22: Bala bantuan

2.7K 554 38
                                    

Happy reading semua!

****

"Latihan hari ini cukup melelahkan ya!"

(Y/n) terkekeh saat mendapati Tenji mengeluh di sampingnya. (Y/n) menoleh, lalu merangkul Tenji yang sedikit lebih tinggi darinya. "Ku rasa, Hana-sensei terlalu bersemangat melatih kita sehingga dia melatih kita cukup serius," sahut (Y/n).

Tenji menoleh lalu mengacak pelan pucuk kepala (Y/n). "Kau benar."

Setelah itu (Y/n) melepas rangkulannya dan beralih memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Dan kau, tau Tenji? Beberapa bulan lagi Hana-sensei akan segera menikah."

Refleks Tenji menghentikan langkahnya. Ia langsung menahan tangan (Y/n) sehingga pergerakan (Y/n) terhenti. Kedua tangannya beralih memegang kedua bahu (Y/n) dengan mata yang mengerjab kaget beberapa kali. "Kau serius?!" Tenji bertanya dengan nada bicara yang tak percaya.

Kening (Y/n) mengkerut, lalu ia mengangguk kaku dan beralih menepis kedua tangan Tenji. "Aku serius! Kenapa kau terlihat kaget sekali?"

Tenji terkekeh, lalu melanjutkan langkahnya dan diikuti oleh (Y/n). "Aku hanya tidak menyangka kalau guru pelupa seperti Hana-sensei bisa menikah juga."

(Y/n) terkekeh lalu menyentil telinga Tenji. "Jaga bicaramu bodoh!" serunya dan diakhiri kekehan kecil.

Tak lama (Y/n) dan Tenji telah sampai di depan halaman rumah (Y/n). Tenji tampak mendongak menatap langit sore lalu kembali menurunkan pandangannya dan menatap (Y/n).

"Tak terasa ya, aku akhirnya bisa kembali berkumpul dengan orang-orang yang aku sayangi meski dengan tubuh orang lain."

(Y/n) tersenyum sehingga menampakkan deretan gigi atasnya yang rata. "Sudahlah, tidak perlu dibahas lagi. Yang terpenting kau sudah ada di sini."

Tenji mengangguk disertai senyuman tipisnya. Kemudian Tenji mengedarkan pandangannya ke arah pekarangan rumah yang ada disebelah rumah (Y/n). "Itu ... rumah siapa?" tanya Tenji dengan jari yang menunjuk rumah tersebut.

(Y/n) mengikuti arah telunjuk Tenji lalu kembali menoleh ke arah Tenji. "Itu rumah paman Asuma dan bibi Kurenai."

Kening Tenji berkerut. "Mereka sudah menikah?" (Y/n) mengangguk. "Lalu, di mana Asuma-sensei? Aku tidak melihatnya sedari aku tiba di Konoha. Apa dia sedang menjalani misi?"

(Y/n) terdiam. Tiba-tiba dadanya terasa sesak. (Y/n) menghela nafasnya sejenak. Dirinya tidak boleh sedih hanya untuk pertanyaan sejenis ini!

"Paman Asuma sudah meninggal beberapa minggu yang lalu saat menjalani misinya," jawab (Y/n) dengan nada bicaranya yang rendah.

Nafas Tenji tampak tercekat, ia tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Saat melihat perubahan ekspresi di wajah (Y/n), Tenji langsung merengkuh (Y/n) ke dalam pelukannya dan mengelus pundak gadis itu pelan.

"Maafkan aku, a-aku tidak bermaksud-"

"Tidak masalah." (Y/n) memotong perkataan Tenji dengan cepat lalu melepas pelukan mereka. "Jika aku jadi kau pun aku akan menanyakan hal yang sama. Itu wajar."

Tenji memejamkan matanya lalu mengangguk kecil. Saat mereka berdua mendengar suara burung terbang di atas mereka, lantas (Y/n) dan Tenji menoleh ke atas.

(Y/n) menghela nafas sembari menurunkan pandangannya. "Kita dipanggil."

Suara burung yang melintas tadi adalah tanda atau cara seorang Hokage memanggil seorang Shinobi atau Kunoichi untuk sesuatu hal yang penting. (Y/n) dan Tenji saling bertukar pandang lalu mereka menganguk dengan kompak. "Ayo kita pergi."

𝐖𝐀𝐓𝐀𝐒𝐇𝐈 𝐍𝐎 𝐌𝐎𝐍𝐎𝐆𝐀𝐓𝐀𝐑𝐈 ; 𝐬𝐡𝐢𝐩𝐩𝐮𝐝𝐞𝐧 ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang