Jangan lupa follow, vote dan komen😄
-Happy Reading-
Istirahat akan berakhir beberapa menit lagi, tetapi Wawa dan Dipsa dibuat cemas karena hilangnya Zaya. Mereka berdua sibuk mencari Zaya, mulai dari toilet, perpustakaan sampai kantin. Namun, tak kunjung juga menemukan Zaya.
Saat ini keduanya tengah duduk beristirahat di kursi yang ada di koridor dekat perpustakaan.
"Zaya ke mana sih?" Monolog Dipsa seraya menggusap peluh di dahinya.
"Yuk cari lagi," ajaknya. Menarik tangan Wawa yang masih terlihat kelelahan.
Bel sudah berbunyi membuat langkah keduanya terhenti.
"Gimana, lanjut?" tanya Wawa.
Dipsa tampak berpikir, tak lama ia menggeleng. "Siapa tau, udah ada di kelas."
Mereka kembali melangkah menuju kelas. Pikiran keduanya masih saja terus tertuju pada Zaya.
Setelah sampai di kelas benar saja, Zaya terlihat tengah merebahkan kepalanya di atas meja. Membuat keduanya menghembuskan napas lega.
"Zay," panggil Dipsa, tetapi tak mendapat jawaban dari Zaya. Ia masih betah dengan posisinya.
Setelah bangun dari pingsannya dan menyadari bahwa ia masih berada di tempat itu. Zaya langsung bangkit, melangkah menuju kelas. Walaupun kepalanya masih terasa sakit.
Berjalan dengan langkah tertatih, membuat beberapa siswa-siswi SMA Bakti menatapnya aneh. Zaya tak peduli, yang ia inginkan sekarang adalah cepat sampai di kelasnya.
Bahkan ia sempat berpapasan dengan Zardan saat memasuki kelas tadi.
"Zaya!" Kali ini Wawa yang memanggilnya. Namun, masih saja tak ada jawaban.
Tanpa sengaja Dipsa menyenggol tangan Zaya. Lalu kepala itu tertoleh, membuat keduanya kaget bukan main.
Melihat darah yang mengalir dari hidung Zaya. Dipsa berteriak, membuat semua orang yang ada di kelas itu langsung menghampiri meja Zaya.
"Kenapa sih?" tanya Yovi.
Sedangkan Dipsa dan Wawa langsung menepuk-nepuk pipi Zaya. Namun, tak berhasil.
Zardan yang melihat itu, kaget bukan main. Tanpa berpikir panjang dengan cepat ia mengangkat tubuh itu.
Lesya yang melihat dari jauh, hanya bisa menahan amarahnya.
Kebetulan karena sekarang sudah masuk jam pelajaran, jadi memudahkan mereka segera sampai ke UKS.
Teman-teman Zaya dan Zardan mengikuti dari belakang. Mereka meminta izin pada guru yang baru masuk tadi. Sebenarnya guru itu tidak mengizinkan, tetapi karena bujukan dari Wingki si ketua kelas. Akhirnya ia luluh juga.
"Zardan, gak langsung ke rumah sakit aja?" tanya Yovi.
Baru saja Zardan ingin menjawabnya, Zaya yang berada dipelukannya itu membuka mata. Menatap wajah Zardan dengan senyum getir.
Zardan yang menyadari Zaya sudah sadar langsung menatapnya balik, tak kalah khawatir.
"UKS aja," lirihnya. Zardan hanya mengangguk, menuruti keinginan Zaya.
Setelah memastikan Zaya berbaring di ranjang itu. Dipsa dan Wawa yang mengambip alih. Kebetulan mereka berdua adalah salah satu anggota PMR di SMA Bakti.
Dengan telaten, Dipsa membersihkan darah yang masih saja keluar dari hidung Zaya. Tanpa rasa jijik sedikit pun.
Sedangkan Yovi yang memang tak tahan saat melihat darah langsung keluar. Ditemani oleh Wingki.
"Makanya jangan belagu, liat darah aja gak berani!" Ejek Wingki.
Yovi tak terima dengan ucapan Wingki, "Heh, gue kan cuma ngikutin kalian!" kilahnya.
Mereka berdua berada di luar ruangan UKS. Sedangkan Zardan masih di dalam. Memperhatikan gerak-gerik Dipsa dan Wawa.
"Baju lo kena darah, lepas aja ya." Dipsa membuka kancing baju Zaya setelah mendapat anggukan.
"Eh, tapi gue gak ada baju ganti nih." Panik Wawa setelah sadar bahwa ia lupa membawa baju ganti yang biasanya memang selalu dibawa nya.
Zardan yang mendengar itu, langsung membuka seragam sekolahnya. Sekarang ia hanya menggunakan kaos hitamnya saja.
"Nih, pakai." Zardan memberikan bajunya pada Dipsa. Setelah menyadari masih ada laki-laki di sana. Wawa langsung menyuruh Zardan agar segera keluar.
Tak lupa ia juga mengambil seragam laki-laki itu. Menyuruh Zaya memakainya.
"Makasih," ucap Zaya menatap punggung Zardan yang mulai menghilang dibalik pintu.
"Kok bisa mimisan sih, Zay?" Dipsa membuang tisu bekas darah Zaya. Sedangkan Zaya hanya menggeleng tak tahu.
"Istirahat aja ya, gak usah masuk kelas dulu." Peringat Wawa seraya menaikkan selimut ke tubuh Zaya.
Zaya hanya mengangguk patuh, menatap kedua temannya ini dengan senyum hangat. Beruntungnya ia bisa memiliki teman seperti Dipsa dan Wawa yang sangat peduli. Bahkan mereka belum lama mengenal. Namun, terlihat sudah sangat akrab dan saling melindungi.
"Makasih ya." Dipsa dan Wawa hanya mengangguk sambil tersenyum pada Zaya.
"Lo bikin kita khawatir tau!" kekeh Dipsa.
"Maaf deh. Kalian gak masuk kelas?" tanya Zaya sambil memegang kepalanya yang kembali terasa sakit. Membuat Dipsa dan Wawa kembali khawatir.
"Kenapa, kepala lo sakit ya? Mau gue pijitin?"
Zaya hanya menggeleng lemah, "Gak usah, Wa. Kalian masuk aja ya, nanti ketinggalan pelajaran lagi. Aku gak papa kok sendirian." Jelasnya.
Dipsa dan Wawa tampak berpikir, keduanya menggeleng. Namun, Zaya kembali menyakinkan temannya itu bahwa ia akan baik-baik saja.
"Tapi lo jangan macam-macam ya, tidur aja istirahat," ujar Wawa yang dibalas anggukan dari Zaya.
"Tidur!" ucap Dipsa sekali lagi saat keduanya sudah ingin membuka pintu UKS.
Zaya mengangguk dan menampilkan senyumnya. Lalu kedua temannya itu keluar dari sana, sekarang Zaya hanya sendirian. Menatap tumpukan tisu yang ada di tong sampah itu dengan pikiran yang menerawang entah ke mana.
Perlahan Zaya mulai menutup matanya, sebelum itu ia juga bertekad akan memeriksa kesehatannya setelah pulang sekolah nanti. Zaya siap menerima semua kenyataan yang akan ia hadapi nantinya, serta kemungkinan lainnya.
"Lo gak masuk, Dan?" tanya Yovi yang sudah bersiap kembali ke kelas bersama Wingki, Dipsa dan Wawa.
Zardan hanya menggeleng, "Kalian aja, jangan lupa izinin gue."
Teman-temannya pergi dari sana dah Zardan masuk ke UKS. Melihat Zaya yang sudah terlelap.
Zardan menarik sebuah kursi, lalu duduk di depan ranjang Zaya. Menatap wajah terlelap itu tanpa berkedip.
Apa cuma nama lo doang yang kebetulan sama? Tapi kenapa gue bisa sekhawatir ini.
Zardan menggusap peluh yang ada di dahi Zaya. Lalu tangannya beralih menggenggam tangan itu.
Sadar apa yang tengah ia lakukan, Zardan melepaskan tangannya. Namun, tetap betah memandang wajah Zaya yang terlelap.
Cantik. Batin Zardan tanpa sadar sebuah senyumana muncul di wajahnya.
Jari tangan itu dengan jahil menyentuh bagian pipi Zaya. Zardan merasa kembali ke masa lalunya.
Teringat masa kecilnya saat ia bermain dengan anak perempuan itu. Bagaimana ia selalu menyentuh pipinya, lalu menyuruhnya agar tersenyum sehingga timbul lobang dipipi bulat itu.
Zardan merindukan masa kecilnya, lebih tepatnya sahabat kecilnya yang tak juga kunjung kembali.
___Ikutin terus ya kelanjutannya:)
See you♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Zardan & Zaya [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] [TERBIT] Zaya kehilangan semuanya, hidupnya seolah tak lagi berarti sebab penyakit yang dideritanya. Ia juga harus hidup di sebuah panti asuhan. Namun, ada satu nama yang berhasil membuatnya kembali ingin tetap hidup dan ba...