ALTA 4 | The Third Person?

52K 6.6K 2.2K
                                    

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-

Perempuan bertubuh tinggi itu, berjalan dengan anggun, melewati riuh-nya manusia yang tengah berada di bandara ini. Langkah kaki-nya terkesan seperti seorang model profesional.

Pakaian yang dikenakan pun terlihat modis dan mewah. Di belakangnya terdapat lima bodyguard yang mengikuti-nya dengan siaga.

Perempuan itu melepas kacamata hitam-nya secara perlahan. Dan terpapanglah wajah cantik milik perempuan itu. Garis wajahnya terlihat sempurna, raut dingin dan sinis itu mampu membuat orang disekitarnya terkesan segan kepada perempuan itu.

Tanpa memperdulikan tanggapan orang lain, perempuan itu melangkah memasuki caffe yang berada tepat di depan Bandara itu. Sontak para pengunjung Caffe, terkesiap melihat wajah perempuan itu. Mereka dengan segan, lebih memilih diam, walau terdengar bisik-bisik yang kurang jelas.

"Hai," Sapa perempuan itu kepada perempuan yang sudah duduk di sudut Caffe.

"Hai,"

Kedua perempuan itu saling berpelukan, berusaha melepas rindu yang kini tengah bersarang dihati.

"Apa kabar, Fey?"

Feyra, Perempuan berwajah manis itu tersenyum lirih. "Baik,"

Perempuan itu berusaha menelisik tampilan dari sahabat-nya itu. Terlihat sederhana, namun berkelas.

"Bagus."

Kedua perempuan itu kembali berbincang ringan. Hanya satu jam, setelah itu mereka terlihat berpamitan.

"Gue nggak bisa lama-lama, ada
hal yang harus gue urus." Kata perempuan itu.

Feyra tersenyum manis, "Iya, aku
juga masih ada hal yang harus di urus. Kapan-kapan kita jumpa lagi?"

"Harus."

Feyra memeluk sahabat-nya sekilas. Setelah itu melepasnya.

"Call,"

Perempuan itu mendongak, menatap Feyra yang saat ini tengah tersenyum sendu.

"Kenapa?"

"Sampein salam aku, ke dia."

Perempuan bernama Callista itu mengangguk. "Pasti, Bye!"

Callista Miranda Athalassa, perempuan itu tahu, didunia ini, takdir sudah ditentukan oleh yang diatas, dan kita sebagai manusia hanya bisa menjalankan tanpa menentangnya.

Ia tahu. Dulu, sifatnya sangatlah buruk. Keegoisan yang menguasai hatinya, membuat ia selalu berbuat seenaknya, tanpa tahu, apa yang akan terjadi selanjutnya.

Yang ia tahu hanya, bersenang-
senang tanpa batas, berusaha mencari perhatian semua orang agar mereka melihatnya. Bermanja ria, karena ia dalah cucu perempuan satu-satunya di keluarga-nya.

Namun, sekarang ia sadar, hal yang ia lakukan dulu, adalah hal yang sangat membuat ia menyesal sekaligus malu. Dengan adanya apa yang semua terjadi, ia mulai belajar, bahwa hidup tidak berada di tangan-nya. Semua sudah di atur oleh yang di atas.

BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang