukkan diri ke hadapan publik. Kami tidak bisa mengambil resiko itu. Tiba-tiba menjadi staff juga sulit, karena kesibukan kalian yang luar biasa padat."

"Kau ingin aku membawamu masuk ke agensi? Tapi siapa di agensiku yang berjudi dengan uang perusahaan?" desak Jiyong, membuat Kyungho membantah semua pertanyaan itu. Kyungho menolak menjawab pertanyaan Jiyong kemudian memanggil seseorang dengan telepon kantor di sebelah sofanya dan mengatakan kalau ada seorang agennya yang akan menjelaskan semua itu pada Jiyong.

Kini, Jiyong kembali terkejut. Lebih terkejut dari sebelumnya sebab di depannya sekarang ada Lisa dengan seragam kakunya. Rambut gadis itu ia gelung rapi dibawah topinya dan saat topi itu dibuka, Jiyong berulang kali mengedipkan matanya, tidak percaya.

"Reporter Han? Kenapa kau ada-"

"Aku akan meninggalkan kalian berdua," sela Kyungho, yang kemudian bangkit, berjalan mendekati Lisa membuat gadis itu harus ikut berbalik, mengantar atasannya ke pintu. Kyungho merangkul serta mengusap bahu Lisa, berbisik menyuruh gadis itu bekerja keras. Namun di mata Jiyong sikap itu terlihat seperti sebuah pelecehan kepada karyawan wanita– terlebih karena Lisa yang tidak terlihat nyaman diperlakukan seperti itu oleh ayahnya sendiri.

"Apa-apa itu tadi?! Ya! Apa disini ada kamera?! Dia-"

"Ada kamera di sana, di sana dan di sana," potong Lisa, menunjuk setiap sudut ruangan yang dipasangi CCTV.

"Kau harus menuntutnya, itu bisa jadi pelecehan seksual- tapi apa ini? Kau seorang reporter kan?" tanya Jiyong, masih tidak bisa memahami situasinya saat itu.

Perlahan-lahan, setelah duduk, Lisa menjelaskan situasinya pada Jiyong. Gadis itu mengatakan tentang pekerjaannya dan bagaimana ia bisa masuk ke kantor ini. "Saat aku kuliah, orangtuaku meninggal dan ada seorang pria yang datang menemuiku, direktur Jung. Ia mengatakan kalau ia mengenal ibuku di medan perang- orangtuaku dokter, oppa tahu kan? Mereka jadi salah satu relawan yang pergi ke Gaza dan meninggal di sana. Direktur Jung mengenal ibuku, mereka pernah bertemu di Gaza, waktu itu dia banyak membantuku dan dia juga memberiku pekerjaan, di sini," cerita Lisa setengah berbohong. "Maaf karena aku harus mengejutkanmu seperti ini. Tapi informanku ada di YG dan aku tidak bisa masuk ke sana tanpa bantuanmu, seperti terakhir kali. Informanku yang sebelumnya tewas karena aku tidak bisa melindunginya dari dekat, aku merasa sangat bersalah karenanya, jadi kali ini, aku-"

"Siapa informanmu? Kalau ini soal perjudian... Hyunsuk hyung? Seungri? Teddy hyung? Atau Jaejin hyung? Hanya itu orang-orang yang ku tahu pernah berjudi."

"Yang Hyunsuk, dia punya informasi tentang targetku, tentang orang-orang yang berjudi memakai uang perusahaan atau bisa jadi lebih besar itu. Dia memberiku clue, club delapan. Tapi aku tidak menemukan apapun di sana."

Jiyong membisu. Masih memikirkan semua informasi yang ia dapatkan kemudian menatap Lisa– bertanya pada gadis itu mengenai apa yang sebenarnya Lisa butuhkan darinya. Dalam pemahaman Jiyong, Lisa hanya ingin ia memperkenalkannya pada Yang Hyunsuk namun bukan itu yang Lisa butuhkan.

"Carikan beberapa informasi untukku, tapi jangan sampai orang-orang tahu kau membantuku. Maksudku membantu Badan Intelejen. Kita bisa bebas bertemu sebagai teman lama, jadi berikan informasinya padaku di saat itu. Aku akan mengirimimu pesan tentang informasi yang aku butuhkan-"

"Aku belum memutuskan untuk membantumu, Lisa," potong Jiyong membuat Lisa mengulas senyumnya.

Lisa mengatakan kalau ia tidak meminta bantuan Jiyong secara cuma-cuma. Lisa juga mengatakan kalau ia yakin Jiyong bersedia membantunya. "Hubungan kita tidak sekedar hubungan senior dan junior di sekolah. Iya kan, oppa? Kalau aku bilang ini hidup dan matiku, kira-kira bagaimana reaksimu?"

"Kalau aku menolak, apa yang akan kau lakukan?"

"Belum aku pikirkan. Karena ku pikir oppa akan membantuku."

"Bagaimana caramu mempercayaiku?"

"Ya?"

"Kau mempercayaiku?" ulang Jiyong, sebab pria itu tengah mengalami krisis kepercayaan– ia sedang kesal sebab beberapa orang terdekatnya, tidak mempercayainya. Termasuk Lisa kemarin malam.

Lisa yang tahu kemana arah pembicaraan Jiyong, setelahnya berdecak. Ternyata ia memang harus mengeluarkan senjata rahasianya. Dengan tenang, Lisa keluarkan handphonenya kemudian menunjukkan beberapa foto pada Jiyong. Foto pertama adalah foto luka di leher Jiyeon, lalu foto kedua adalah foto tempat Jiyeon jatuh saat ditemukan pertama kali oleh Lisa dan Simon.

"Aku tidak bisa langsung mempercayaimu. Kemarin malam aku tidak mempercayaimu karena ku pikir Jisoo bisa saja berubah. Gadis yang dulunya dirundung, sangat berpotensi menjadi perundung juga. Tapi setelah mendengarmu, aku melihat lagi foto-fotonya dan menemukan ini. Luka di leher calon istrimu terlalu dalam untuk ukuran senar di alat gesek. Lukanya ada di leher, sebelah kiri. Asumsikan Jisoo memukul leher nona Park dengan alat geseknya dengan tangan sebelah kanan, tidak akan ada darah sebanyak itu. Mungkin hanya lecet. Lalu kalau Jisoo melakukannya dengan perlahan, berapa lama kita bisa memotong kulit leher dengan seikat senar? Seperti memotong daging dengan pisau tumpul."

"Kalau aku menunjukkan ini pada polisi, mereka akan membebaskan Jisoo, iya kan?" tanya Jiyong, membuat Lisa berfikir kalau pria itu benar-benar berselingkuh dengan Jisoo. Sepertinya akan jadi kisah cinta yang rumit– duga Lisa.

"Tidak," jawab Lisa. "Kalau nona Park berani melukai tubuhnya sendiri, mana mungkin dia akan menyerah begitu saja karena foto luka ini? Lagi pula, Jisoo bersikeras kalau ia menutup CCTV karena nona Park ingin berganti pakaian, tapi tidak ada pakaian lain di sana, nona Park tidak mengganti pakaiannya bahkan tidak membawa pakaian lain. Polisi sudah tidak mempercayainya lagi."

"Lalu bagaimana?"

"Bujuk nona Park untuk berdamai. Tidak ada saksi atau bukti yang bisa membantu Jisoo. Berdamai adalah satu-satunya jalan supaya Jisoo bisa bebas dari tuduhan ini. Ku harap prosesnya bisa lebih cepat sebelum reporter mulai penasaran, kenapa calon pengantin wanita terluka."

***

Can't SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang