Part 23

204 49 4
                                    

Elusan pelan terkesan lembut itu pada pucuk kepalanya membuat Wenda terusik. Ia membuka kedua matanya dan sedikit mendongak siapa yang sudah mengelus lembut surainya. Matanya hanya bisa melihat siluet seseorang karena buram, ia pun mengerjapkan matanya lucu. Seseorang itu hanya terkekeh lucu melihat Wenda mengerjapkan matanya seperti itu. Wenda masih mengerjapkan matanya sesekali mengucek matanya tetapi pendengarannya mendengar kekehan yang familiar di telinganya.

Ketika sudah terasa jelas, Wenda mendongak siapa yang telah mengelus kepalanya dengan lembut itu dan bertapa terkejutnya ia bahwa sang pengelus kepalanya adalah lelaki yang akhir-akhir ini bersamanya, Enggar. Ya, lelaki tampan itu berada di hadapannya sekarang. Enggar tersenyum kecil melihat ekspresi terkejut gadis mungil itu seraya mendaratkan bokongnya di lantai balkon tersebut.

"Kaki lo gak sakit di tekuk kayak gitu terus?" tanyanya, memecah keheningan sesaat. Wenda masih tak bergeming dari diamnya. Apakah ia bermimpi? Tetapi elusan dan suara pria tampan tersebut sangatlah jelas.

"Gimana lo bisa disini? Kok lo tau rumah gue?" tanya Wenda masih bingung dengan semua ini. Dengan menghiraukan ucapan Enggar mengenai kakinya yang akan kram jika terus menekuk seperti itu.

"Insting, mungkin?" ujarnya seraya tertawa renyah. Wenda yang mendengar ucapan dan tawa itu tanpa sadar sedikit tersenyum kecil. Enggar, lagi-lagi pria ini bisa membenarkan hatinya yang sedang terluka.

"Serius ish!" kesalnya seraya mencebikkan bibirnya. Enggar hanya tersenyum dan mengacak surai coklat itu gemas. "Adek lo manggil gue kesini".

"Hah?!" pekiknya tak mengerti. Bagaimana? Apa maksud dari ucapan pria itu? Wenda benar-benar tidak paham. Enggar tersenyum kecil sedikit menundukkan kepalanya sebelum memulai ceritanya kepada Wenda.

flashback on

Enggar sedang asik menatap layar komputernya dengan gitar di pangkuannya. Ia sedang melihat tutorial cara bermain gitar dengan chord lagu kesukaannya. Ia akhir-akhir ini memang menyukai kegiatannya tersebut. Mungkin kegiatannya ini akan bermanfaat bagi seseorang. Enggar jika mengingatnya hanya tersenyum kecil.

drtt drtt...

Mendengar panggilan masuk dalam teleponnya, ia pun langsung menaruh gitarnya di tempatnya dan mengambil ponselnya. Mengerutkan keningnya tetapi tetap mengangkatnya.

"Halo?"

"Kak Enggar. Bisa lo dateng kesini?" ucap seseorang di sebrang sana. Enggar hanya mengerutkan keningnya, memangnya ada apa?

"Kenapa Mahmud? Lo berantem sama adek gue?" tanya Enggar. Ah, iya memang mengetahui hubungan adiknya dengan Mahmud, adik kandung Wenda. Ketika ia bertamu untuk pertama kalinya, yang membukakan pintunya adalah Mahmud. Awalnya ia sangat terkejut tetapi keterkejutannya itu terpatahkan ketika Mahmud menjelaskan bahwa ia adalah adik kandung dari sang pujaan hati. Ia pun bisa bernafas lega.

"Bukan kak. Ini.. masalahnya kak Wenda" ucapnya dengan sedikit lirih. Enggar yang mendengar ucapan itu langsung berdiri dari duduknya.

"Kenapa Wenda? Coba ngomong yang jelas" ucapnya gemas karena Mahmud tidak menjelaskan secara to the point.

"Kak Wenda hari ini gak jadi jalan sama kak Cakra. Kak Cakra ingkarin janjinya lagi ke kak Wenda. Gue gak sengaja denger dia nangis kenceng banget sampek sesenggukan gitu. Gue gak tega kak. Please, dateng ya kak. Gue gak tau harus hubungin siapa yang bisa buat kak Wenda sedikit membaik tanpa bertindak gegabah kayak kak Senja maupun kak Safira. Please ya kak dateng kesini. Gue beneran sesek liatnya" ucap Mahmud sebrang sana dengan suara paraunya. Enggar yang mendengarnya merasa ikut tersakiti.

GHOST OF YOU ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang