14

934 97 39
                                    

Leon menarik tangan Zaya agar keluar dari toilet. Membawanya ke tempat sepi, Zardan terus mengintai dari kejauhan. Bersembunyi dibalik dinding.

"Lo masih marah sama gue?" Leon menatap Zaya dengan tatapan menyesal. Sedangkan yang ditatap terus saja mengalihkan tatapannya.

Tak ada jawaban sama sekali yang keluar dari mulut Zaya, ia kemudian perlahan menjauh dari Leon setelah dirasa tak ada lagi yang akan dibicarakan oleh laki-laki itu.

Namun, langkahnya terhenti saat menyadari Zardan menatap ke arahnya. Terlihat laki-laki itu bergegas pergi dari sana. Karena ketahuan mengintai mereka.

Begitu pula dengan Leon yang juga ikut memandang ke arah Zardan.

"Pacar lo?" Lagi-lagi pertanyaan dari Leon sama sekali tak dijawab oleh Zaya.

"Lo boleh cuekin gue sekarang, tapi kalo satu sekolah ini tau tentang video lo gimana ya."

Badan Zaya langsung menegang, ia berbalik menatap benci ke arah Leon.

"Berhenti ngancam aku!" jerit Zaya dengan mata yang berkaca-kaca. Tak habis pikir dengan laki-laki seperti Leon.

"Balikan sama gue atau video itu gue sebar?" ujar Leon menatap Zaya tajam.

"Enggak! Aku gak mau, terserah mau nyebar apa lagi. Aku ga--"

Zaya menghentikan ucapannya saat tiba-tiba Leon menarik tangannya, sehingga tubuh itu mendekat ke arah Leon yang mulai ingin melancarkan aksinya.

Badan Zaya mulai gemetar, ia selalu takut saat Leon bersikap seperti sekarang. Sekuat tenaga Zaya melepaskan tangan Leon, tetapi tak berhasil. Malahan laki-laki itu semakin mengeratkan genggamannya.

Jangan lagi. Batin Zaya, seraya menahan dada Leon yang tepat berada di depannya.

"Zaya!" Sebuah teriakan berhasil membuat Leon melepaskan tangannya, membiarkan perempuan itu berlalu dari hadapannya.

Wawa yang khawatir karena Zaya tak kunjung kembali dari toilet, langsung menghampirinya. Sempat terkejut dengan posisi tubuh Zaya dan Leon, si anak baru membuat Wawa refleks berteriak.

Zaya yang sudah berada di depan Wawa langsung mengajak temannya itu menjauh dari sana.

Leon mendengus kesal, lalu juga ikut pergi dari sana. Tatapannya terus saja tertuju pada Zaya. Apalagi yang harus ia lakukan agar Zaya mau kembali padanya, Leon tersenyum sinis. Tak mungkin juga ia kembali menyebar video itu, tadi ia hanya ingin mengancamnya saja. Namun, sepertinya ancamannya sama sekali tak membuat perempuan itu kembali luluh.

Ah, Leon ingat ada satu hal yang penting bagi Zaya. Ia tak sabar menunggu reaksi perempuan itu jika mengetahui bahwa tempat bekerjanya adalah milik seorang Leon Antajaya.

Disisi lain, Wawa melihat jelas wajah ketakutan dari Zaya. "Lo udah kenal sama Leon?" tanya Wawa penasaran.

"I-iya," jawab Zaya gugup. Membuat Wawa mengernyitkan dahinya bingung.

Mereka berdua telah sampai di lapangan, ikut berkumpul bersama murid 11 IPS 1 lainnya. Tak lama Leon pun juga terlihat.

Semuanya sudah berkumpul, Pak Sam langsung memulai pelajaran olahraga kali ini diawali dengan melakukan pemanasan. Lalu dilanjut lari berkeliling lapangan.

"Ayo cepat!" teriak Pak Sam melihat beberapa siswi yang malah terlihat malas-malasan. Termasuk Dipsa dan Wawa.

"Ayo," teriak Zaya yang mendahului keduanya. Membuat Dipsa dan Wawa kembali berlari meski rasa malas terus saja menyelimuti.

Pandangan Zardan tak pernah lepas dari setiap pergerakan yang dilakukan oleh Zaya. Lagi-lagi senyum manis itu membuatnya terdiam. Bagaimana tawa yang terlihat dari wajah pucat itu, saat menjahili kedua temannya. Membuat Zardan juga ikut tersenyum tipis.

"Lo kenapa sih?" tepukan dibahunya membuat Zardan sadar. Cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya dan kembali fokus menatap Pak Sam yang sedang menjelaskan tentang materi mereka hari ini, yaitu bola basket.

Zardan tak tahu saja, bahwa sedari tadi ia juga diperhatikan. Hati Lesya sakit, saat melihat tatapan Zardan pada Zaya. Padahal itu hanya sekedar tatapan biasa saja, tetapi entah kenapa berhasil membuatnya sedih.

Bagaimana cara Zardan memandang Zaya sungguh jauh berbeda dengan ia. Bahkan mungkin Zardan sama sekali tak pernah memandang ke arahnya. Lesya terkekeh, kembali memikirkan hal konyol itu. Sudah jelas Zardan menolaknya, tetapi ia sendiri yang masih saja keras kepala dan yakin bahwa Zardan akan bisa menjadi miliknya.

"Kenapa?" bisik Leon yang kebetulan berbaris di samping sang adik. Gelengan lemah dan tatapan yang terus tertuju pada seorang laki-laki yang mengintai ia dan Zaya tadi membuat Leon paham.

"Kamu suka sama dia?" tanya Leon memastikan.

Lesya mengangkat kepalanya, menatap wajah sang abang dengan tatapan sedih. Tak lama ia mengangguk, menjawab pertanyaan Leon barusan. "Iya," jawabnya dengan suara yang begitu pelan, nyaris berbisik.

"Ternyata dia yang buat kamu sedih terus ya," ucap Leon menatap laki-laki yang ia ketahui bernama Zardan itu.

"Apaan sih, bang!" Elaknya seraya terkekeh menanggapi ucapan Leon barusan.

"Nah, sekarang kalian bapak bagi menjadi dua tim. Laki-laki duluan yang main, setelah itu baru giliran perempuan," jelas Pak Sam.

Semuanya mengangguk paham, para siswa kelas 11 IPS 1 memulai permainan itu. Sedangkan para siswi hanya sibuk memperhatikan.

"Zardan, semangat!" teriak Zaya yang berhasil membuat sebuah senyum terbit di wajah itu.

Dipsa dan Wawa menatap Zaya dengan senyum jahilnya. Keduanya bersiap mengejek Zaya.

"Lo suka sama Zardan?" tanya Wawa langsung membuat Zaya terdiam.

"E-enggak, aku cuma kay-- eh wah itu masuk!" Zaya langsung mengalihkan pembicaraannya saat melihat Zardan berhasil memasukan bola ke dalam ring lawan.

Leon tersulut emosi, saat berhadapan langsung dengan Zardan. Apalagi tadi saat mendengar orang yang ia suka malah memberi semangat pada laki-laki di depannya ini.

Zardan menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa?" tanya Zardan saat melihat tatapan Leon yang berbeda saat memandangnya.

Tak jauh dari Leon, Lesya juga merasakan hal yang sama. Lagi dan lagi hatinya merasakan sakit, saat melihat senyum Zardan terbit, tetapi bukan ia yang menjadi alasan senyum itu ada.

Beralih dari Zardan, sekarang Lesya menatap ke arah Zaya tak suka. Terselip amarah yang begitu menggebu di mata itu. Sampai kapanpun ia tidak akan membiarkan ada orang yang berhasil merebut Zardan dari dirinya.

Permainan itu terus berlanjut dengan skor tim Zardan lebih unggul dari Leon. Seperti gelarnya, ketua basket. Zardan memang menunjukkan permainan terbaiknya.

"Zardan hebat banget!" Celetuk Zaya.

"Emang, gak salah sih dia ditunjuk jadi ketua tim basket sekolah kita," timpal Wawa. Dipsa mengangguk menanggapinya. Mereka fokus menyaksikan permainan yang semakin menegangkan. Apalagi Leon yang terlihat sama lihainya dengan Zardan. Membuat mereka yang ada di sana menatapnya takjub.

"Leon juga hebat, apalagi senyumnya pas masukin bola ke ring. Beda tuh sama Zardan yang masang tampang datar doang," ujar Dipsa.

Zaya yang mendengarnya langsung terdiam. Baik? Entahlah Zaya juga dulu berpikir seperti itu sebelum Leon benar-benar membuatnya merasa hancur.
___

Jangan lupa vote dan komen ya😉 kalo ada typo tandain aja ya

See you♡

Zardan & Zaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang