15. All About Process

2.3K 171 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Janganlah kalian iri pada seseorang yang memiliki kekayaan yang melimpah ruah. Cukup iri-lah pada seseorang yang mempunyai mahabbah yang besar kepada-Nya.

~Nisha Ayu Anggraini~

Nizar terus berjalan menuju kamar inap Lala, sambil sesekali menggelengkan kepalanya.

"Ya Allah, kenapa harus berhalusinasi kalau dia ada di sini," lirihnya. " Astaghfirullah, ini gak baik, takut menjadi zina hati."

Sesungguhnya zina memiliki beberapa macam. Diantaranya ada zina ain (zina mata) yaitu memandang lawan jenis dengan perasaan senang. Zina lisan (zina ucapan) yaitu membincangkan lawan jenis dengan perasaan senang kepadanya. Zina yadin (zina tangan) yaitu memegang tuuh lawan jenis dengan perasaan senag kepadanya. Zina qolbi (zina hati) yaitu memikirkan atau menghayalkan lawan jenis dengan perasaan senang kepadanya. Dan zina hati inilah yang Nizar takutkan.

Nizar terus melafalkan istighfar. Begitu telah sampai di depan kamar inap Lala, Nizar langsung masuk. Pak Agus, Bu Ningsih, Ilham serta, Lala sudah bersiap pulang ke rumah mereka.

"Assalamualaikum," salam Nizar. Semua orang yang berada di ruangan itu seketika menoleh ke arah Nizar.

"Waalaikumussalam," jawab serempak pak Agus dan Bu Ningsih. Sedangkan Lala dan Ilham tengah mengunyah buah apel. Menjadikannya ia belum sempat menjawab salam yang diucapkan Nizar.

Begitu apel yang berada dalam mulutnya telah berhasil ditelan. Lala menjawab salam Nizar. "Waalaikumussalam, kak Nizal," ucap Lala. Seraya tersenyum menampakan giginya yang ompong.

Ilham yang sudah menelan potongan buah apel itu pun ikut menjawab salam Nizar. "Waalaikumussalam, Kak." ucapnya. Ilham menghampiri Nizar, lalu meraih tangan kanan Nizar. Untuk ia ciumnya.

"Lala, namanya itu kak Nizar! Bukan kak Nizal!" protes Ilham. Lala cemberut.

Nizar yang menyaksikan itupun, melerainya. "Gak apa apa kok, kalau Lala mau panggil kakak, kak Nizal. Kan, Lala masih kecil jadinya cadel. Belum bisa ucap kata r," bela Nizar. Lala yang mendapatkan pembelaan pun berseru senang.

"Tuh dengelin apa kata, kak Nizal. Lala itu masih kecil, jadinya gak apa-apa panggilnya kak Nizal," ledek Lala. Lala menjulurkan lidahnya.

Nizar hanya terkekeh mendengar penuturan Lala. Yaudah, mendingan kita langsung pulang aja. Kak Nizar anterin Lala ke rumah, ujar Nizar.

Yeaayy,, naik mobil kak Nizar lagi, Ilham kegirangan karena bisa kembali naik mobil Nizar.

Senyum pak Agus terbit di wajahnya tatkala melihat Ilham—sang putra kegirangan. Namun, dalam benaknya muncul perasaan sungkan pada Nizar. Ia merasa telah banyak merepotkan Nizar. “Mas Nizar, maaf ya. Keluarga bapak hanya bisa merepotkan, Mas Nizar. Saya jadi merasa gak enak,” ucap Pak Agus sungkan.

“Tak apa, Pak. Justru saya senang, bisa bantu keluarga Pak Agus. Saya jadi merasa punya dua adik. Lala sama Ilham, jeda beberapa detik. Nizar kembali berucap,Ayo kita pulang ke istana kalian,” seru Nizar.

Sejurus kemudian mereka keluar dari kamar inap Lala. Lala duduk di kursi roda, kemudian didorong oleh perawat.

~✨✨~

Naisya dan Sindy memutuskan untuk pulang. Namun, mereka memutuskan untuk salat Dzuhur terlebih dahulu di mushola Rumah Sakit.

Saat tengah berjalan menuju mushola, tak sengaja Sindy melihat Nizar tengah beranjak dari bagian administrasi. Namun,  Sindy tak memberitahu pada Naisya. Sejurus kemudian, Sindy kembali menggoda Naisya perihal menikah. “Sya, nih ya. Misalnya ada seorang Ikhwan datang ke rumah, ehh tiba-tiba mau khitbah kamu. Apa reaksi kamu?”

When I Meet U, My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang