Happy Reading!
***
"Vio, bangun, Vi!" guncangan aku rasakan untuk yang kesekian kalinya. Aku tahu siapa yang mengganggu tidurku, tapi rasanya terlalu malas untuk membuka mata. Aku masih benar-benar mengantuk mengingat aku baru saja tertidur saat jam menunjukkan angka tiga pagi. Dan sekarang aku tidak tahu pukul berapa, karena yang aku rasa, aku baru saja terlelap dan tiba-tiba tubuhku di guncang. Bukankah itu menyebalkan?
"Violeta, bangun woy! Lo tidur apa mati sih sebenarnya," ujarnya mulai kesal. Dapat aku rasakan setelahnya si pengganggu itu pergi entah ke mana. Aku malas untuk sekedar melihat kepergiannya, kantuk itu tidak dapat aku cegah dan sepertinya aku akan memutuskan untuk tidur hingga sore. Semoga tidak ada yang mengganggu lagi.
Namun keinginan itu hanyalah sebuah angan karena selanjutnya aku justru terperanjat bangun dengan mata yang di paksa terbuka saat kucuran air menimpa wajahku dan itu benar-benar dingin hingga membuat kantukku hilang, di gantikan dengan kekesalan.
"Anggara Pradifta Putra, sialan lo, ya!" teriakku murka pada si pengganggu yang langsung melarikan diri dengan tawa menggelegar terdengar mengejek, dan itu sangat menyebalkan.
Sial!
"Awas lo, Gar, gue bales nanti!" sumpahku kesal lalu melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Mandi? Nanti saja, ini hari libur dan aku tidak bisa untuk mandi pagi di hari libur seperti ini. Terlalu malas dan sayang air. Ingat kita harus hemat untuk calon generasi lainnya, dan salah satunya dengan cara tidak mandi di hari libur, haha. Tolong jangan di contoh.
Ah, ya sebelumnya perkenalkan, namaku Violeta Putriani Mahendra, anak kedua dari pasangan Papi Mahendra dan Mami Lilyana. Yang tadi mengganggu tidurku adalah sahabatku, sekaligus tetanggaku yang rumahnya hanya terhalang dua rumah dari rumah yang aku tinggali sejak dalam kandungan hingga saat ini.
Kisahku dengan Gara ini tidak jauh berbeda dengan kisah-kisah kebanyakan orang dengan tetangganya. Aku juga tidak tahu percisnya mengenai kedekatan antara aku dan dia, karena yang jelas, orang tua Gara adalah sahabat dari papiku. Mungkin karena itulah aku juga bersahabat dengan pria jahil itu.
Bukan karena bertetangga saja sih sebenarnya, tapi kami pun selalu berada di sekolah yang sama dan kelas yang sama semenjak TK hingga kini kami duduk di bangku SMA. Menyebalkan bukan? Tapi aku bersyukur sebenarnya karena dengan begitu ada seseorang yang bisa aku andalkan, ada seseorang yang bisa aku mintai bantuan dan ada seseorang yang melindungiku. Jangan salah, jahil-jahil begitu Gara adalah orang yang akan berada paling depan saat ada yang menjahatiku.
Bukankah itu manis?
Oke, selesai membahas yang tidak penting itu karena kini perutku sudah berbunyi meminta asupan gizi. Jadi, dari pada tidur kembali aku memilih untuk turun ke dapur, mengisi perutku lebih penting dari pada membahas cowok menyebalkan semacam Gara. Lagi pula rasa kantukku sudah hilang saat ini.
"Selama pagi kakak cantikku," sapaku begitu tiba di ruang makan dan mendapati sang kakak sudah duduk di sana bersama Gara yang dengan tidak malunya ikut sarapan padahal ini bukanlah rumahnya.
Dasar pengemis!
"Pagi, Dek. Sini duduk, sarapan." Kakak-ku menari kursi di sampingnya, mempersilahkan.
"Lo gak nyapa gue juga, Vi?"
Aku mendelik tak menanggapi, masih kesal pada cowok itu karena sudah mengganggu tidur cantikku dengan cara menyiramkan air. Aish, sungguh menyebalkan, dan aku ingin sekali mengacak-acak wajah tampan Gara dengan garpu. Biar tahu rasa!
"Papi mana, Kak?" tanyaku saat tidak menemuka laki-laki pujaanku di dapur.
"Om Mahen lari pagi," Gara yang menjawab, membuat Kak Mawar yang hendak membuka suara urung dan mendelik kesal ke arah pria tengil itu. "Dari tadi gue bangunin lo mau ngajak lo lari pagi, biar sehat. Eh lo-nya malah kebo!" tambahnya mencibirku, tapi aku tidak menghiraukannya, aku masih marah, dan malas berbicara pada cowok menyebalkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violeta
Teen FictionTidak akan ada yang pernah baik-baik saja ketika pengakuan hanya di anggap kekonyolan. Tiga tahun, waktu yang Vio habiskan untuk mencintai sahabatnya, namun tidak sekalipun Gara melihat keseriusannya. Gara selalu mengatakan bahwa dia tidak ingin me...