BAB 20

4.8K 221 1
                                    

Adib ada di kamar tidurnya saat aku dan Adel tiba di sana. Seperti Mutiara, ada area tempat duduk saat aku pertama kali masuk kamarnya, tetapi tidak ada dinding penyekat ruangan. Tempat tidur Adib sangat besar---kurasa untuk seorang raja, tapi kelihatannya lebih besar. Kamarnya didekorasi dengan warna merah dan hitam lalu ada sedikit sentuhan warna perak. Di balik tempat tidur, dia memiliki meja dengan laptop dan berbagai barang berserakan di atasnya. Di sudut paling kiri, kursi berlapis kain hitam yang menghadap ke tempat tidur.

Adel segera pergi untuk memberi kami privasi. Adib sedang berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit ketika kami masuk, tetapi sekarang dia sedang duduk di tepi tempat tidur.

"Kamar tidur ini seperti apartemen," kataku padanya, sambil tersenyum.

Dengan kata-kata Adel segar di benakku, aku berjalan ke tempat tidur, melepaskan sepatuku dan naik ke belakangnya. Bersandar ke dalam, aku melingkarkan lenganku di bahunya.

“Ya, kamar ini memang tidak kecil.” Dia setuju, lalu dengan lembut menyentuh pergelangan tanganku.

“Maaf, karenaku, hari ini menjadi sangat berat bagimu,” kataku padanya.

Tertawa ringan, dia menatapku dari balik bahunya. “Ini akan jauh menjadi lebih berat untukmu.”

"Ya, tapi menurutku kita akan baik-baik saja," kataku, ingin tetap positif. "Aku pikir, bagian yang terburuk sudah berakhir."

“Aku pikir itu tidak benar, tapi aku akan membiarkanmu mempercayainya selama kau bisa.”

Aku menundukkan kepalaku di bahunya, mencium pipinya. “Kita tidur di ranjang yang sama malam ini, dan kau bahkan tidak perlu masuk ke rumahku untuk merayuku.” Aku menggodanya.

"Lihatlah dirimu dengan lapisan kemewahannya," katanya ringan. Kemudian dia menjatuhkanku ke pangkuannya. Dia memelukku dengan lengannya, mengedipkan mata, dan membungkuk untuk menciumku. Aku melingkarkan tangan di lehernya untuk mendekat, dan pada saat yang sama, aku merasakan tangannya meluncur ke atas pahaku. Tanpa membuang waktu untuk menggoda, dia menyelipkan jarinya ke dalam kain celana dalamku dan memasukkan satu jari ke dalam diriku.

"Adib," kataku sambil terengah-engah. Aku melebarkan kaki untuknya, tetapi tidak selebar yang aku inginkan, karena gaun itu.

"Setidaknya sekarang ... " Dia membungkuk, menangkap bibirku saat jarinya menggoda ikatan saraf di antara kakiku. “Aku bisa melakukan ini kapan saja aku mau.”

"Ya, kau bisa." Aku setuju, punggungku melengkung saat dia mengirimkan lonjakan kesenangan ke dalam diriku.

(21+) SARANG PREDATOR (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang