Arstel#12

4.7K 231 0
                                    

------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

------------

Arthur memiringkan kepalanya kearah kanan, "Kenapa kau terus terkejut ketika melihat ku?" tanya Arthur.

"Dan, mengapa kau terus saja mengikuti ku? Tuan, silakan kau keluar dari sini." balas Stela, lalu menunjuk pintu keluar dengan jari telunjuknya.

Arthur menaikan satu alisnya, "Siapa kau? Pemilik restoran ini? Bukan 'kan? Lalu, apa hak mu untuk menyuruh ku keluar dari sini, Nyonya Stela." ujar Arthur dengan senyuman liciknya.

Stela mengepal geram tangannya, "Aghrrr, terserah." Stela menghentakkan kakinya, lalu meninggalkan Arthur menuju ke arah dapur.

Arthur tak bisa menahan tawanya ketika melihat Stela terlihat marah. Bukannya seram, Stela justru terlihat sangat manis dan imut ketika sedang marah. Wajah lugu Stela, dan matanya yang besar membuat Stela semakin terlihat menggemaskan.

Di dalam dapur, Stela tak berhenti bergerutu. Ia sangat kesal dengan bos-nya yang menerima Arthur bekerja di sana. Melihat Stela yang begitu kesal, membuat beberapa temannya tak berani menegur Stela. Mereka takut jika amarah Stela akan di lampiaskan kepada mereka.

Tak lama, Arthur masuk ke dalam dapur dengan membawa beberapa piring kotor yang entah dari mana ia dapatkan. Arthur mendekat kepada Stela, lalu memberikan beberapa piring kotor itu.

"Dari mana kau mendapatkan piring-piring kotor ini? Bukankah kita belum membuka restoran ini?" tanya Stela dengan nada yang sedikit ketus.

"Tak perlu tau dari mana aku mendapatkannya, yang jelas cuci piring kotor ini hingga tidak ada satu noda pun yang tersisa." balas Arthur.

Stela tertawa dengan sangat keras, "Apa kau sedang bercanda, tuan Arthur? Jika piring ini saja kau masih menyuruh ku, lalu tugas mu di sini apa? Memamerkan ketampanan mu di depan para pembeli?"

"Boleh juga. Sebelumnya, terima kasih telah mengatakan jika aku tampan. Sebenarnya aku sudah menyadari itu sejak lama." balas Arthur.

Stela membuang kasar nafasnya, "Terserah, kau sangat membuat ku lelah."

"Belum juga mulai, kau sudah kelelahan." ujar Arthur dengan senyum, lalu mengangkat kedua alisnya bersamaan.

Stela menggelengkan kepalanya, "Kau sungguh meresahkan."

"Apakah kalian berdua akan terus bertengkar? Lihatlah, sudah banyak sekali yang datang ke sini untuk sarapan. Berhenti berdebat, kembali bekerja!" seru Laurent sembari menata piring.

Stela mulai memasak di temani dengan Syadila, dan semua yang berada di dapur mulai bekerja. Sedangkan Arthur hanya diam melihat kesibukan yang orang lakukan di dapur itu. Arthur berkali-kali melirik Stela, lalu mendekatinya.

"Apakah kau bisa memberi tau ku apa yang harus aku lakukan?" tanya Arthur.

Stela menoleh ke arah Arthur, "Berikan kedua tangan mu," Arthur memberikan kedua tangannya. Stela meletakkan satu nampan kayu di atas tangan Arthur, lalu menambahkan beberapa pesanan beberapa orang di atasnya.

"Tugas mu, memberikan ini kepada orang-orang yang memesan makanan ini. Kau mengerti? Pergilah." ujar Stela, lalu kembali memasak.

Arthur hanya diam menatap Stela, seolah ingin meminta bantuan. "Ada apa? Mengapa kau masih di sini?" Stela mengernyitkan alisnya. Arthur menarik panjang nafasnya, "Bagaimana aku bisa mengantarkan makanan ini? Bahkan, aku pun tak tau siapa saja yang memesannya." bisik Arthur.

Stela memutar malas matanya, "Apa kau tak melihat ini, tuan Arthur?" Stela mengangkat secarik kertas yang terdapat di atas nampan.

"Baiklah." balas Arthur, lalu keluar dari dapur untuk mengantarkan beberapa makanan sesuai dengan kertas yang sedang ia pegang.

Dari dapur, Stela melihat Arthur yang masih terlihat bingung dengan cara mengantarkan makanan. Namun, melihat Arthur kebingungan membuat Stela tersenyum begitu manis. Bagaimana tidak, Arthur terlihat begitu menggemaskan ketika ia sedang kebingungan seperti itu.

Syadila menyenggol Stela dengan pundaknya, "Ups, ada yang sedang jatuh cinta rupanya." bisik Syadila.

"Apa yang barusan kau katakan?" Stela menatap tajam Syadila, "Tidak ada, aku hanya memastikan jika air ini sudah mendidih." Syadila dengan cepat memindahkan air yang ada di panci ke dalam mangkuk yang sangat besar.

Arthur masih dengan satu pesanan, ia benar-benar sangat bingung.
Dengan begitu putus asa, Arthur menarik panjang nafasnya "Apa ada yang memesan Coklat panas? Tolong angkat tangan kalian jika ada yang memesan coklat panas." teriak Arthur memenuhi isi di dalam restoran itu.

Dari dalam dapur Stela begitu kaget mendengar suara Arthur. Ia dengan cepat keluar dari dapur dan mendapatkan satu orang mengangkat tangannya, lalu Arthur mendekati orang itu untuk memberikan satu gelas coklat panas yang ia pesan.

Arthur berjalan kembali ke arah dapur, "Mengapa kau malah berteriak?" tanya Stela.

"Itu namanya ilmu baru, kau tak perlu heran." balas Arthur, "Namun cara mu itu akan menganggu yang lainnya!" ujar Stela.

"Apakah benar? Apa kalian terganggu dengan suara ku?" teriak Arthur.

"TIDAK," semua yang sedang makan pun ikut membalas Arthur. Stela menggelengkan kepalanya, Arthur sungguh meresahkan.

Selamat malam & Selamat membaca.

Arthur Ricard || [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang