BAB 19

4.6K 235 0
                                    


Adel datang untuk mengantarku ke kamar Mutiara. Sebelum dia mengantarku, Adel bertanya pada Adib tentang apa yang terjadi, dan karena aku tidak ingin mendengarkan cerita suram itu sekali lagi, aku keluar untuk mengambil ranselku.

Ibuku tidak menjawab telepon, tetapi aku meninggalkan pesan bahwa aku sudah berada di rumah Rini dan aku ingin menginap. Tidak lupa aku sampaikan; Rini akan mengantarku ke kampus di pagi hari.

Duduk di lantai rumah megah Bramantyo, aku berpikir tentang makan malam bersama keluarga Adib adalah sesuatu yang sangat kuinginkan beberapa hari yang lalu. Namun dalam lamunanku tentang peristiwa itu, Adib senang akan kehadiranku. Saat ini, di dunia nyata, aku rasa dia tidak senang kehadiranku di sini sama sekali.

Aku seperti beban, baginya.

Kata beban muncul di benakku, tetapi aku menolaknya. Aku bukan beban. Adib menyukaiku. Dia ingin bisa berkencan denganku, dia hanya tidak ingin … yah, ini, Aqmal mengetahui hubungan kami.

Ingatan tentang kejadian tadi masih bersarang di kepalaku. Itu merupakan hal gila, tapi hari akan berlalu, semua itu akan seperti debu yang mengendap, dan semuanya akan kembali baik-baik saja.

Dengan penuh percaya diri, aku bangkit, menyandang ranselku di atas bahu. Aku ragu-ragu saat ingin kembali memsuki perpustakaan, aku melihat Adel sedang menghibur Adib dengan ekspresi simpatik dan kepercayaan diri yang meyakinkan.

Aku ingin tahu apa yang mereka bicarakan. Aku memutuskan untuk bertanya nanti, saat aku berdua saja dengan Adib.

Akhirnya, mereka melihatku sedang berdiri di depan pintu, Adel melontarkan senyuman terakhir pada Adib dan keluar untuk menemuiku.

“Aku rasa kuharus membantu kau menemukan sesuatu untuk dikenakan saat makan malam.”

"Sepertinya begitu," kataku sambil menatap kaus dan jeansku yang tentu saja tidak pantas. “Tapi, apakah ada yang salah dengan apa yang sekarang aku kenakan?”

"Tidak, tentu saja tidak. Hanya saja, keluarga Bramantyo tidak mengenakan jeans saat makan malam. "

Aku mengerutkan kening, ingin bertanya kenapa, tetapi Adel sudah berjalan lebih dulu, jadi aku mengikutinya.

“Aku juga bisa menunjukkan kamar Adib, jika kau ingin menaruh tasmu. Adib bilang kau akan tinggal bersamanya. ”

“Malam ini, ya. Tidak ada yang aneh, bukan? Maksudku, kita ini remaja, dan keluarganya baik-baik saja saat kami tidur di ranjang yang sama?”

“Aqmal tidak peduli,” katanya. “Dia bukan ayah Adib, dan … bagaimanapun juga dia tidak akan peduli.”

“Sedikit, aneh.”

“Tidak aneh, pada akhirnya.”

Aneh sekali bagaimana semua orang tampaknya menerima tanpa pertanyaan bahwa ada perintah untuk mengunciku dalam keluarga ini.

Pada saat kami mencapai sayap rumah dekat kamar Mutiara, aku memutuskan bahwa aku dapat memiliki rutinitas olahraga yang cukup jika berjalan menelusuri seluruh rumah ini dua kali sehari. Di ujung ruangan panjang, ada lorong lain di kiri, dan lorong di kanan. Tepat di depan, sebuah lukisan besar tergantung di dinding. Rupanya kamar Mutiara ada di sayap kiri, karena di situlah Adel berbelok.

"Kamar di seberang sana kosong," kata Adel padaku, sambil menunjuk sebuah pintu. “Jika Aqmal tidak mengizinkan kau tinggal di kamar Adib secara permanen, kau mungkin mendapatkannya. Maka kau dan Mutiara akan menjadi tetangga,” katanya ceria.

Tetangga adalah cara yang baik untuk menjelaskannya. Rumah ini sebenarnya lebih seperti sebuah komplek, jika dilihat dari ukurannya. "Sepertinya aku tidak membutuhkan kamar tidurku sendiri," kataku, sambil melirik ke belakang saat aku mengikuti Adel. “Apakah semua anggota keluarga tinggal di sini?” aku bertanya.

“Tidak semuanya. Mutiara, Andika, Aqmal, Adib, Dhani, ayahnya Aqmal juga, tapi dia sakit-sakitan ... " Adel berjalan di depanku, dia melambat sampai kami berdampingan sehingga dia bisa berkata sedikit berbisik, "Dia bajingan tua. Kau mungkin bahkan tidak akan bertemu dengannya. Aqmal cukup pintar menyembunyikannya, menunggu sampai dia mati. ”

Mataku membelalak mendengar itu, tetapi aku tidak membalas ucapan Adel.

“Ngomong-ngomong, ada kamera di seluruh rumah. Kau tidak akan selalu dapat mengetahui di mana kamera-kamera itu berada. Beberapa jelas, beberapa tidak. Dan kamera itu juga merekam audio."

“Kamera? Seperti, pengawasan?"

Dia mengangguk, lalu berbicara dengan nada normal. “Dan ini kamar Mutiara.”

Ketika dia membuka pintu, aku melihat kamar mewah berwarna putih dan merah muda. Seperti setiap ruangan lain yang aku lihat sejauh ini, kamar ini sangat besar. Bahkan tidak terlihat seperti kamar tidur ketika aku pertama kali masuk---ada sofa di depan perapian dengan rak buku mengapitnya dan meja samping, seperti ruang tamu. Televisi dipasang di dinding. Namun, di luar itu, ada dinding dengan lengkungan terbuka, yang mengarah ke tempat tidur Mutiara . Ada pintu lain di belakang ruangan, sepertinya kamar mandi.

"Dan sekarang kau di sini," kata Mutiara---yang ternyata ada di dalam---sambil berjalan mengitari tempat tidur, membuka pintu yang tidak aku perhatikan di antara tempat tidur dan kamar mandi, "Adalah lemari pakaian."

Aku harus mengharapkannya saat ini, ya ... anggap saja sebuah langkah awal untuk masuk ke keluarga besar Adib.  Namun kamar ini memang luar biasa; besar, lebih besar dari kamar tidurku di rumah, dengan cermin yang besarnya dari lantai ke langit-langit yang bisa dilihat segera setelah memasuki kamar, dan ada sofa berlapis kain mewah---merah muda pucat, tentu saja---tepat di tengah ruangan. Rak dan lemari pakaian, tas, dan sepatu memenuhi ruangan yang bahkan aku tidak bisa menghitung jumlahnya.

"Tempat apa ini? Seberapa kaya keluarga ini?"

“Sangat kaya.” Mutiara memberitahuku. “Aqmal sebenarnya pebisnis yang sangat hebat, dan dia secara sistematis membangun kerajaannya sendiri. Sebagian besar hartanya sekarang sebenarnya legal, dari apa yang aku dengar."

"Kalau begitu, mengapa tidak keluar dari kejahatan?"

Mutiara mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Ngomong-ngomong, duduk. Aku harus pergi dan Adel akan memilihkanmu gaun untuk makan malam."

Aku duduk di sofa dan terpesona, melihat-lihat apa yang dimiliki Mutiara, dan terbesit di pikiranku saat dia mengatakan bahwa; dia akan menjual jiwanya untuk tidak menjadi bagian dari keluarga ini. Mungkin dia memiliki gagasan yang tidak akurat tentang seperti apa dunia ini, karena dari tempat duduk yang nyaman yang aku duduki, dilahirkan dalam keluarga ini tampaknya lebih seperti berkah daripada kutukan.

Maksudku, kepala keluarga bos kejahatan atau bukan. Lihat semua sepatu yang dia miliki!

Adel mencabut gaun dari rak dan memberikannya padaku. “Leher tinggi. Coba yang ini."

Aku merasa agak aneh melepas pakaian tepat di depannya, tetapi dia tidak pergi, dan dia tidak tampak terganggu sedikit pun saat dia menunggu aku menggunakan gaun yag dia pilih.

Setelah gaun itu kupakai, aku mengagumi bayanganku di depan cermin sejenak, sementara Adel meilihat-lihat rak sepatu. Dia memilih gaun selubung renda hitam, dan meskipun garis lehernya tinggi, itu sangat cantik.

“Berapa ukuran sepatumu?” tanyanya, mengambil sepasang sepatu hak tinggi berwarna biru kehijauan dari Suede.

“Biasanya 8.”

“Sempurna,” katanya. “Apakah kau membutuhkan stoking?”

"Tidak, aku rasa tidak perlu," kataku padanya.

“Apa kamu punya make-up? Kau bisa menggunakan sedikit lipstik.”

“Punya, tapi aku pikir warnanya tidak cocok dengan gaun ini.”

Adel mengangguk lalu tersenyum, lalu dia membuka laci meja rias, memintaku duduk di kursinya, lalu merias wajahku seperti seorang profesional.

Dia berkedip dan tersenyum saat berkata, “Sempurna. Kau terlihat sangat cantik.”

Aku tidak bisa menahan senyumku setelah mendengar itu. “Apakah kau juga ikut makan malam?” tanyaku kemudia.

"Tidak.”

Aku mengernyit, tapi aku tidak mengatakan apa-apa.

Adel melangkah menuju pintu kamar kemudian menutupnya dan kembali melangkah ke arahku. Kalau melihat dari gerak-geriknya, seperti ada yang ingin dia bicarakan kepadaku. “Bolehkan aku memberi beberapa nasihat?”

Kan, betul.

"Tentu saja," kataku. “Aku terbuka terhadap saran apa pun yang mungkin bisa membantu.”

“Ini akan menjadi penyesuaian yang sulit bagimu untuk menjadi bagian dari keluarga ini. Aku melihat sekarang kau belum menyadarinya, dan belum ada alasan bagimu untuk menyadarinya, tetapi sebagai seseorang yang dibesarkan di keluarga ini, izinkanku memberi tahumu … segala sesuatu yang kau pikir dan kau ketahui tentang dunia di dalam tembok ini. Ini adalah kerajaan Aqmal. Dia yang mengaturnya, dan laki-laki dalam keluarga ini mengatur perempuan."

Ucapan Adel sedikit membuatku merasa ngeri.

“Bermain cantik di depan Aqmal, dan buat Adib senang. Bertahan hidup dalam arti yang sebenar-benarnya adalah motivasi barumu. Jika kau harus berdandan untuk makan malam agar Aqmal bia mengagumi dan menerimamu, lakukan saja. Jika kau memiliki nilai-nilai feminis yang kuat, biarkan saja. Kau akan jauh lebih bahagia jika kau menampilkan sisi perempuan yang penurut. Dunia luar, dunia yang biasa kau kunjungi, bukan lagi duniamu. Adib adalah kekasihmu, Aqmal adalah bosmu, dan ini adalah rumahmu---tetapi ini juga rumah mereka yang lebih dulu tiba. Semakin sering kau berselisih dengan penghuni lama, kau akan semakin tidak nyaman. Kau tidak akan selalu diperlakukan dengan hormat, kau pasti tidak akan diperlakukan sama, dan pada hari Minggu, semua wanita di rumah ini membuat makan malam. Jangan membuat rencana lain, karena itu wajib. Adib adalah pria yang baik, mungkin yang terbaik di keluarga ini, tetapi dia dibesarkan di sini, jadi dia tidak akan sempurna. Saat ini, dia merasa sedikit terbebani. Jika aku jadi kau, aku akan mencoba membuatnya lebih nyaman dengan fakta bahwa dia bersama denganmu sekarang. Hidup ini akan menjadi apa pun yang kau buat, dan jika kau berperan dengan baik, kau akan mendapatkan lebih banyak keuntungan. Jika kau berselisih di setiap kesempatan, kau akan sengsara. aku tidak dapat membayangkan masuk ke dalam kehidupan ini dari luar, dan jika kau membutuhkan seseorang untuk diajak bicara, kau dapat berbicara denganku. Dan lebih baik kita bicara di kampus, atau di kamar mandi, atau semua tempat yang tidak ada kamera yang bisa dipantau Aqmal. Berhati-hatilah, karena Aqmal tidak pernah percaya dengan orang lain, bahkan keluarganya.”

Adel langsung melengos dan kembali menuju pintu tanpa memberiku kesempatan untuk membalas ucapannya. “Kau terlihat sangat cantik. Sekarang, aku akan mengantarmu ke kamar Adib.”


(21+) SARANG PREDATOR (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang