Caantik, ingin rasa hati berbisik
Sebentar, i-itu siapa yang bernyanyi??
Untuk melepas keresahan...
Aku pun langsung membuka selimut dan duduk. Di ambang pintu, seseorang sedang tersenyum menatap ku.
Ia melambaikan tangan seolah menyapa seperti hallo.
"Rey," ucapku memangil namanya.
"Keluar yuk," ajak Reyhan.
Aku menggeleng.
"Gua yang kesitu?" tanya Rey, dan jelas-jelas aku akan menggeleng.
"Keluar sebentar aja, yuk."
Aku menghela napas panjang, lalu mengusap air mata ku yang masih tersisa.
Aku keluar dengan langkah kecil. Rey mengajakku keluar, ke depan rumah.
Kami duduk di gazebo yang memang ada di pekarangan rumah Bu Anya. Rey sudah duduk dan aku ikut duduk di sebelahnya.
"Lu ada masalah?" tanya Rey tiba-tiba.
"Rey kenapa bisa dateng ke sini?" Tanyaku tanpa ingin membalas pertanyaan Rey yang tadi.
"Hm, tiba-tiba kepikiran lo aja," balas Rey membuatku menoleh padanya.
"Rey," panggil ku membuat Rey pun menoleh padaku, hingga mata kami bertemu.
"Iya Al?"
"Hei kenapa?" tanya Rey yang melambai-lambai kan tangannya di wajahku.
"Kenapa Al?" tanya Rey lagi.
Aku menggeleng, entah kenapa setiap kali melihat mata Rey, aku seperti melihat mata Ayah. Bahkan tak jarang aku memangil nama Rey namun malah tak jadi melanjutkan apa maksudku, itu karena aku hanya ingin melihat mata Rey lagi.
Sesegera mungkin aku malah memandang ke arah lain, dan mencoba mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan Rey.
"Butuh sandaran?" tanya Rey membuatku menoleh padanya dengan wajah kebingungan.
Rey menepuk bahunya berkali-kali, lalu tersenyum dan berkata, "Kalo lo butuh bahu buat bersandar, gua siap memberikan bahu gua buat sandaran lo, Al."
"B--bener?" tanyaku memastikan.
Rey mengangguk, aku segera mendekatkan jarak ku dengannya, lalu bersandar di bahunya.
"Kalo lu butuh telinga buat mendengar juga gua bisa," ucap Gio membuat ku seolah mengingat lagu.
"Kaya lagu, ya, Rey," balasku dengan sedikit tawaan.
Bila kau butuh telinga tuk mendengar, bahu tuk bersandar, raga tuk berlindung, pasti kau temukan aku di garis terdepan bertepuk dengan sebelah tangan.
"Suara Rey bagus," pujiku.
"Suara gua emang bagus, lu baru tau aja," balas Rey dengan sombongnya namun membuatku tertawa.
"Woo sombong," lanjutku mengatainya.
Aku dan Rey saling melempar tawa, sesekali Rey bercerita hal yang konyol ataupun hal-hal yang membuatku tertawa. Sampai sebelum akhirnya Rey memutuskan untuk pulang, aku berkata pada Rey, "Makasih ya Rey udah mau selalu ada di saat Alwa sedih," ucapku dan Rey malah tertawa.
"Lu ga perlu bilang makasih, Al, gua seneng ngelakuinnya."
⏱️
Aku berjalan menelusuri koridor sekolah, hingga mataku di buat terbelalak dengan kehadiran Rintik yang tiba-tiba memarahiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Syalwa | END
AcakPercaya dengan seseorang? Itu terlalu sulit dilakukan untuk gadis yang tak mengerti arti kebahagiaan. Hidupnya hampir saja berantakan, ya, karena ulah Ayah angkatnya. Terlalu banyak masalah yang bertamu, dan dia tak bisa menolaknya untuk segera perg...