“Kamu sangat tampan. Benar-benar bisa membuatku jatuh begitu dalam. Aku ingin menyapamu tapi aku malu. Aku lemah dalam hitungan menit karenamu.”
Selesaiku menulis surat, aku lipat berbentuk burung dan aku masukan kedalam toples. Ini adalah surat pertamaku untuknya.
Aku beranjak dari meja belajarku untuk segera berbaring. Rasanya begitu nyaman ketika aku duduk meluruskan kakiku dan menyandarkan punggungku ke headboard kasur.
"Nak, sudah tidur?”
Oh! itu suara ibuku dari balik pintu kamar, ibu sudah menampakkan diri di ambang pintu.
"belum bu, ada apa?" sautku dengan memperhatikan kearah pintu.
"ibu ingin tidur bersamamu" ucap ibuku yang kini berjalan masuk mendekatiku.
Aku menggeser sedikit badanku dan memberikan bantal untuk ibu. Ketika sudah menyamankan posisi di sampingku, ibu menggenggam jemariku.
Kami membicarakan berbagai hal yang sudah terjadi sehari ini. Pada akhirnya aku tidur terlebih dahulu karena ibu menyanyikan lagu kesukaanku. Ya, aku memang seperti anak kecil yang akan terlelap jika ibu bernyanyi di sampingku.
Aku merasa kehangatan yang begitu nyaman ketika ibu berada di sampingku, memelukku saat tidur, dan ketika selimutku berantakan, ibu pasti akan membetulkannya untukku.
Aku sangat bahagia dan merasa sangat dicintai oleh ibu. Aku ingin selalu bersama ibu. Tuhan, ijinkanlah aku untuk terus bisa bersama ibu…
_______________________________________
Entah kenapa, pagi ini terasa sangat cerah. Aku begitu bersemangat untuk pergi ke kampus. Aku sudah duduk manis di meja makan menanti roti bakar buatan ibu. Ayah dan ibuku memperhatikan aku yang dengan riang bersenandung kecil.“Hallo tuan putri, ada apa nih kok keliahatannya bahagia lebih dari seribu persen?” tanya ayahku yang baru saja beranjak dari sofa ruang tamu menuju meja makan.
“Aku bahagia karena semalam ibu tidur bersamaku dan meninggalkan ayah wleee” ucapku meledek ayah.
“Ah iya semalam ibu meninggalkan ayah. Ah ayah sedih, kalau begitu ayah harus mendapatkan dua porsi roti bakar.” Ucap ayah dengan antusias meminta dua porsi roti bakar pada ibu yang dibalas dengan gelengan kepala oleh ibu.
_______________________________________
Kelas dimulai, aku duduk di barisan terdepan. Aku merasa ada yang kurang, aku melihat sekeliling kelas secara halus dan benar saja dia belum datang padahal Dosen mata kuliah sudah hadir.Tidak lama setelah dosen membuka kelas, ada yang duduk secara tiba-tiba di kursi sampingku dan bertanya,
"Kursi ini kosongkan?"
Suara itu, aku mengenalnya. Aku sangat hapal walaupun baru beberapa kali aku mendengarnya.
Ya, itu suara dia!
Aku menjawabnya dengan anggukan kepala tanpa membalas tatapan matanya padaku. Bagaimana ini, apakah aku salah karena tidak membalas tatapan matanya?
Aku tidak bermaksud sombong atau angkuh, aku ingin membalasnya tapi aku belum mampu.
Fokusku mulai terlepas dari Dosen yang ada di depan sana. Tapi tidak lama, karena aku ingat perkataan Runi tadi pagi mengenai sistem mengajar Dosen yang saat ini sedang berbicara.
Sudahlah lupakan dahulu dan mulailah fokus dengan materi yang sedang disampaikan. Bisa gawat kalau aku melewatkannya.
Omong-omong mengenai sistem yang tadi aku katakan, Dosen yang mengampu mata kuliah ini cukup membuat jantung berdegup kencang. Bagaimana tidak, beliau akan menunjuk secara acak dan bertanya dengan bahasa Inggris dan meminta kami menjawab dengan bahasa Inggris pula.
Sangat memusingkan untuk aku yang pasif berbahasa Inggris, huh.
“Miso, kamu mau rasa cokelat atau strawberry?” Runi menawarkan Crepes, salah satu menu makanan yang ada di kantin kampus.
“Aku mau yang ini, strawberry” aku mengambil salah satu dari dua Crepes yang Runi bawa.
Kami sedang duduk di kantin menunggu jam mata kuliah selanjutnya. Sekitar satu jam aku dan Runi dapat beristirahat.
Aku melihat di meja lainnya, mereka diisi oleh lima hingga enam orang yang dimana terlihat membentuk suatu kelompok semacam ‘geng’.
Sedangkan aku dan Runi hanya berdua duduk di bangku kantin. Runi memahami aku yang tertutup dan pemalu saat berdekatan dengan orang lain. Sehingga dia selalu menemaniku dan bersamaku.
Terkadang, kami tidak hanya berdua, bisa berlima bahkan lebih. Tapi mereka semua adalah teman Runi, entah bagaimana caranya Runi dapat memiliki jangkauan sosial yang luas.
Aku juga ingin seperti dia, tapi aku selalu gugup saat akan memulai pembicaraan dengan orang lain.
“Miso, jam lima sore nanti, tim Basket akan bertanding lagi loh. Kamu mau ikut aku nonton kan?” ajak Runi
“Iya, aku ikut kamu”
“Asikkkk Miso mau nemenin aku hehehe”
Aku mendengar suara tawa Runi setiap saat dan hal itu memberiku kesimpulan bahwa dia adalah orang yang sangat ceria saat bersama orang lain. Aku merasa beruntung bisa mengenal dan berteman dengan dia.
_______________________________________
“Miso, kamu lihat dia, dia teman kelas kita. Kamu tau itu kan?” tanya Runi sambil menunjuk kearah yang dia maksudkan.Kini kami sedang berada di lapangan bola Basket. Aku duduk di tribun bawah, posisi kami berdua cukup dekat dengan lapangan sehingga mampu melihat para pemain yang sedang pemanasan secara jelas.
“Iya, aku tau itu Run” sautku ketika Runi bertanya apakah aku mengetahui keberadaan Adi yang merupakan teman sekelas kami dan juga merupakan tim inti dari UKM Basket di kampus ini.
Selama pertandingan, aku terdiam dan memperhatikan tiap gerakan yang Adi lakukan di lapangan. Dia mengenakan headban untuk mengatasi rambut panjangnya.
Aku sangat menyukai itu, jantungku berdegup semakin kencang saat melihatnya berusaha menyingkirkan poni rambutnya dengan menggerakkan kepalanya.
Itu, sangat menakjubkan.
“Miso, kok kamu bengong?” Ucap Runi yang berbicara dengan volume cukup tinggi dan dia juga juga menggoyangkan pundakku.
“ah! Enggak kok Run.” Sautku terkaget karena ulahnya itu.
Aku tetap fokus pada pertandingan tanpa menoleh kearah Runi.
“oh aku tau!”
_______________________________________
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑷𝑬𝑵𝑮𝑬𝑪𝑼𝑻 (End) ✓ [REVISI]
Kısa Hikaye𝑺𝒆𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓𝒏𝒚𝒂,,, 𝑻𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒅𝒊𝒑𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒓𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒘𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝑺𝒆𝒄𝒆𝒓𝒄𝒂𝒉 𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏𝒂𝒏 𝑺𝒆𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌 𝒄𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒌𝒆𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒂𝒏 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒕𝒆𝒓�...