Hari itu, aku menuliskan sesuatu tentang mu, menatap jam dinding yang tak pernah berhenti berdetak, tak pernah berhenti berputar. Sesekali aku membuka handphone ku, masuk ke galeri dan melihat foto-foto kita. Aku tersenyum, mencoba kembali lagi ke aktivitas ku yaitu menulis tentang mu, tanpa ku sadari air mata ku jatuh menciptakan bekas air yang menempel pada kedua pipi ku. Tak lama dari itu aku memejamkan mata hingga akhirnya aku tertidur.
Aku tidak sadar bahwa kini jam sudah menunjukan pukul 07:00 pagi, aku segera membersihkan diri, mengambil handuk lalu pergi ke kamar mandi, hingga akhirnya aku sudah rapih mengenakan seragam sekolah ku dan menggendong tas gendol berwarna pink.
Aku segera membuka pintu, hingga sampai di pertengahan jalan, langkahku terhenti, pandangan ku mengarah pada arah depan, aku melongo keheranan.
Di arah sana, dia melambaikan tangannya, mengukir senyum manis yang sudah lama ku inginkan, sudah lama ku nantikan. Aku tidak percaya bahwa dia sudah pulang, dia kembali dan menepati janjinya.
Aku ikut tersenyum, sampai akhirnya dia berlari menghampiri ku, aku pun ikut berlari kecil agar memperdekat jarak kami, hingga aku tersadar ada mobil tengah berlaju dengan kecepatan tinggi di saat dia ingin menghampiri ku, dan akhirnya ia tertabrak.
Senyum ku kini memudar, kembali berlari agar aku cepat berada di sampingnya, air mataku jatuh tanpa basa-basi, turun begitu deras.
Sebelum akhirnya ku sampai, dia sudah di kerumuni banyak orang sehingga aku harus menerobos masuk di kerumunan itu lalu aku terkejut karena mendapatinya dengan tubuh yang sudah di banjiri darah.Oh Tuhan, aku sangat merindukan nya, aku berharap dia tak akan kenapa-napa. Aku tidak ingin hidup sendiri lagi, sungguh aku takut.
Aku mendaratkan lutut ku tepat di sampingnya, memeluknya dan berteriak agar dia terbangun. Meski ku tau itu hanya sia-sia.
Kemudian, dia di bawa ke rumah sakit.
Aku ingin ikut ke dalam ruangannya untuk menemani namun suster melarang ku, hingga aku harus menunggu di balik pintu ruangannya.Aku duduk di bangku panjang milik rumah sakit, aku menunduk membuat beberapa helai rambut menutupi wajahku yang kini sudah tak lagi ceria.
Tiba-tiba, langkah kaki datang menuju padaku, dia duduk di sampingku, mengambil tanganku dan menggenggam nya di tangannya yang besar, seolah memberiku kekuatan.
Jujur, tangannya begitu hangat.Dia menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku tebak, bahkan ia semakin menguatkan genggamannya. Aku tau dia hendak memberi kabar kepadaku, entah itu suka ataupun duka.
Mataku menatapnya, sebelum dia berkata aku hendak merapihkan rambut, menyelipkan beberapa helai rambut yang menggangguku ke arah belakang telingaku.Lalu, bibirnya terbuka, dan dia berkata,
"Dia tidak selamat, kamu harus mengiklaskannya."Hancur, hati ku hancur berkeping-keping. Aku menangis, dan dia menarik tubuhku untuk masuk ke dalam pelukannya. Aku memberontak, menyalahkan diriku yang tak becus menjaga nya yang kini sudah pergi, tapi semakin ku memberontak dia semakin menguatkan pelukannya, sesekali mengusap kepala ku, mengelus-elus bagian belakang tubuhku dengan kasih sayang.
Hingga akhirnya, aku lelah menangis. Air mataku tak lagi keluar, aku seperti kehabisan air mata.
Kini, aku berdiri hendak pergi menemuinya untuk terakhir kalinya.
Dia terbaring lemah, wajahnya tertutup kain putih. Saat ku buka penutup kain itu, aku kaget, aku sangat sedih, wajahnya sangat pucat, bibirnya membiru tapi senyuman indah nya terukir di sana. Dia meninggal dengan tersenyum.Aku kembali menangis di saat air mataku sudah tak lagi menetes, aku memeluknya, menciumnya dengan penuh kasih sayang.
Kemudian, dia di sholatkan, dan tak lama dari itu dia akan di kebumikan. Dan aku tidak akan pernah menemuinya lagi. Tidak akan pernah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Syalwa | END
RandomPercaya dengan seseorang? Itu terlalu sulit dilakukan untuk gadis yang tak mengerti arti kebahagiaan. Hidupnya hampir saja berantakan, ya, karena ulah Ayah angkatnya. Terlalu banyak masalah yang bertamu, dan dia tak bisa menolaknya untuk segera perg...