بسم الله الرحمن الرحيم
"Dia yang kini sedang ku perjuangkan, lewat untaian do'a di sepertiga malamku.
Dia yang kini entah di mana, entah berkharismatik seperti siapa. Semoga diaku itu, sama-sama sedang memperjuangkan untuk menggapai ridho Nya."~ Naisya Intan Hazni ~
Naisya berlari kecil menerobos gemerincing air hujan. Angin yang berhembus secara perlahan berhasil membuatnya menggigil. Khimar yang ia kenakan pun perlahan tapi pasti basah. Ia lupa membawa payung lipatnya. Menjadikan ia harus berlari tuk sampai di istana sederhananya.
Huh... huh... huh...
Naisya mengatur napasnya dan khimarnya yang kini telah basah terlebih dahulu, sebelum membuka pintu rumahnya.
"Assalamualaikum," salam Naisya. Seraya membuka pintu.
"Waalaikumussalam," jawab Echa dan Bundanya yang tengah duduk di ruang keluarga, menikmati segelas cokelat hangat.
"Lohh, pakaian Kakak kok basah mana kotor lagi," tanya Bundanya.
Naisya duduk di samping sang Adik. "Tadi kakak bantuin ibu-ibu yang nyaris keserempet motor, Bund," ucapnya. "Terus Kakak tarik tangan si Ibu itu biar gak keserempet motor, dan berakhirlah kakak dan si Ibu itu duduk di atas jalan trotoar yang kotor plus basah," sambungnya.
"Ohh yaudah, mendingan sekarang Kakak mandi. Ini udah mau asar," perintah sang Bunda.
"Iya sana mandi! Kakak keringetan ihh," ledek Echa.
"Awas aja, gak akan kasih hotspot lagi. Kali-kali modal dong, jangan mau gratisan aja."
"Nih ya, Kak. Buat apa nyari yang berbayar, jika yang gratis ada di depan mata?"
"Ahhh terserah deh. Kakak cape, mau mandi, terus tidur."
"Hish, Kakak! Udah dibilangin juga. Jangan tidur setelah asar, nanti linglung loh," peringat sang Bunda.
"Bund, tapi kakak pusing," keluh Naisya.
"Mendingan sekarang kamu mandi pake air hangat. Terus salat asar. Nanti Bunda buatin cokelat hangat."
"Iya iya. Kakak mandi sekarang," ucap Naisya. Sambil berlalu dari hadapan sang Bunda.
~✨✨~
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Tapi gemerincing hujan masih setia menghampiri kota Jakarta. Saat hujan seperti ini, para pedagang makanan yang disajikan secara dadakan laris manis diserbu pembeli.
Nizar memilih menghentikan kendaraannya di depan pedangan jagung bakar.
"Mas, jagung bakar originalnya lima, ya," Nizar menyebutkan pesanannya.
"Baik ditunggu ya, Mas. Ohh iya, silakan duduk, Mas," pelayan kedai itu mempersilakan Nizar untuk duduk.
Nizar menunggu pesanannya sambil memainkan handphonenya. Ia membuka room chat yang bernamakan WhatsApp.
Saat akan membalas pesan dari Andra tiba-tiba pelayan tersebut menyerahkan pesanannya.
"Ini, Mas, pesanannya. lima jagung bakar original," pelayan itu menyerahkannya pada Nizar.
"Jadi berapa totalnya?"
"Jadi Rp. 50.000, Mas," pelayan itu menyebutkan total pembayaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Meet U, My Imam
EspiritualPerihal jodoh di masa depan, ya itu memang sudah menjadi Qodarulloh. Tapi tak ada salahnya, kan? Jika kita mengharapkan dia sebagai diaku. Ya kamu adalah diaku Menikah ya, siapa yang tak menginginkannya, apalagi dengan seseorang yang telah mapan dal...