"Zardan, kasian loh dia udah datang jauh-jauh cuma buat nemuin kamu." Hampir yang ke lima kalinya Sinta menasehati sang anak, tetapi Zardan masih saja tak mau beranjak sedikitpun dari tempat duduknya.
"Salah dia, orang Zardan gak ada nyuruh datang ju--"
"Zardan." Sinta memotong ucapan Zardan. Lalu menggusap tangan sang anak dengan lembut, "Samperin gih," tambahnya.
Dengan malas Zardan akhirnya bangkit dari duduknya, berjalan ke arah lemari mengambil pakaian. Sinta yang melihat itu hanya tersenyum, lalu meninggalkan kamar sang anak.
Setelah selesai mengganti pakaiannya, Zardan langsung beranjak turun menemui Lesya yang terlihat tengah asik berbincang dengan bunda nya.
"Nah, itu Zardan nya. Tante tinggal dulu ya," pamit Sinta yang dibalas anggukan oleh Lesya.
Zardan duduk di depan Lesya yang masih saja terlihat tersenyum ke arahnya.
"Mau ngapain?" tanya Zardan setelah beberapa menit tak ada yang memulai obrolan.
"Jalan yuk!" ajaknya tanpa rasa malu sama sekali pada Zardan. Biasanya laki-laki yang akan mengajak perempuan jalan-jalan, kali ini malah kebalikannya.
"Emang, gak ada laki-laki lain yang bisa lo ajak?" sinis Zardan, tampak tak suka dengan kehadiran Lesya di rumahnya.
Lesya hanya bisa menggeleng pelan seraya menundukkan kepala. Menggenggam tas kecilnya dengan begitu erat, sampai Zardan dapat melihatnya dengan jelas. Mungkin perempuan itu sedang menahan malu karena ajakannya barusan, pikir Zardan.
Tanpa aba-aba Zardan langsung menarik tangan Lesya, mengajaknya keluar dari rumah. Tak lupa ia juga berpamitan pada sang bunda.
"K-kita mau ke mana?" tanya Lesya dengan sedikit gugup karena tangannya yang digenggam oleh Zardan, membuat jantungnya lagi-lagi berdetak kuat. Sebisa mungkin Lesya merilekskan tubuhnya agar tidak bersikap berlebihan atas perlakuan Zardan barusan. Namun, sayangnya ia tidak bisa. Bahkan wajahnya sekarang sudah memerah menahan malu.
"Jalan-jalan," jawab Zardan sambil memasang helm. Lalu menghidupkan motornya, tanpa disuruh Lesya langsung menaiki motor besar itu.
Setelah merasa Lesya sudah duduk dengan aman di belakang, Zardan langsung melajukan motornya keluar dari halaman rumah.
Beberapa saat kemudian motor itu sudah ikut berbaur dengan kendaraan lainnya di jalan raya. Lesya mengeratkan pelukannya pada pinggang Zardan. Menghirup aroma wangi dari tubuh itu dengan sesekali tersenyum senang.
Tidak menyangka jika Zardan bisa memperlakukannya seperti ini. Bahkan sepanjang jalan pun, ia tidak protes saat dipeluk. Berbeda dengan Zardan yang biasanya akan langsung marah saat ia peluk.
Apa Lesya boleh berharap, jika Zardan tetap seperti ini. Memperlakukannya dengan baik, tanpa ada ucapan-ucapan yang membuatnya sedih. Lesya sungguh bahagia saat ini, jika bisa menghentikan waktu ia hanya ingin berada di dekat Zardan selamanya seperti sekarang.
***
Zaya tampak senang, pasalnya ia baru saja pulang dari pasar untuk membeli perlengkapan dapur yang mulai berkurang. Tadinya Bu Ningsih tidak mengizinkannya karena melihat wajah Zaya yang pucat, Bu Ningsih khawatir jika ia sakit.
Namun, Zaya dengan keras kepalanya malah mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Dengan kedua tangan yang sibuk menenteng beberapa plastik berisi sayur dan keperluan lainnya. Zaya tak berhenti tersenyum pada setiap orang yang dilewatinya.
Sakit kepalanya yang bisa datang tiba-tiba tidak membuat Zaya terlalu cemas, ia harus yakin bahwa tubuhnya ini sehat. Jika hanya berdiam diri saja, maka sakitnya akan betambah terasa, makanya Zaya memutuskan untuk ke pasar. Lagipula Bu Ningsih juga terlihat kelelahan karena harus mengurus si kecil Bintang.
Saat lampu merah, Zaya langsung menyebrang. Matanya tak sengaja menatap orang yang sangat ia kenali tengah membonceng seorang perempuan.
Ya, itu Zardan dan Lesya. Seketika pikirannya melayang entah ke mana. Bahkan bunyi klakson yang menyuruhnya agar cepat berjalan pun sampai tak terdengar.
"Woi, mau mati ya lo!" teriak salah satu pengendara mobil sambil menatap Zaya dengan cara mengeluarkan kepalanya sedikit dari kaca mobilnya.
Zaya langsung tersentak kaget dan cepat-cepat berjalan, karena ia sudah menganggu aktivitas pengendara yang hendak lewat.
Jantung Zaya berdetak kuat, saat mendengar berbagai umpatan yang ditujukan padanya. Ia hanya bisa mengumamkan kata maaf seraya melangkah menjauh dari sana. Hanya karena melihat Zardan ia sampai tidak fokus seperti tadi, membuatnya berhasil merutuki dirinya sendiri.
"Kakak baik-baik aja?" tanya seorang anak laki-laki dengan gitar kecil ditangannya. Sepertinya anak laki-laki ini baru selesai mengamen.
"I-iya, gak papa kok." Zaya tersenyum sambil duduk di kursi halte bersama dengan anak laki-laki itu.
"Lain kali kalo nyebrang, jangan ngelamun lagi kak," nasehatnya sambil menatap Zaya dengan serius.
"Eh, iya. Nama kamu siapa?" tanya Zaya sambil mengulurkan tangannya mengajak anak laki-laki itu bersalaman.
Terlihat ia langsung menggosok tangannya pada baju yang ia kenakan sebelum membalas uluran tangan dari Zaya. "Aku Tio, kalo kakak?"
"Zaya," jawabnya. Mereka kembali diam setelah perkenalan singkat itu.
Zaya kembali mengingat pemandangan yang ia lihat tadi, saat tangan Lesya dengan begitu eratnya memeluk tubuh Zardan.
"Kak, aku pulang dulu ya. Sampai jumpa!" Pamit Tio setelah beristirahat sebentar. Zaya hanya melambaikan tangannya pada Tio yang sudah menghilang dibalik simpang jalan itu.
Zaya juga mulai mengangkat belanjaannya, lalu kembali melangkah menuju pulang.
Lesya tersenyum menang, saat tak sengaja melihat wajah sendu dari Zaya. Sedangkan Zardan yang juga tak sengaja melihat ke arah perempuan itu hanya terdiam. Entah kenapa, ia merasa jika Zaya menatapnya dengan pandangan penuh terluka.
Motor Zardan berhenti di depan sebuah cafe. Dengan cepat Lesya turun, lalu hendak mengajak Zardan agar masuk. Namun, sayang Zardan sama sekali tidak turun dari motornya dan bahkan masih memakai helm.
Zardan membuka sedikit kaca helmnya, lalu menatap ke arah Lesya yang terlihat bingung.
"Maaf gak bisa, temen gue ngajak kumpul," lontarnya tak bersalah sama sekali. Lesya hanya bisa tersenyum masam dan melepaskan tangannya yang tadi menarik Zardan. Membiarkan motor itu berlalu dari hadapannya.
Baru juga bahagia sebentar, udah dibuat jatuh aja sekarang. Batinnya sambil melangkah menuju cafe Anta, milik sang abang. Padahal Lesya sudah mempersiapkan banyak hal yang akan ia lakukan bersama dengan Zardan. Namun, sayang lagi-lagi semuanya tidak sesuai keinginannya.
Zardan masih melajukan motornya menuju tempat terakhir ia melihat Zaya tadi, tetapi sekarang sudah tidak ada. Cukup lama Zardan berdiam di atas motornya dengan pandangan yang terus saja menatap sekelilingnya, berharap bisa menemukan Zaya.
Tak kunjung menemukan apa yang ia cari, Zardan kembali melajukan motornya menuju pulang. Yovi dan Wingki tidak ada mengajaknya untuk berkumpul, tadi ia hanya berbohong pada Lesya agar tidak berlama-lama lagi dengan perempuan itu.
Sedangkan Zaya, terlihat sudah sampai di panti asuhan. Ia membawa belanjaan itu ke dapur, lalu mencucinya sebagian. Karena setelah ini ia akan memasak makanan untuk anak-anak panti.
Saat tengah asik memindahkan sayur-sayuran, Zaya merasa hidungnya kembali mengeluarkan darah. Benar saja, saat jarinya menyentuh bagian hidungnya terdapat darah, lagi-lagi ia mimisan.
Zaya membersihkan hidungnya setelah merasa darah itu sudah berhenti keluar. Lalu kembali dengan aktivitas memasaknya.
___
Kalo ada typo tandain aja😉See you♡

KAMU SEDANG MEMBACA
Zardan & Zaya [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] [TERBIT] Zaya kehilangan semuanya, hidupnya seolah tak lagi berarti sebab penyakit yang dideritanya. Ia juga harus hidup di sebuah panti asuhan. Namun, ada satu nama yang berhasil membuatnya kembali ingin tetap hidup dan ba...