16. Belum Berhasil

127 17 2
                                    

Kasih ⭐ dulu gessss
Komen sebanyak-banyaknya

"Sedikit khawatir itu rasa manusiawi. Jadi, jangan mudah baper!"

Tas milik gadis kemarin kini terisi penuh oleh bukunya dan buku milik Awa. Untung saja Awa pergi sekolah itu diantar, jika harus berjalan kaki seperti dulu, mungkin bahunya akan sakit karena membawa banyak sekali beban.

"Hari ini gue harus bisa," tekad Awa yang menyemangati dirinya sendiri di depan cermin.

Setelah mengunci kamarnya, Awa berjalan menuju meja makan untuk melakukan sarapan. Terakhir kali Awa melihat para pekerja yang datang pagi-pagi buta hanya untuk memasak untuknya, Awa jadi tidak bisa mengabaikan sarapan akhir-akhir ini. Walaupun Awa tahu bahwa mereka melakukan itu karena di gaji, tapi tetap saja tenaga mereka didedikasikan untuknya.

"Enak," gumam Awa. Menu yang berbeda setiap harinya membuat Awa tidak pernah bosan.

Suara mesin mobil yang dimatikan di depan rumah terdengar sampai dapur karena memang keadaan rumah yang sangat hening. Awa menguatkan dirinya untuk tidak kabur lagi dari traumanya. Awa harus sesegera mungkin menang melawan rasa takutnya.

Awa membuka pintu utama rumahnya dan mendapati Jeon yang sudah berdiri dengan tegap di teras rumah. Kenapa harus berdiri? Padahal sudah di sediakan kursi.

Jeon memasang senyum andalannya sebelum menyapa Nona mudanya itu. "Selamat pagi, Nona."

"Iya."

Jeon segera berlari dan membukakan pintu mobil segera. "Silahkan."

Awa masuk dan kemudian duduk di dalam tanpa menjawab ucapan Jeon.

Awa terus menatap keluar karena jantungnya yang berdetak kencang karena sekarang hanya ada dirinya dan Jeon. Hanya berdua. Tidak ada Suzy dan Helena yang mengikuti karena permintaan Awa. Nekat bukan? Tapi jika tidak seperti ini kapan Awa akan sembuh.

Sial! Kenapa rasanya hari ini perjalanan menuju sekolah sangat lama. Apakah Jeon sengaja memutar jalan atau melambatkan laju mobilnya?

Akhirnya setelah perjalanan cukup lama bagi Awa, mobilnya berhenti di gerbang sekolah. Awa segera membuka pintunya padahal Jeon baru saja akan keluar. Awa segera berlari menuju gedung sekolah.

Kelas bukanlah tujuannya. Awa berlari mencari kamar mandi terdekat dan segera masuk ke salah satu bilik kamar mandi. Awa memuntahkan isi perutnya. Ini adalah yang terparah. Biasanya tubuh Awa hanya berubah dingin karena bisa langsung pergi dari ketakutannya. Tapi hari ini, Awa terlalu lama bahkan paling lama menahan rasa takutnya sampai seperti ini.

Awa menyeka air matanya yang terus mengalir. Saking takutnya Awa sampai menangis seperti ini. Di saat seperti inilah Awa mengharap mendiang bundanya hadir dan membuatnya tenang.

Suara seseorang yang sedang mengobrol terdengar. Awa segera menghilangkan jejak air matanya dan langsung keluar seolah tidak terjadi apapun. Padahal jika diteliti, hidung Awa memerah.

"Sial. Percuma gue sarapan kalau keluar lagi."

Awa berjalan perlahan menyusuri koridor menuju kelasnya. Saat Awa mendongak, seperti sebuah keberuntungan, gadis pemilik tas yang sedang dibawanya berdiri tidak jauh darinya. Awa segera berjalan menghampiri. Tapi ....

Bruk

Tubuh Awa tejatuh ke lantai karena menabrak seseorang dan ternyata, Bintang. Gadis yang sedang menjadi tujuannya seolah memberi kode dengan menggambar pohon kemudian pergi.

Kenapa di sekolah seluas ini Awa harus selalu bertemu dengan Bintang, bukan yang lain. Jika disebut kebetulan, rasanya aneh karena terlalu sering. Apa Bintang sengaja mengikutinya?

Black (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang