28. The Pain

1.9K 126 13
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Suara sirene ambulance terdengar begitu nyaring. Dengan spontan, kendaraan yang berada di jalanan pun memberikan ruang agar mobil ambulance tersebut dapat melintas tanpa hambatan.

Di dalam mobil, Nizar tak henti-hentinya berdoa agar Naisya dapat terselamatkan. Kedua  tangannya terus menggenggam tangan Naisya, air matanya terus mengalir. Untungnya keadaan Nizar tak separah Naisya dan Bayu. Bayu dibawa menggunakan mobil ambulance yang berbeda.

Keadaan mobilnya telah rusak parah, dan di lokasi kejadian pun sudah ditangani pihak berwajib.

Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, mobil ambulance yang membawa Naisya pun sampai di Rumah Sakit Bakti Husada. Setelah mobil berhenti tepat di depan pintu masuk IGD, perawat pun dengan sigap menghampiri dengan mendorong blangkar.

Naisya pun langsung ditangani dokter, begitupun dengan Nizar.

Setelah beberapa saat menerima penanganan dari tim medis, dan Naisya sudah dipindahkan ke ruang rawat inap, bukan di IGD.  Naisya pun mulai membukakan matanya. Sakit pada bagian perut sangat terasa tatkala ia bergerak, barang sedikitpun.

Di tangan kirinya sudah terpasang selang infusan, kepalanya pun terasa sedikit agak pusing. Berbeda dengan Nizar, Nizar tak perlu diinfus. Karena ia hanya mengalami luka memar saja pada bagian lengan kirinya, itupun tak begitu parah.

Menyadari bahwa Naisya sudah siuman, Nizar pun mendekat kearah ranjang pesakitan Naisya. Tangannya mengelus tangan kanan Naisya.

“Mas, perutku rasanya sakit,” lirih Naisya.

“Sabar ya, sayang. Allah lebih sayang calon anak kita,” ucap Nizar. Wajahnya pun menampilkan ekspresi sendu.

“Mak—maksudnya?” ucap Naisya terbata-bata.

“Kamu keguguran, Sya,” ucap Nizar. Seketika Naisya langsung histeris. Nizar langsung memeluk sang istri, untuk menenangkannya.

“Mas, kamu bercanda, kan?" Naisya berontak. Ia memukul-mukul dada bidang Nizar. Sehingga darah pun naik melalui jarum infusan.

“Sya, tenang. Lihat darah naik ke selang infusan.” Nizar meraih tangan Naisya. “Sya, Allah kasih kita waktu buat pacaran dulu,” sambung Nizar mencoba untuk menenangkan.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dari luar.

“Asalamualaikum,” salam Ayesha dan Sita berbarengan. Ayesha dan Sita datang setelah diberitahu Nizar, jika mereka telah mendapatkan musibah.

“Wa'alaikumussalam," jawab Nizar. Ayesha langsung mendekat ke arah ranjang Naisya. Nizar pun mengurai pelukannya dengan Naisya. Ayesha langsung memeluk sang putri.

“Bunda,” tangis Naisya kembali pecah dalam dekapan Bundanya.

“Sabar, sayang. Allah punya rencana yang lebih baik, Allah sebaik-baiknya perencana.” tangan Ayesha mengelus pundak Naisya.

“Aku gagal jadi seorang bunda.”

Sita mendekat kearah Nizar. “Kenapa?" tanya Sita.

“Qodarullah, rem mobil blong, Mi.”

“Kenapa bisa?”

“Nizar juga nggak tahu, Mi. Kemarin mobil pas Nizar pakai, masih baik-baik saja.” jelasnya.

Perlahan Naisya mulai tenang. “Sekarang kamu  istirahat dulu, Sya. Nanti Ayah sama Abi, ke sini habis kerja," ucap Ayesha. Naisya mulai kembali membaringkan tubuhnya, dibantu Sita.

When I Meet U, My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang