بسم الله الرحمن الرحيم
Udara pagi terasa sangat sejuk, sinar matahari begitu terasa hangat. Kini Naisya tengah membersihkan berbagai macam tanaman yang tumbuh dengan tertata rapi di pekarangan rumahnya, tangan kanannya tengah memegang gunting yang ia kenakan untuk memotong daun yang sudah layu. Dari arah dalam Lala pun menghampiri Naisya sambil membawa boneka pink berukuran sedang yang beberapa hari yang lalu baru Nizar berikan pada Lala.
"Selamat pagi, Kak Sya," sapa Lala. Naisya pun spontan menoleh ke arah Lala berada.
"Eh Lala, pagi juga," balas Naisya dengan senyum manis yang ia tampakkan dari kedua bibirnya yang ranum.
Setelah menyapa Naisya, Lala pun memilih untuk duduk di sebuah kursi rotan yang berada di teras rumah sambil terus memainkan boneka kesayangannya. Sesekali Lala pun mengajak bonekanya untuk bicara walaupun pada kenyataannya dia sendiri yang menjawab pertanyaannya. Naisya yang melihat itu pun dibuat gemas Naisya pun tersenyum dengan tingkah konyol yang dilakukan Lala.
Hal itu membuat Naisya kembali mengingat masa kecilnya yang tingkahnya tak jauh berbeda dengan tingkah Lala sekarang, Naisya saat kecil dahulu sering bermain boneka bersama Echa saat usia Naisya tujuh tahun dan usia Echa tiga tahun.
Sejak kecil hingga sekarang Naisya dan Echa sering bertengkar karena masalah sepele, walaupun demikian Naisya sangat menyayangi adik satu-satunya itu. Naisya dan Echa tak pernah benar-benar bertengkar yang sampai berhari-hari, paling lama mereka bertengkar itu selama setengah jam. Bertengkarnya pun hanya sebatas tak saling sapa satu sama lain, tak lebih.
"Hey kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Nizar yang baru saja keluar dari rumahnya.
"Eum aku lihatin Lala lagi main boneka, aku jadi ingat masa kecil dulu, hehe," balas Naisya.
"Oh ceritanya lagi flashback," sahut Nizar.
"Hehehe, sudah mendingan Mas Nizar masuk terus siap-siap!" titah Naisya.
Nizar pun memutar kembali langkahnya dan ia pun langsung kembali masuk ke rumahnya meninggalkan Naisya yang tengah sibuk merawat tanaman kesukaannya. Setelah Nizar hilang di balik pintu rumahnya, suara deru mesin motor berhenti tepat di depan gerbang rumahnya.
Tak lama kemudian seseorang pun berucap, "Permisi!" Naisya pun langsung menyimpan gunting yang sedari tadi ia pegang, di sela-sela pot bunga. Langkah Naisya menuju gerbang hendak membukakan pintu untuk tamunya.
"Iya sebentar!" sahut Naisya sambil membuka kunci. Setelah berhasil membuka kunci dan seseorang yang bertamunya sudah terlihat dengan jelas, betapa terkejutnya Naisya.
"Ma-mau apa?" tanya Naisya dengan suara yang terdengar gemetar, Naisya beringsut mundur hendak kembali masuk dan meninggalkan tamunya itu. Namun baru beberapa langkah, tamunya itu dengan sigap meraih lengan Naisya. Naisya yang sangat menjaga pergaulannya dari laki-laki tiba-tiba mendapatkan perlakuan seperti barusan pun sontak membuat ia berteriak sangat kencang. "Mas Nizar, tolong!" jerit Naisya, kedua matanya sudah mulai berkaca-kaca siap untuk menangis.
Lala yang sedari anteng duduk di kursi rotan sambil memainkan bonekanya pun tersontak kaget kala mendengar Naisya menjerit, Lala pun langsung turun dari kursi dan berlari masuk ke rumah untuk memanggil Nizar. Dengan napas yang terengah-engah Lala mengatakan, "Kak Nizal, Kak Sya teliak di depan gelbang." Nizar yang tengah menuangkan air untuk minum pun langsung kaget mendengar penuturan dari Lala, Nizar menyimpan gelas yang tengah digenggamnya dan langsung berlari menghampiri sang istri yang kini sudah berurai air mata.
Nizar langsung menarik tubuh Naisya dan langsung mendekapnya dengan sangat erat sambil menenangkannya. "Ada keperluan apa Anda ke sini?!" tegas Nizar yang mulai tersulut emosi tatapan matanya pun sulit diartikan
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Meet U, My Imam
EspiritualPerihal jodoh di masa depan, ya itu memang sudah menjadi Qodarulloh. Tapi tak ada salahnya, kan? Jika kita mengharapkan dia sebagai diaku. Ya kamu adalah diaku Menikah ya, siapa yang tak menginginkannya, apalagi dengan seseorang yang telah mapan dal...