※27

1K 269 298
                                    

Aku meremat lengan seragam Kai di sebelahku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku meremat lengan seragam Kai di sebelahku. Harap harap cemas saat dokter keluar dari ruangan.

Kumohon.

Beomgyu, Lena-mu datang.

Ayo bangun—

"... Maaf."

Rasanya nyawaku seperti dicabut saat itu juga. Kami mematung. Semua yang ada di sini mematung.

"Tapi Tuan Choi ingin bertemu gadis bernama Seo Lena."

Hatiku mencelos, menangis lega. Mengangkat tangan, aku memaksakan suaraku keluar, "A-aku Seo Lena."

Dokter muda itu mengangguk, memberi ruang, "Maaf, Nyonya, Tuan. Ini keinginan pasien. Mungkin setelah ini anda bisa masuk. Saya permisi."

Dengan langkah kecil, aku menopang seluruh berat badan dan bebanku pada kaki. Menarik dan membuang napas perlahan hingga dadaku tidak lagi sesak.

Masuk ke ruangan yang terasa steril, aku bisa melihat beberapa alat medis mulai dicopot satu per satu dari tubuh Beomgyu.

Para suster yang selesai bekerja akhirnya undur diri. Menyisakan aku dan lelaki yang masih terkulai lemas itu.

Kembali, aku menjadi Lena yang cengeng di depan Beomgyu. Menyebalkan. Kenapa diriku selemah ini.

Tanpa sadar isakan lolos dari mulutku. Membuat Beomgyu yang awalnya baru menghela napas untuk beristirahat tersadar.

Bibir pucatnya mengulas senyum melihatku mendekat. Tangannya bergerak samar, menyuruhku untuk segera mendatanginya.

"Bodoh," bisikku.

Beomgyu tertawa, membiarkan aku menggenggam tangannya yang lemas. Menangis dibalik tangan besarnya.

Aku lega, sekaligus sakit melihat Beomgyu seperti ini.

Merasakan tangannya mulai mengusap pipiku perlahan, aku melirik. Parasnya pucat—tapi masih tampan. Sial, air mata membuat pandanganku buram.

"Maaf," bisiknya lirih.

Aku menggeleng, "Jangan minta maaf. Cepat sembuh karena aku sudah datang."

Beomgyu lagi lagi mengangguk lemah. Menarik belakang kepalaku agar semakin mendekat ke dada bidangnya.

Wajahku memanas, terlebih saat bisa mendengar detak jantungnya dengan jelas. Atau sebenarnya ini detak jantungku?

Saat aku merasakan kecupan lembut di pucuk kepalaku, sudut bibirku tertarik. Membentuk lengkung tipis yang biasa aku lukis jika Beomgyu di sisiku.

"Terima kasih sudah datang. Cuma kamu alasan aku bertahan," bisiknya.

Seketika aku teringat, kalau hanya Beomgyu yang selamat. Ah, rasanya pasti sangat berat.

Aku berdeham, "Hmm, kamu tidak sendirian, Beomgyu. Ada kakekmu, dan bibimu di depan sana, tengah menunggu."

virtual || choi beomgyu [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang