Kalo ada typo tandain aja ya😉
-Happy Reading-
Zaya terbangun dari pingsannya, menatap sekelilingnya dengan bingung. Apalagi ruangan yang minim akan cahaya, membuatnya bergidik ngeri. Belum lagi tatapan tajam dari seseorang yang berada tak jauh darinya, membuat Zaya merasa waswas.
"Kamu siapa! Kenapa nyulik aku!" Jerit Zaya melihat orang itu berjalan menghampirinya dengan sebelah tangan yang memegang erat sebuah tongkat.
Zaya tidak bisa kemana-mana karena tubuhnya yang diikat erat di sebuah kursi. Meskipun sudah berusaha untuk lepas, tetapi ia malah merasakan sakit ditubuhnya.
"Udah bangun ternyata," kekeh orang itu. Sekarang ia berada tepat di depan Zaya yang berusaha mengenali wajah dibalik masker hitam itu. Karena ruangan yang minim cahaya membuat Zaya tak menyadari saat tongkat itu melayang ke arah tubuhnya.
Bugh!
"Akh ...." Zaya berteriak kesakitan, merasakan kakinya dipukul begitu kuat. Tidak hanya kakinya saja yang dipukul, melainkan seluruh tubuhnya. Rintihan dan permintaan tolong dari Zaya sama sekali tidak membuat orang itu berhenti, ia terus saja melayangkan pukulan pada Zaya.
Bahkan kursi yang diduduki oleh Zaya terjatuh pun tak membuatnya berhenti juga.
Zaya merasakan seluruh tubuhnya sakit, belum lagi rasa sakit dikepalanya yang tiba-tiba muncul. Bersamaan dengan darah yang lagi-lagi keluar dari hidungnya.
"Gimana? Sakit?" kekeh orang itu seraya menarik rambut Zaya kuat, agar menatap ke arahnya.
Tatapan kesakitan dari Zaya berhasil membuat orang itu sedikit gundah, ia melepaskan masker diwajahnya.
"L-leon," lirihnya.
Ya, orang yang menculik Zaya adalah Leon. Sama seperti perkataannya yang tak akan membiarkan Zaya bahagia, sekarang ia buktikan. Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian keduanya.
Leon tersenyum, melihat Lesya masuk ke sana. Sedangkan Zaya berusaha menjauh dari kedua orang yang terlihat tersenyum sinis menatap ke arahnya.
Ikatan Zaya akhirnya terlepas juga, saat menyadari Leon dan Lesya lengah. Zaya langsung berusaha berlari keluar dari sana, meskipun harus menahan rasa sakit disekujur tubuhnya.
Baru beberapa langkah, Zaya kembali merasakan pukulan yang dilayangkan pada kakinya. Membuat Zaya langsung tersungkur, tetapi ia tetap berusaha menggapai pintu yang tertutup itu.
"Shh ... s-sakit!" jerit Zaya. Sedangkan Lesya tak hentinya, terus menjambak rambutnya dan menyeret Zaya agar kembali ke tempat semula.
"Ke-napa k-al--"
Sebuah tamparan dipipinya berhasil menghentikan ucapan Zaya. Lagi dan lagi ia merasakan sakit, belum lagi mimisannya yang tak berhenti juga.
"Ini karena lo yang udah berani deketin Zardan, udah berapa kali gue bilang jangan deketin dia! Ini juga buat lo karena udah buat Zardan berhasil ngelupain gue! Kenapa selalu lo dan lo yang harus Zardan pikirin!" Lesya mengatakan semuanya bersamaan dengan kakinya yang tak berhenti menendang ke arah tubuh Zaya.
Keduanya sedang dilanda amarah yang begitu besar sampai tidak menyadari bahwa orang yang mereka siksa, memohon ampun. Ini benar-benar sakit, Zaya berusaha menahannya. Tubuhnya yang lemah tetap ia usahakan agar bisa mencapai tasnya yang berada tak jauh dari sana.
Zaya sudah tak tahan dengan rasa sakit di kepalanya. Leon menghampiri tas itu lalu menendangnya ke arah sang pemilik. Zaya langsung berusaha mencari obatnya, meskipun tangannya bergetar menahan sakit di seluruh tubuhnya.
Baru saja ingin memasukkan pil itu ke dalam mulut. Dengan teganya Leon merampasnya, membiarkan obat-obat itu berhamburan di sekitar Zaya.
"Ini karena lo yang selalu aja ngehindarin gue, kenapa lo gak bisa liat perjuangan gue buat dapatin lo!" ujar Leon marah.
Zaya terkekeh mendengar ucapan Leon barusan. Sampai kapan pun, ia tidak akan mau lagi jika harus bersama Leon. Sudah cukup luka yang laki-laki itu berikan padanya. "A-ku ga--"
Ucapan Zaya terpotong dengan sebuah pukulan yang kembali melayang ke arahnya, kali ini kepala Zaya terbentur kuat karena Lesya yang tiba-tiba saja melepaskan tangannya dari rambut Zaya.
Sedangkan Leon langsung menghempaskan tongkat yang sedari tadi berada di tangannya ke arah tubuh Zaya.
Sakit disekujur tubuhnya membuat pandangan Zaya berputar-putar, tangannya seolah mati rasa. Tidak bisa digerakkan sama sekali. Mati-matian Zaya menahan rasa sakit di kepalanya. Butiran bening yang sedari tadi ia tahan, kini mengalir dengan deras.
Jika ia memang salah, apa mereka harus seperti melakukan ini padanya. Zaya juga tak kuat seperti ini terus, seketika pandangannya berbayang-bayang. Menatap Lesya dan Leon yang mulai melangkah menjauh darinya. Meninggalkan ia sendirian di tempat sepi nan gelap ini. Bersamaan dengan sunyi yang menyelimutinya, Zaya hanya bisa menangis.
Tangannya berusaha menggapai ponselnya. Berusaha dengan sekuat tenaga, agar bisa menyentuh ponselnya itu. Setelah cukup lama berusaha dan menahan rasa sakit. Akhirnya ia mendapatkan ponselnya, tangannya ia paksakan agar bisa digerakan. Mencari-cari nomor Zardan, teleponnya diangkat oleh Zardan.
Namun, Zaya sama sekali tidak mengeluarkan suara apapun. Hanya rintihan yang keluar dari mulutnya.
Di sisi lain, Zardan terlihat cemas begitu pula dengan anggota keluarganya yang lain karena Zaya tak kunjung pulang.
"Kenapa kamu biarin dia pulang sendirian sih?" kesal bundanya. Zeon berusaha menenangkan istrinya yang terlihat begitu khawatir.
"Zardan udah nahan Zaya supaya gak pulang sendirian bun, tapi Zaya nya gak mau." Zardan berusaha menjelaskan. Dita dan juga kebetulan ada Riki di sana, tak kalah khawatir. Apalagi Riki yang takut jika Zaya kenapa-kenapa. Ia takut jika penyakit Zaya kambuh.
Ponsel Zardan berbunyi, mengalihkan tatapan mereka semua. Dengan cepat Zardan mengangkatnya setelah mengetahui bahwa Zaya lah yang menghubunginya.
[Zaya, lagi di mana?] tanya Zardan.
Namun, sama sekali tidak mendapat jawaban dari sebrang sana.
[Ssh ... sakit ....]
Hanya terdengar suara rintihan kesakitan dari Zaya. Membuat Zardan bertambah khawatir, takut jika terjadi sesuatu pada Zaya.
"Gimana?" tanya Dita, tetapi Zardan hanya menggeleng. Membuat mereka semua khawatir.
[Halo, ini keluarganya eneng yang pingsan tadi ya?]
[Ini siapa? Zaya mana!] Panik Zardan.
***
Keluarga Zardan bergegas menghampiri Zaya karena warga yang mendengar ada suara keributan di sebuah rumah kosong yang tak jauh dari perumahan mereka, membuat beberapa warga langsung menghampirinya dan mendapati seorang perempuan dengan keadaan yang begitu mengenaskan sudah tak sadarkan diri.
Leon dan Lesya juga berhasil mereka tangkap, karena sebelum mereka bisa kabur. Para warga sudah duluan menangkap keduanya.
Saat ini keduanya masih ditahan oleh warga sambil menunggu polisi dan juga ambulans datang. Keduanya sama sekali tidak merasa bersalah. Bahkan mereka tersenyum saat melihat Zaya yang tak sadarkan diri.
Mobil polisi datang bersamaan dengan keluarga Zardan. Mereka langsung menghampiri Zaya dan memasukkannya ke dalam mobil.
Tak lupa mereka juga mengucapkan terima kasih pada warga. Leon dan Lesya juga sudah di masukkan ke dalam mobil dan tak lama mobil itu menjauh, membawa kedua kakak beradik itu menuju kantor polisi.
Cukup lama perjalanan untuk bisa sampai ke rumah sakit. Zardan tak berhenti mencium tangan Zaya, memberikannya kekuatan agar Zaya bisa bertahan. Wajah yang semakin pucat, membuat Zardan takut jika terjadi sesuatu pada Zaya. Belum lagi lebam yang berada di sekujur tubuhnya.
"Kenapa mereka lakuin ini sama Zaya?" tanya Sinta yang berada di satu mobil dengan Zardan. Sedangkan Dita bersama dengan Riki dimobil lain.
Zardan menggeleng dan menatap wajah sang bunda yang juga terlihat khawatir pada Zaya.
![](https://img.wattpad.com/cover/251045524-288-k201459.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Zardan & Zaya [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] [TERBIT] Zaya kehilangan semuanya, hidupnya seolah tak lagi berarti sebab penyakit yang dideritanya. Ia juga harus hidup di sebuah panti asuhan. Namun, ada satu nama yang berhasil membuatnya kembali ingin tetap hidup dan ba...