"Tidak bisakah kamu diam dan tidak ikut campur?!"
BRAK!
Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah pekikan Soobin. Sekelebat silau lampu mobil menyambut sebelum gelap datang.
Saat aku membuka mata, pemandangan di depanku sungguh mengerikan. Sepertinya wajahku memucat. Jantungku serasa berhenti melihat tubuh yang tergeletak tidak sadarkan diri di dekat mobil yang hancur.
Oh, tidak.
Apa yang terjadi? Kenapa? Ini... apa?
Aku berlutut, berusaha membangunkan adikku yang dalam keadaan parah berbaring di sini.
"B-Beomgyu," suaraku tercekat tidak percaya.
Mengangkat kepala, air mataku jatuh seketika melihat tubuh wanita yang melahirkanku juga tergeletak lemah di dalam mobil.
Bibirku bergetar, hendak menjerit namun air mataku mengucur. "M-ma?"
Berjalan memutar, aku bisa melihat di bangku supir bahwa ayahku tidak lagi bergerak. Apa... Apa yang sudah aku lakukan sebenarnya?
"S-Soobin—"
Kakiku lemas melihat siapa yang ikut tergeletak tidak berdaya di sebelah Soobin.
Itu... aku?
Aku menangis. Mulai menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Dan ini menyakitkan.
Tidak... Seharusnya bukan begini...
Masih ada banyak hal yang belum aku lakukan. Aku belum memberi pembuktian, aku bahkan belum mengatakan maaf untuk semua keegoisanku.
Soobin benar.
Aku egois.
Kalau aku tidak terlalu egois dan tidak meninggalkan saudara saudaraku di belakang, mungkin semua tidak akan menjadi seperti ini.
Choi Yeonjun brengsek. Lihat apa yang sudah kamu lakukan pada keluargamu sendiri!
Tidak bisa begini.
Aku tidak bisa pergi seperti ini.
Mulutku terbuka untuk mengatakan 'maaf' tapi suaraku sulit keluar. Aku bahkan tidak bisa mendengar isakanku sendiri.
Aku terus meraung pilu sampai tenggorokanku sakit, tapi itu tidak mengubah apapun. Meski berkali kali aku mengusap wajahku kasar, rasa sesak itu tidak hilang.
Seseorang tolong kami.
Ayah, Ibu, maafkan aku. Soobin maafkan kakakmu. Beomgyu... kumohon maafkan aku.
Maaf.
Maafkan aku.
Maafkan aku yang egois.
Maaf aku bodoh.
Maaf.
Tolong selamatkan keluargaku.
Siapapun.
"Tuan Choi Yeonjun?"
Aku mendongak. Air mataku kering. Rasanya hampa dan kehilangan, tapi rasa bersalah terus menggerus diriku.
Mereka begini karena aku. Jika saja aku sedikit menurunkan emosi, semua tidak akan menjadi berantakan.
Pada akhirnya, aku cuma bisa menyesal.
Seorang pria dengan pakaian rapi tadi mengulurkan tangannya padaku, menepuk pundakku perlahan.
"Saya ikut berduka."
Aku masih diam, menunggu maksudnya. Tidak menyadari kalau tubuh dengan jiwa yang di ambang maut sedang berusaha diselamatkan di sekitarku.
"Saya Sekretaris Kim, dari perusahaan HITech Corp yang menjalin aliansi dengan perusahaan anda. Untuk utang budi pada Tuan Choi Soobin, kami mau menawarkan bantuan."
Mendengar nama Soobin yang disebut dengan hormat seperti ini, sedikit rasa bangga akan adikku muncul. Namun sedih mengingat semua pertengkaran kami.
Soobin, maafkan kakakmu.
Tetaplah hidup—
"Dari kecelakaan ini, yang masih bertahan hanya si bungsu, Tuan."
Aku menatap pria ini tidak percaya. Apa maksudnya... kami semua meninggalkan Beomgyu sendirian?
"Karena itu kami menawarkan bantuan untuk anda menebus kesalahan kalian selama di sini."
"Bersediakah anda menulis akhir bahagia dalam versi Choi Yeonjun sehingga kami dapat membantu kalian?"
Apa ini...
kesempatan kedua?
»»——⍟——««
"Kasus kali ini luar biasa spesial."
"Haruskah aku merombak ulang cerita dan menghilangkan si Choi Bungsu?"
"Bagaimana pendapatmu, Yeonjun? Soobin, bagaimana menurutmu?"
"Jika itu tidak memakan korban lain, silakan."
"Kurasa lebih baik begitu karena ini memang tugas kami untuk menebus kesalahan."
"Bagus. Ah iya, dan pendatang baru."
"Y-ya?"
"Haruskah aku menulis cerita untukmu? Atau bagaimana?"
"A-apa aku bisa mendapat jalan yang lebih mudah?"
"Ah, iya, bisa. Ada seseorang yang sedang patah hati. Kamu mau menjadi bantuan-nya?"
"Eum... Siapa?"
"Kang Taehyun. Oh iya, namamu?"
"Ryujin. Shin Ryujin."
"Baiklah, Ryujin. Jika kamu bisa membuatnya sembuh, maka kami akan melepaskanmu."
"Maksudnya adalah membiarkanmu memilih antara hidup atau masuk surga. Mulutnya memang sering mengambang, Jin."
"Yeonjun, aku masih atasanmu."
"A-ah, iya."
virtual - end
KAMU SEDANG MEMBACA
virtual || choi beomgyu [✔]
Fanfiction[ғɪᴄᴛɪᴏɴ - ғᴀɴᴛᴀsʏ] "Ketuk dua kali untuk membuat dia nyata," begitu kalimat terakhir dari cerita yang aku baca. Ha. Bualan untuk anak anak. °txt fanfiction° •oc •choi beomgyu