Hari ini aku pulang sendiri, tak berniat menunggu angkot juga karena menurutku berjalan kaki itu menyenangkan, ah tapi aku lupa hari ini aku tak bersama Neris. Neris pulang bersama Adit, aku baru tahu kalau mereka berdua itu dekat.
Sebelum aku pulang, aku pergi ke kamar mandi dahulu karena aku ingin buang air kecil, saat aku melewati kelas 11'ips aku mendengar suara kaki mengikuti ku. Aku menoleh dan....
Gadis yang bernama Rintik menyodorkan pisau cutter ukuran besar ke arah leherku, aku bergeming, tak mengerti sekaligus terkejut.
"Ikut gua!!"
Ia lekas-lekas menurunkan pisau itu dari ku dan menarik pergelangan tangan ku kasar. Aku tidak tahu Rintik akan membawaku ke mana.
"Alwa mau di bawa ke mana?" tanyaku yang tak mendapat jawaban.
Ternyata Rintik dan kedua temannya membawa ku ke rooftop, Dia membawaku ke tepian.
Lagi dan lagi ia menyodorkan pisau itu ke arah ku."Gua ga suka lu deket Gio!"
Aku melihat wajah Rintik seperti orang yang benar-benar sedang marah.
"Alwa ga deket sama dia," jawabku apa adanya.
"Jauhin Gio!" ucap Rintik penuh penekanan.
"Alwa ga deket sama dia," jawabku masih sama, dan terlihat Rintik mengepalkan tangan satunya lagi.
"Lu tau? Lebih dari satu orang pernah gua buat gila di sini, sampe akhirnya dia pindah sekolah."
"Terus?" jawabku, tak sedikitpun takut melihat wajahnya, meski awalnya aku terkejut.
"Dan gua yakin, lu adalah salah satunya yang bakal ngalamin hal itu."
"Coba lu tengok ke bawah," suruhnya, dan aku menurut. Aku melihat halaman yang luas, seperti kataku yang pernah ke rooftop sebelumnya.
"Lu mau mati?"
"Mati?" jawabku antusias, seperti ada semangat yang menggebu-gebu.
Rintik melihat wajahku seperti orang kebingungan, mungkin karena jawabanku sembari tersenyum lebar.
"Lu mau buat gua mati?" tanyaku lagi untuk memastikan, ini pertama kali nya aku menggunakan Lu - Gua, lagi.
"Kayanya seru deh kalo gua mati, yuk lakuin," ucapku sembari memberikan tanganku seolah memberi isyarat untuk menarik dan mendorongku ke bawah.
"Ih kok dia...." ucap salah satu teman Rintik yang ku lihat wajahnya keheranan.
"Sakit jiwa!" ucap satunya lagi.
Aku tersenyum menyeringai, dan menatap gantian ketiga gadis di depanku.
"Kenapa?"
"Tapi gua minta, langsung buat gua mati ya," pintaku, aku bener-bener tak ingin sedikit terbangun lagi dengan keadaan lumpuh.
"Bisa?" tanyaku lagi.
Mereka saling tatap bergantian, aku yang tak kunjung mendapat jawaban pun langsung menggoyang kan badan Rintik di bahunya.
"Jawab! Bisa gak?" nada bicara ku mulai meninggi.
Rintik langsung bergedik dan menaikkan bahunya agar tangan ku menghindar.
"Oke, gua turutin!" balasannya membuatku semakin bergairah.
"Rin," panggil teman di belakangnya sembari memegang bahu kanan Rintik, dan Rintik menoleh.
Kedua temannya mantap bergeleng.
"Lu yakin, lu siap? Ini menyangkut nyawa seseorang," ucap salah satunya lagi, dan yang satunya hanya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Syalwa | END
AcakPercaya dengan seseorang? Itu terlalu sulit dilakukan untuk gadis yang tak mengerti arti kebahagiaan. Hidupnya hampir saja berantakan, ya, karena ulah Ayah angkatnya. Terlalu banyak masalah yang bertamu, dan dia tak bisa menolaknya untuk segera perg...