Dua minggu sudah, Adit sudah mulai mencoba menerima semuanya.
Hari ini, Gio berjanji akan membongkar kebusukan Rintik.
Semoga saja tidak ada halangan lagi.
Dan hari ini, aku tinggal di rumah Adit lagi, untung orang tua Adit membolehkan ku tinggal di rumah anaknya.
YooKalo ada apa-apa kabarin gua.
Aku senang saat menyalahkan data, Gio mengirimkan pesan kepada ku.
Aku teringat oleh Neris, karena itu aku memutuskan untuk pergi menemui nya.
Menunggu Gober yang tadi sudah ku pesan agar lebih cepat sampai ke pusaranya.
Tak sampai satu jam, Gober yang ku pesan pun sudah datang. Akhirnya kami berjalan hingga sampai di TPU.
"Makasih ya , pak," ucapku sembari memberi uang pas pada bapak-bapak yang mengantarku tadi.
Aku berjalan menuju rumah Neris. Sebelum tadi aku ke sini, aku membeli bunga serta air mawar untuk Neris.
Akhirnya aku sampai.
Aku mengelus nisan Neris, membersihkan dari debu yang mungkin hinggap.
"Neris, Alwa ke sini lagi," ucapku.
"Neris tau gak? Hari ini Gio, Adit dan Zeno bakal bongkar kebusukan Rintik," ucapku.
"Alwa seneng, akhirnya Alwa bisa buktiin kalo semua itu bukan Alwa, oiya...." Aku menggantungkan ucapanku sebentar.
"Neris tau ga? Adit itu sayaaaaaang banget sama Neris, Alwa juga, semoga Neris bahagia ya di sana ," lanjutku.
"Neris jangan khawatir tentang kedua orang tua Neris, kayanya mereka akan membuka lembaran baru, oiya Ris, Alwa juga ga akan lupa kok buat bilang ke Rintik seperti apa yang Neris bilang," kataku mengingat hal yang pernah Neris katakan.
Aku menghela napas panjang.
Berharap Neris bisa ikut bercerita denganku.
"Alwa ga bisa lama-lama, ya, tapi Alwa janji bakal sering ke sini, tengok Neris," kataku jujur.
Sebelum aku pulang, aku membacakan surat Al-fatihah untuk Neris, lalu menuangkan air mawar dan menaburkan bunga itu di atas pusaranya.
"Alwa sayang Neris," ucapku sembari mencium nisan Neris.
Aku kembali pulang, meninggalkan Neris sendirian di sana.
Aku sengaja tak memesan Gober lagi, aku ingin pulang jalan, sembari mengingat kenangan ku saat berjalan berdua dengan Neris.
Tiba-tiba, atensi ku beralih pada seseorang yang membawa sepeda dan membawa dagangan nya. Aku seperti tak asing dengan orang itu.
Aaa rupanya dia orang yang waktu itu pernah Neris panggil untuk membeli es krim.
"Abang," panggilku. Aku menghampiri tukang es krim itu.
"Alwa mau satu dong," ucapku meminta.
"Rasa cokelat, ya," lanjutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Syalwa | END
DiversosPercaya dengan seseorang? Itu terlalu sulit dilakukan untuk gadis yang tak mengerti arti kebahagiaan. Hidupnya hampir saja berantakan, ya, karena ulah Ayah angkatnya. Terlalu banyak masalah yang bertamu, dan dia tak bisa menolaknya untuk segera perg...