Kalo ada typo tandain aja ya😉
-Happy Reading-
"Aku duluan ya, Dan. Kamu latihan aja dulu," ujar Zaya. Saat kejadian di toilet tadi, untung saja Zaya bisa beralasan pada Zardan bahwa ia hanya mimisan biasa saja. Awalnya Zardan bersikeras ingin membawanya ke rumah sakit, tetapi Zaya tidak mau dan terus mengatakan bahwa ia baik-baik saja.
"Gak mau nunggu aku aja dulu, palingan sebentar doang kok latihannya," jelas Zardan.
Zaya menggeleng, lalu memberi semangat pada Zardan sebelum melangkah menjauh dari lapangan itu.
"Hati-hati Ay! Nanti hubungin aku ya, kalo ada apa-apa!" teriak Zardan membuat Zaya langsung menghentikan langkahnya dan menatap ke arah sahabatnya itu.
Zaya tersenyum seraya melambaikan tangannya, membuat Zardan mengernyitkan dahinya heran.
"Kamu juga semangat ya!" balas Zaya dengan berteriak, lalu kembali melangkahkan kakinya menuju luar gerbang SMA Bakti.
Zardan memulai latihan bersama dengan anggota basket lainnya. Suara ricuh para penonton membuat mereka bertambah semangat.
Di sisi lain, Zaya kini sudah memasuki sebuah angkot. Duduk di dalamnya ikut berdesakan dengan para penumpang yang lainnya.
Dari semalam ia ingin sekali mengunjungi makam kedua orang tuanya dan sekarang sepertinya adalah waktu yang pas.
Jalanan tampak padat karena banyaknya kendaraan yang ikut berbaur dijalanan itu. Mungkin karena sekarang adalah jamnya para orang-orang yang sibuk bekerja juga pulang makanya jalanan sedikit macet.
Tatapan Zaya terfokus melihat sebuah keluarga yang sedang berada di dalam mobil yang kebetulan bersebelahan dengan angkot yang ia tumpangi saat ini. Terlihat keluarga itu tampak bahagia sekali, seketika Zaya teringat peristiwa saat ia dan kedua orang tuanya ingin bepergian dulu. Bagaimana perjalanan yang awalnya harus terasa menyenangkan, malah berubah menjadi menakutkan.
Zaya menggelengkan kepalanya, ia tak mau mengingat itu karena nantinya akan terus membuatnya merasa sedih. Bagaimana kedua orang tuanya yang tewas mengenaskan, membuat Zaya menundukkan kepalanya. Membiarkan bulir bening itu menetes ke tangannya.
Zaya rindu .... Batinnya. Menggenggam erat kedua belah tangannya. Menyalurkan rasa sedih dan sakit yang entah kenapa selalu saja betah menjadi temannya.
"Kakak kenapa?" tanya seorang anak kecil yang duduk di dekatnya.
Zaya mengangkat kepalanya dan menghapus sisa air mata dipipinya, lalu menggeleng pelan pertanda ia baik-baik saja.
"Ma, kakak itu tadi nangis," adu anak kecil itu pada sang ibu.
"Kakaknya lagi sedih, mungkin. Kasih permen gih," ujar sang ibu yang langsung dituruti oleh anaknya.
Tangan mungil itu memberikan sebungkus permen pada Zaya yang lagi-lagi menggeleng.
"Gak usah, bu--"
"Ma! Kakaknya nakal, masa nolak permen aku sih," ketus berhasil membuat beberapa penumpang lain terkekeh dengan tingkahnya. Begitupula Zaya yang perlahan mengambil permen pemberian anak itu.
"Makasih ya," ucap Zaya tulus. Terlihat anak kecil itu tersenyum manis pada Zaya dan menganggukkan kepalanya pelan.
Setelah cukup lama perjalanan, akhirnya angkot itu berhenti juga. Zaya membayar ongkos dan mengucapkan terima kasih, tak lupa melambaikan tangan pada anak kecil yang tidak ia tahu siapa namanya.
Langkah kakinya membawa Zaya ke tempat peristirahaan kedua orang tuanya. Ia harus menguatkan hatinya saat berkunjung seperti ini.
Dengan tangan yang memegang bunga dan sedikit air, Zaya berjalan perlahan memasuki TPU itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zardan & Zaya [END]
Teenfikce[FOLLOW SEBELUM BACA YA] [TERBIT] Zaya kehilangan semuanya, hidupnya seolah tak lagi berarti sebab penyakit yang dideritanya. Ia juga harus hidup di sebuah panti asuhan. Namun, ada satu nama yang berhasil membuatnya kembali ingin tetap hidup dan ba...