BAB. 12

4.9K 353 22
                                    

I hope you will enjoy with my stroy

Don't forget to clik stars n coment
Thank you

•••

BAB. 12 MINE?

Dengan gemetar Ghea menelpon sahabatnya untuk meminta tolong, pikirannya kalut, dia menatap ruangan putih yang didalamnya terdapat sang mama.

"Mama bertahan," lirihnya.

Dia sudah menangis, tadi saat hendak meminta izin keluar Ghea di buat terkejut karena mamanya sudah jatuh dengan kondisi tidak baik-baik saja. Pisau, menancap pada perut sang mama dan darah yang keluar begitu banyak.

"Ghe?"

Ghea bangkit dan memeluk cowok itu, dia menangis disana dan dengan sabar cowok itu mengelus punggung Ghea menenangkan.

"Mama kak," gumamnya dengan tangis yang masih berderai.

"Iya, berdoa ya? Berdoa buat mama," bisiknya.

Clek

Ghea melepaskan pelukannya, dan menghampiri dokter, menatap dokter penuh harap, semoga kabar baik.

"Bagaimana dokter keadaan mama?"

"Ghea, mama kamu mengalami pendarahan hebat, tapi kamu tenang saja dia sudah baik-baik saja, saya akan memindahkannya keruangan," jelas dokter.

Senyum Ghea mengembang, senyum manis terpatri di wajah cantik itu. "Terimakasih dokter, VIP."

Dokter mengangguk dan tak lama brankar sang mama, Ghea menatap sendu brankar itu lalu mengikutinya hingga ke ruangan sang mama.

"Tenang ya? Mama akan baik-baik aja."

"Siapa yang buat mama kayak gini kak? Kenapa dia jahat? Mama aku gak ada salah," lirih Ghea.

"Ghea dengerin kakak, Ghea harus ikhlas ya? Jangan kayak gini, apapun yang terjadi itu udah takdirnya. Gak papa, mama Ghea kan kuat," ujar cowok itu menenangkan.

"Kak Gema terimakasih," jawab Ghea sendu.

Gema tersenyum dan mendekap Ghea, memberikan ketenagan pada gadis yang sudah dia anggap sebagai adik ini.

"Apapun buat Lo," jawabnya.

Gema adalah orang pertama yang terlintas di otak Ghea, entah karena keseringan bersama Ghea atau bagaimana tapi tangannya refleks menekan nomor Gema, padahal dia hendak menelpon papanya.

"Ghea belum kabarin papa kak," ujar Ghea sambil melepaskan pelukannya.

Dia mengambil ponsel dan menghubungi sang papa, panggilan pertama tidak di angkat, kedua juga, ketiga pun sama hingga pada panggilan kesepuluh telpon itu di angkat, tapi bukan suara papanya, melainkan suara istri sirihnya.

"Brisik, ngapain nelpon?" Tanyanya ketus.

"Kasih ponselnya ke papa," jawab Ghea berusaha tenang, Gema langsung mengelus punggung Ghea agar tidak terpancing.

KENAN [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang