Pt. 14 (Eclipse)

312 66 34
                                    

“Pilihan? Menyembuhkan?”

Apa aku memiliki sesuatu seperti itu? Apakah aku bisa melakukan salah satunya?

Jungkook menghela napas, menyeret sepasang sepatunya semakin giat beradu dengan aspal jalanan. Angin malam dingin yang bergulir disisinya semakin terasa menusuk kulit.

“Bukankah waktuku untuk pergi sudah tiba?” Monolog pemuda itu masih berlangsung.

Bisikannya melebur tanpa jawaban pada malam yang semakin menggelap. Ya, meski apa yang berusaha diwujudkannya belum sepenuhnya tercapai tetapi ia sudah menemui titik hitam, pertanda ia harus kembali. Pertanda ia harus menelan setiap angan-angan manis yang sempat singgah, bergelayut berusaha menggoyahkan pendiriannya. Kali ini ia akan benar-benar pergi.

Atensi pemuda itu sekejap beralih menatap ke atas, menemukan awan gelap yang bergumul hampir menutupi langit malam sepenuhnya, mengaburkan kerlap-kerlip bintang. Lebih dari itu, cahaya remang lembut rembulan bahkan tak terlihat. “Awan seharusnya melebur menjadi hujan lebih cepat’kan?”

Pemuda itu berusaha merangkai senyum di tengah kedua netranya yang memanas hendak meloloskan cairan bening yang telah mengambang, sebelum derit getar ponsel di dalam sakunya terdengar. Kini kedua alisnya berkerut tatkala melihat pesan singkat yang terpampang pada layar benda berbentuk persegi tersebut.

From : Son Raena

Jung, bisakah kau menemuiku di rumah? Sungguh, ada hal yang sangat ingin aku katakan padamu.


○♤○


Sedikit terengah, kepulan napas putihnya berbaur cepat. Jungkook berhenti beberapa langkah dari rumah  diujung sana, menatap ragu dari kejauhan.

Haruskah ia melakukan ini? Haruskah ia memandang sekali lagi netra hitam gadis itu?

Jungkook menggigit bibir bawahnya. Terombang-ambing dalam ombak kebimbangan yang kini menyeret semakin kuat. Tetapi, laju pikiran tak bisa ia sejalankan dengan desiran di dalam sana yang ikut berdetak bersama denyut jantung dan dalam setiap tarikan napas. Hingga tanpa sadar tungkainya telah berjalan membawanya mendekat ke arah rumah tersebut, berakhir berdiri di depan pintu dalam remang cahaya lampu di atasnya. Menarik napas pendek, jemari pemuda itu terangkat hendak mengetuk pintu sebelum lampu di atasnya mendadak padam.

“Rae?!” Jungkook setengah memekik. Segera diselimuti kepanikan ketika kegelapan total menyambutnya mendadak. Ia kini tergesa mengetuk pintu kayu di depannya. “Rae, kau di dalam? Buka pintunya—akh!”

Tubuhnya bertubrukan dengan pintu. Sesuatu memukul tepat pada bagian belakang kepalanya dengan keras. Pandangan matanya mengabur di tengah kegelapan yang berangsur-angsur menelannya lebih jauh. Apa yang terjadi?

Jungkook berusaha bertahan dan menggapai sesuatu untuk menahan tubuhnya tetap tegak. Tetapi, sebuah  jarum mendadak telah menancap dalam pada bagian lehernya— seseorang tengah menyuntikkan sesuatu, sebelum semua menjadi begitu gelap.


○♤○


“Hei, aku baru saja bersusah payah menyeret malaikat penolongmu untuk menemuimu di sini. Kau tak ingin menyapanya?” Hyojoo sedikit terengah lelah, sembari mengeratkan ikatan tali yang menjerat tubuh Raena.

Gadis itu meringis, merasakan sengatan rasa sakit dari serat tali yang menekan kulitnya lebih kuat. Disela-sela kesadaran yang mulai kembali, ia mencoba membuka mata yang terasa masih berkunang-kunang. Dalam keremangan samar, netranya menangkap sosok yang tersungkur dilantai dengan kaki dan tangan terikat. Raena seketika merasa pasokan oksigen di sekelilingnya menipis dalam sekejap membuat dadanya ngilu.

“J-jung..”

“Bagaimana? Kau senang dia ada di sini?”

“Apa yang—“

“Jangan berisik.” Hyojoo menukas. Tangannya telah menodongkan ujung pisau kearah leher sang lawan bicara. “Ikuti alurnya dengan baik, atau aku akan mengakhirinya dengan lebih menyiksa.”

Mau tak mau Raena membungkam bibirnya, menelan setiap teriakan yang ingin menggema. Bagaimana caranya ia menyelamatkan Jungkook? Kenapa lelaki itu ikut terseret?

“Kang Hyojoo,” Raena berucap rendah dengan bibir bergetar. “Kumohon lepaskan dia. Kau—kau melakukan ini karena Jimin? Ya, kan?”

Hyojoo beralih kedepan. Persis menatap Raena dengan pandangan menukik tajam.

Si Son melanjutkan waswas, “Maka...kau bisa menyelesaikan segala sesuatunya hanya denganku. Ya, hanya... denganku. Jimin—seperti yang kau katakan, segala yang terjadi padanya—aku, akulah penyebabnya. Akulah yang bertanggung jawab—“

“Maka dari itu kubilang kau harus membayarkan?” Raena terdiam. Gadis bermarga Kang itu beranjak kearah sosok yang tersungkur di dekat pintu. “Apa yang kurasakan, kau harus merasakannya juga, Raena.”

“Tidak, Jungkook...bangun!” Si Son memekik. Tetapi, pukulan tongkat kayu kasar itu telah mendarat brutal pada kepala dan sekujur tubuh Jungkook. Menyisakan bercak merah pada kayu tersebut ketika persinggungan keras dengan kepala, menggores kulit cukup dalam.

“Jungkook...kumohon...kumohon hentikan,”

Samar, netra Jungkook setengah terbuka. Berusaha untuk tidak tenggelam dalam pening bertubi-tubi yang menghantam kepalanya.

Itu...itu suara Raena. Dia—dia dalam bahaya.

Pikirannya terasa ingin berontak dan meninggalkan tubuhnya yang sangat sulit untuk digerakkan.

Aku harus menyelamatkan Raena.

“Bunuh aku, Kang Hyojoo. Kubilang bunuh aku. Kau menargetkan orang yang salah! Aku yang telah menghancurkan Jimin. Hentikan...kumohon.”

Hyojoo terengah-engah. Emosi membakarnya. Dalam balutan kepuasan ia tertawa. Gadis itu melemparkan tongkat kayu dalam genggamannya sembarang, menyisakan Jungkook yang terbujur kaku akan rasa sakit menusuk.

Kelopak mata berusaha Jungkook tahan mati-matian agar tak menutup. Di tengah kesadaran yang mulai kembali terasa dicabut paksa dari tubuhnya, ia mencoba tak kehilangan buramnya sosok Raena dari pandangan, bahkan ketika aliran cairan kental kemerahan ia rasa telah merembes pada beberapa pusat rasa sakit dikepalanya.

“Padahal aku sangat menginginkan saudara sialanmu itu juga membayar apa yang seenaknya ia lakukan. Tetapi, apa boleh buat? Hanya kau dan satu orang penganggu ini yang tersisa. Akan kubiarkan kau menemui Kim Taehyung berengsek itu dengan perlahan-lahan.”

Hyojoo perlahan mendekat kearah Raena, menjilat bibirnya sekilas dan menatap binar kilauan pisau lipat yang dikeluarkannya dari saku hoodie.

Tidak-tidak.

“Hen-hentikan...” Jungkook terbatuk-batuk, tubuhnya menggeliat dalam dera rasa sakit. “Aku...a-aku yang membunuh Jimin.” Pemuda itu meratap sendu. “Aku adalah Kim Taehyung.” [♤]

Hydrangea || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang