بسم الله الرحمن الرحيم
“Sind, barusan itu siapa?” tanya Maya penasaran.
“Dia teman aku sama Naisya pas sekolah SMA, dulu dia gencar deketin Naiysa, cuma Naisya cuek,” jelas Sindy sambil terus berjalan.
“Oh gitu.”
Mereka bertiga pun sampai di depan pintu ruangan rawat Naisya. Sindy pun mengetuk pintu seraya mengucapkan salam, “Asalamualaikum.”
Tak lama kemudian, pintu pun dibuka oleh Ayesha. “Wa'alaikumussalam, eh Sindy. Kok tahu Naisya di sini?” tanya Ayesha. Sindy, Maya serta Nisha pun langsung meraih tangan kanan Ayesha, dan menciumnya secara bergantian.
“Eh, Tante. Tadi Sindy telpon ke nomor Naisya, tapi Naisya gak jawab. Terus tadi ada telpon balik, ternyata Kak Nizar yang telpon. Terus Kak Nizar kasih tahu kalau Naisya kecelakaan,” jelas Sindy.
“Masuk, yu,” ajak Ayesha. Mereka bertiga pun membuntuti langkah Ayesha. Sesampainya di dalam kamar inap Naisya, Sindy menyalami tangan Sita terlebih dahulu, begitupun dengan kedua temannya.
Setelah menyalami tangan Sita, Sindy langsung mendekat kearah ranjang Naisya. Nizar pun sedikit menggeser posisinya. Memberikan jarak untuk ketiga teman istrinya.
“Sya, kok bisa?” tanya Sindy.
“Qodarulloh,” balas Naisya pelan.
“Aku kaget loh pas Kak Nizar telpon.”
Berbeda pembahasan dengan Nizar dan Umminya, kini mereka tengah membahas tentang rem mobilnya yang tiba-tiba blong.
“Zar, coba kamu nanti cek cctv rumah, kali aja ada seseorang yang mencurigakan masuk,” usul Sita.
“Iya, Zar. Kan kemarin kata kamu satpam rumah lagi izin pulang kampung, takutnya ada orang yang masuk,” timpal Ayesha.
“Iya, Mi, Bund. Nanti Nizar coba cek rekaman cctv-nya. Nanti Nizar minta Abi buat antar pulang aja dulu,” balas Nizar.
“Iya, Abi palingan ke sini sore, sepulang kerja,” balas Sita.
“Tangan kamu masih sakit, Zar?” tanya Ayesha yang duduk di sebelah Nizar.
“Alhamdulillah, sekarang udah agak mendingan," jawab Nizar. Tak lama dari itu, handphonenya berdering. Panggilan masuk dari Lutfhi.
“Mi, Bund, Nizar izin angkat telpon dulu, ya,” izin Nizar. Sita dan Ayesha mengangguk. Lantas Nizar pun keluar dari ruangan itu, dan menerima panggilan dari Lutfhi.
“Asalamualaikum, Fhi.” salam Nizar.
“Wa'alaikumussalam,” balas Lutfhi dari seberang telpon.
“Ada apa?”
“Ada kabar baik.”
“Iya?”
“Proyek di sini berjalan lancar. Dan nanti malam juga gue udah bisa balik ke Jakarta,” jelas Lutfhi.
“Eh serius bisa balik ke Jakarta nanti malam?" Nizar memastikan.
“Iya," balas Lutfhi.
“Kok cepat? Gue kira paling cepat itu dua hari," ucap Nizar.
“Alhamdulillah, nggak ada problem jadi cepat. Eh keadaan Lo sekarang gimana?" tanya Lutfhi.
“Alhamdulillah, udah agak mendingan.”
“Syukur deh. Kalau gitu, gue tutup dulu telponnya. Takut ganggu, asalamualaikum,” salam Lutfhi.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Meet U, My Imam
SpiritualPerihal jodoh di masa depan, ya itu memang sudah menjadi Qodarulloh. Tapi tak ada salahnya, kan? Jika kita mengharapkan dia sebagai diaku. Ya kamu adalah diaku Menikah ya, siapa yang tak menginginkannya, apalagi dengan seseorang yang telah mapan dal...