25. Puncak

260 10 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

....

Langkah kaki terdengar nyaring di lorong sunyi. Suara sepatu yang bertubrukan dengan lantai mendominasi kesunyian karena memang tidak ada orang disana.

Sebuah bangunan kosong yang tengah ia pijaki sekarang. Ruangan kosong dengan hanya beberapa kursi terletak disana. Bangunan ini rupanya memang tidak dihuni. Terlihat karena banyak debu juga atap yang menampilkan banyak sarang laba-laba.

"Sudah sampai?"

Seorang muncul dari balik pintu. Mengalihkan atensi yang langsung terpaku pada seorang lelaki dengan baju serba hitam itu.

"Gue peringatin sekali lagi, berhenti dengan semua rencana lo."

Tawa menggelegar setelahnya. Raut licik dengan tatapan meremehkan tercetak disana. Erlangga hanya memandangnya datar, ia tidak ingin terpengaruh oleh seorang bajingan di hadapannya.

"Santai bro. Lagipula mau seribu kalo lo bilang untuk gagalin rencana kita, apa lo pikir kita bakal nurut? Gak akan pernah Erlangga!"

Rahangnya mengeras. Sungguh ia benar ingin menghantam manusia gila dihadapannya. Tapi lagi, Erlangga harus menahan emosinya agar setidaknya ia bisa tau apa rencana paling berbahaya juga dalang dari semuanya. Erlangga tidak akan membiarkan Hazel-nya di usik begitu saja.

"Siapa bos lo?" tanyanya.

Dia terkekeh, menatap remeh Erlangga.

"Kenapa? Lo mau hantam dia?" tanyanya.

Lelaki itu terkekeh menertawakan Erlangga. Berjalan memutar seolah Erlangga adalah lawan bodoh yang bisa ia tumbangkan.

"Ini terakhir kalinya gue kasih tau lo. Berhenti usik kehidupan cewe gue atau__"

"Atau apa? Atau lo mau bunuh gue? IYA HAH?!"

Kerah bajunya di tarik kencang. Erlangga menatap lawannya nyalang yang kini bahkan hampir mencekiknya. Ia sama sekali tidak takut, malah hasratnya untuk menonjol wajah lelaku gila di hadapannya itu semakin besar.

"Lo bukan apa-apa untuk gue, Erlangga," desisnya.

"Dan gue gak pernah peduli itu, Mahardika Raksa. Sekalipun lo anak ayah, pengganggu tetap harus lenyap," jawabnya.

"GUE BUKAN ANAK AYAH LO BANGSAT!"

Keduanya sudah diambang kendali. Kali ini Erlangga benar-benar kehabisan kesabarannya. Ia tidak ingin miliknya diusik. Apalagi oleh orang seperti Raksa yang tak lain kakaknya. Ralat, anak angkat ayahnya. Erlangga tidak pernah menganggap lelaki bangsat itu sebagai saudaranya.

"Cih. Yakin dia cewek lo, hm? Dia bahkan lebih dulu sama gue ketimbang lo, Erlangga! Yakin gak pernah gue pakai?"

"BANGSAT!"

BUGH

"TONJOK GUE ERLANGGA! TONJOK! BUNUH GUE!"

Nafasnya ngos-ngosan, Erlangga benar-benar terpancing emosi. Jika saja ia tidak ingat bahwa membunuh orang adalah suatu kesalahan, maka dengan tidak ada beban bahwa ia akan membunuh lelaki dihadapannya ini. Yang sialnya pernah menjadi mantan kekasih Hazel-nya.

ERLANGGA. J.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang