Happy reading my readers
________________________Matahari sudah pergi meninggalkan singgasananya dan tergantikan oleh rembulan yang bersinar terang.
Di bawah sinarnya sang rembulan kaki jenjang itu berjalan menyusuri trotoar jalanan dengan tangan menyeret koper yang besar dengan tatapan kosong, raga memang sedang berjalan akan tetapi fikiran entah melayang pergi kemana.
Arelia, dia arelia Cahya sabela. Saat ini ia merasa hidupnya benar-benar telah berakhir. Perjuangan yang selama ini ia lakukan semuanya seakan percuma.
Ia tak bisa menyalahkan Tuhan, ini memang sudah menjadi garis takdirnya. Lika-liku hidupnya, batu-batu krikil dan batu besar yang menghalangi kebahagiaannya itu memang sudah menjadi takdirnya, apalah daya sekuat-kuatnya arelia dia juga manusia biasa yang juga mempunyai titik lemah, ia juga membutuh kan orang yang bisa diajak ia berkeluh kesah ia tak akan sanggup jika harus memendam masalahnya sendiri.
Kaki jenjangnya terhenti di depan rumah yang megah. Ini rumah keduanya rumah yang menjadi tempatnya pulang saat ia merasa down.
Ting tung!'
Pintu di depannya terbuka dan munculah wanita paruh baya dan sedikit berisi beliau bi minah, mantan asisten rumah tangga keluarga adipati yang di pecat cahaya. Karna arelia sudah menganggap bi Minah seperti ibunya sendiri ia tak ingin bi minah hidup menyendiri dengan kesusahan dan pasti ia tak bisa berjauhan dengan bi minah yang sudah merawatnya sedari kecil, yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. Ia pun meminta bi Minah untuk tinggal di kediaman keluarga Santosa sebagai asisten rumah tangga karna itu permintaan bi Minah sendiri.
"Neng, neng arel kenapa?? Kenapa bisa jadi seperti ini neng" tanya bi minah heboh. Ia khawatir dengan keadaan arelia saat ini yang memprihatinkan dengan tatapan kosong bekas air mata yang mengering, Pipi yang memerah, bibir sobek yang belum sempat di obati dan rambut yang berantakan. Beliau pun mengajak arelia memasuki rumah.
"Tuan, nyonya, tolong!!" Ucap bi minah dengan volume yang cukup lumayan keras.
"Ada apa bik? Ya ampun aurel kamu kenapa nak" tanya elna heboh menuruni tangga dengan tergesa ia menghampiri arelia memegang pipi tirus arelia dan mengelus nya.
"Kenapa ini?" Suara berat itu terdengar tegas.
"Aurel pah hiks..." elna menangis pelan ia seakan merasakan apa yang sedang arelia rasakan.
"Duduk dulu nak" pinta Ilham. Dan mereka semua duduk di ruang tamu sementara bi Minah mengambil air kompresan dan obat untuk luka arelia.
"Aaahikssss" arelia langsung menumpahkan tangisnya.
"Urel dek kamu kenapa!" Rey yang baru tiba sepulang bekerja di kejutkan dengan tangis adeknya itu ia menghampiri mereka dengan tergesa.
Sementara yang di tanya terus menangis "sudah Rey kamu tolong bantu bi Minah ambilkan air teh anget ya biar aurel tenang dulu" Rey pun menyanggupi perintah mamanya itu.
"Ini nyonya obatnya" bi Minah pun memberikan obat dan kompresan itu pada elna.
"Ini rel tehnya di minum dulu biar tenang" Rey membantu arelia memberikan teh hangatnya.
"Sudah lebih tenangkan nak?" Tanya elna dan di angguki pelan arelia.
Elna dengan perlahan mengompres pipi dan luka di sudut bibir arelia "akh" sesekali arelia meringis karna merasakan dahsyatnya rasa perih yang ia rasakan.
Untuk sentuhan akhir elna memberi palster pada luka arelia dan langsung memeluk sayang arelia.
"Kenapa sayang?" Tanya elna perlahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
RelKan [COMPLETED]
Genç Kurgu"arel bukan Monster, arel juga bukan kuman, arel Sama kok kaya kalian, jangan benci arel" Dengan wajah yang buruk rupa arelia di haruskan untuk menjadi kuat, di luaran sana banyak orang yang membencinya, selalu menghujatnya. Bahkan keluarganya, oran...