Bab 15: Kadal Kampung

98 19 5
                                    

Aku tiba di KP lebih awal, tepat ketika langit mulai terang karena mataharinya yang telah menyembul keluar. Belum banyak pekerja inti yang datang, sehingga aku bebas memarkir si Orchid di depan kantor operasional tanpa mendapatkan pandangan keheranan. Hanya ada beberapa pekerja lepas yang membersihkan rumput di petak-petak jagung paling depan. Kulihat Pak Kus berlari terburu-buru melewati petak-petak itu, ada hal mendesak apa gerangan?

“Pak Kus!” seruku. “Aya naon?”
Masih dengan berlari, Pak Kus menyahut, “Emitter.” Kepalanya menoleh sebentar ke belakang, tetapi kakinya tetap berlari tanpa mengurangi kecepatan. “Buruan susul, ya?”

Aku mengangguk beberapa kali, entah Pak Kus melihatnya atau tidak. Kucabut ponsel dari penyangga cepat dan segera membuka pintu penumpang untuk mengambil tas punggung yang bersandar di kursinya. Saat hendak membawanya ke punggung, aku teringat sesuatu. Kuurungkan mengambil tas dan melihat kembali ke arah Pak Kus tadi berlari. Dia telah berada cukup jauh sehingga tidak memungkinkan lagi untuk bertanya kepadanya.

“Uh,” desisku pelan. Aku mulai mengeluh dan membodohkan diri sendiri yang kelupaan bertanya hal penting kepada Pak Kus. Seharusnya aku menanyakan di titik mana emitter rusak itu berada. Tidak mungkin aku menyusul lalu mencarinya di petak demi petak tanaman mengingat KP ini sangat luas.

Kuputuskan untuk meneleponnya meski risiko tidak diangkat oleh Pak Kus sangat besar. Melihat bagaimana dia berlari terburu-buru, dampak kerusakan emitter kali ini sepertinya tidak main-main. Peran komponen satu ini memang sangat penting dalam menjamin kelangsungan sistem irigasi tetes yang diadopsi KP.

Tidak banyak KP yang mengadopsi sistem irigasi tetes ini mengingat biaya instalasinya sangat mahal. Namun, jika melihat efektivitasnya dalam memenuhi kebutuhan air tanaman, irigasi tetes adalah pilihan terbaik. Terutama untuk KP yang terletak di daerah dengan jenis tanah kesuburan rendah dan kurang air seperti Bisindo. Irigasi tetes membuat kebutuhan air menjadi dapat ditekan sekaligus berpartisipasi aktif dalam kampanye hemat air.

“Naon, Day?” jawab Pak Kus tepat di dering ketiga panggilanku berbunyi.

“Di petak mana aku nyusulnya, Pak?”

“KPBS-3” sahutnya cepat. Dia memberikan kode lokasi kebun produksi benih sumber di mana tempat emitter itu mati.

“Hah? Bayi kita, Pak?”

“Itulah, Day,” erangnya terbata-bata. Dapat kudengar suara napas Pak Kus yang terengah membuat ucapannya terputus-putus. Sepertinya dia tengah berlari sembari menerima panggilanku. “Bayi kita, aduh. Buruan deh, ya, nyusul.”

“Oke, semoga aja nggak parah ya, Pak.”

Kuakhiri panggilan kepada Pak Kus dan segera membereskan bawaan di dalam mobil. Segera kuserat tasku dan menyampirkan talinya ke bahu. Kutekan alarm mobil dan berjalan cepat menuju kantor untuk meletakkan bawaan sekaligus memakai APD standar. Selama berjalan ke arah kantor, pikiranku menjadi tidak tenang memikirkan bayi-bayi jagung yang mulai kehilangan nutrisinya. Sejak kapan emitter itu tidak berfungsi?

Emitter dalam irigasi tetes berfungsi sebagai pemancar atau penetes. Ia akan meneteskan air dan/atau pupuk ke bagian akar tanaman langsung. Jika ia sampai mengalami kerusakan, dapat dipastikan asupan air dan nutrisi bayi-bayi jagung itu akan terganggu. Kebutuhan air dan nutrisi yang terganggu hanya berarti cacatnya proses pembentukan biji. Dengan kata lain produktivitas jagung akan berkurang.

Kuharap itu tidak terjadi, walaupun kemungkinan paling buruk harus siap dihadapi. Hanya saja memikirkan gangguan ini berasal dari kelalaian kami sebagai pemulia, terasa menyesakkan dada. Kecuali jika disebabkan hama atau faktor alam di luar kuasa manusia tentu kami akan lebih legawa. Ah, daripada gelisah menduga lebih baik aku juga berlari menyusul Pak Kus secepatnya.

Berpengaruh Tidak NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang