47 || 🕊️

22 3 2
                                    

Reyhan's PoV.

Aku yang baru saja pulang dari rumah Alwa pun langsung membaringkan tubuhku di atas sofa. Bunda yang melihatku pulang lebih awal pun bertanya.

"Kamu ga jadi jalan? katanya mau pergi sama Alwa?" tanya Bunda yang membuat ku mengingat janji yang lagi-lagi Alwa ingkari, dan membuatku mengingat kebohongan baru yang lagi-lagi Alwa buat hanya untuk tetap bersama Gio. Katakan saja aku kecewa, tapi rasanya mustahil untuk kecewa dengan Alwa. Gadis itu benar-benar sudah membuat ku jatuh hati.

"Ga jadi Bun, Alwa nya mau ngerjain tugas," balasku membuat Bunda mendekat dan ikut duduk di sofa sebelahnya. Bunda mengambil remote lalu menyalahkan televisi.

"Kenapa kamu ga bantuin tugasnya?"

"Alwa itu pinter Bun, lagi juga itu kerja kelompok."

"Oh gitu, tapi kenapa pulang-pulang wajah kamu murung?" tanya Bunda yang sudah terfokuskan dengan acara favoritnya.

"Dah ah Rey mau ke kamar," kataku sambil pamit. Baru saja berdiri, suara ketukan pintu membuatku terpaksa berjalan keluar.

Tok tok tok

"Assalamualaikum, Kakak ganteng!!"

"Kak ganteng yuhuuuu!!"

"Anak itu lagi?" tanya Bunda yang ku rasa sudah mengenali suaranya.

Aku hanya mengangkat bahu tak tahu. Tapi, aku memang sangat yakin bahwa gadis itu adalah Kharis.

Tapi, mari kita lihat.

"Waalaikum'sallam," balasku dan gadis itu malah dengan lancangnya memelukku.

"Ish, apa-apaan si lo!"

Aku sesegera mungkin memberontak agar Kharis melepaskan pelukan.

"Kangen deh sama Kakak."

Aku hanya memasang muka datar. Semenjak bertemu di kantin kemarin lusa, gadis itu membuntuti ku hingga ia tahu rumahku. Gadis ini benar-benar berbeda dengan Neris. Kharis seperti anak kecil, Kharis keras kepala dan Kharis adalah pemaksa.

"Hari ini kakak ga mau jalan-jalan gitu?" tanyanya dan aku menggeleng mantap.

"Jalan-jalan yu, anter Kharis beli buku."

"Ga mau, gua ngantuk!"

"Ayo kak, Kharis gatau harus ngajakin siapa lagi."

"Lo bisa ajak Adit," kataku dan Kharis malah terus-menerus mengajakku.

"Ayoo kak, ayooo!" Neris memegang tanganku, memohon-mohon agar aku mengiyakannya.

Ku lihat, Kharis malah menangis. Sial! Gadis ini membuatku semakin merasa kesal.

"Oke, gua anter lo beli buku, dan setelah itu pulang!" putusku dan Kharis berhenti menangis.

Aku pergi ke dalam sebentar, pamit dengan Bunda. Sedangkan Kharis aku tak mengizinkannya masuk, tapi....

"Waaaaaah, gede banget rumah Kak ganteng," kata Kharis yang menatap rinci setiap pojok rumahku.

"Bagus banget deh rumah nya," puji Kharis membuat Bundaku menghampirinya.

"Eh ada Bunda," ucap Kharis membuatku melotot. Bisa-bisanya gadis itu ikut memanggil nama Bunda.

"Bun, rumahnya bagus banget."

"Hehe, terima kasih, Kharis."

Kharis sudah dua kali datang ke rumahku, namun yang pertama, ia belum masuk ke dalam rumahku.

Kisah Syalwa | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang