“Oke, jangan membohongiku lagi,” Hoseok menggerutu, menunjukkan ponsel yang tengah menampilkan chat singkat. “Katakan, apa yang terjadi padamu kemarin?” Lelaki bercelemek abu-abu itu kini melipat dua tangannya didepan dada.
“Sudah kubilang aku mendadak terserang flu,” Gadis didepannya tak bergeming, masih berpura-pura memfokuskan diri membersihkan meja kayu.
“Wah, benar-benar.” Hoseok mendesah tak habis pikir, bibirnya berkerut sebelum melanjutkan. “Jadi, hanya karena flu kakakmu mengirimkan pesan padaku untuk lebih memperhatikan gerak-gerikmu selama bekerja dan tak membiarkanmu pergi sendirian. Aku baru tahu kalau orang yang terkena flu harus diawasi sebegitu ketat,”
Seketika gosokan kain pada meja itu terhenti. Hoseok yang melihat celah kemenangannya mendesak penjelasan, segera memiringkan kepala mendekat. “Rae, ayolah, katakan saja. Aku yakin alasan itu bukanlah rahasia dunia yang membuatmu didatangi agen khusus seperti di film-film.”
Raena membuang napas singkat.
Yah, orang didepannya tak pernah berubah. Bahkan kini energi yang dulunya digunakan untuk melontarkan ide-ide luarbiasa merepotkan sekarang malah digunakan untuk memupuk keingintahuan tinggi dengan bonus lontaran lelucon. Tetapi, tidak seperti dulu, setidaknya sekarang Raena bisa menolak maupun mengelak.
“Hmm, kakakku hanya sangat mengkhawatirkanku saja. Haachii. Lihat?” Raena menarik sudut bibirnya, sekilas menggosok hidung. “Penyakit flu ku itu sangat parah. Jadi, dia mengirimkan pesan itu padamu,” Senyuman Raena semakin mengembang bahkan kini menampilkan deretan giginya.
Hoseok mengedip dua kali, setengah jengkel. “Benarkah? Astaga, kakakmu yang bahkan sangat irit bicara itu hanya karena begitu khawatir akan flumu dia mengirimkan pesan seperti itu padaku?” Hoseok kini ikut menyunggingkan senyum memaksa. “Tapi, harus kukatakan...” Deretan giginya juga ikut ia pamerkan. “Aktingmu sangat buruk Son Raena.”
Surai hitam gadis itu bergerak kala ia mengernyit, berlagak tak ada yang salah.
Hoseok kini menggeleng, seketika kehilangan minat untuk kembali bertanya. Ia bergerak menjauh dengan senyum masam. “Lain kali, belajarlah berbohong dengan lebih baik. Bahkan anak kecilpun tahu kau sedang mengada-ngada. Baiklah, aku tak akan memaksamu menjelaskan yang sebenarnya. Jadi, semoga flumu cepat sembuh,” Laki-laki bermarga Jung itu kini benar-benar bergerak menjauh sambil mengibaskan tangan sedikit frustrasi akan percakapan yang baru saja berlangsung.
Raena menatap kepergian Hoseok, segaris kurva dibibirnya yang sedari tadi berusaha dipertahankannya kini lenyap. Ini semua adalah masalahnya sendiri. Ia tak ingin membagi apapun pada orang-orang. Bahkan kemarin ia baru saja akan menaiki kereta express ke alam sana. Kalau saja lelaki itu tak ada.
Siapa sebenarnya dia?
Serangan ingatan akan kejanggalan kejadian kemarin kembali menyedot atensinya.
Raena benar-benar yakin saat itu ia sudah sepenuhnya sadar. Ia tak mungkin salah persepsi. Ketika mendadak mendengar pertanyaan menggebu Yoongi dan jawaban aneh lelaki asing yang menarik tiket kereta expressnya itu, membuatnya berakhir terdiam dalam kebingungan mendengar konversasi lanjutan antar sang kakak dan lelaki asing tersebut.Jemari tangannya kini mengetuk-ngetuk meja, sebelum berbisik. “Untuk apa ia berbohong?”
○♤○
Jungkook meremas ujung selimut yang sedang memeluk tubuhnya. Ia masih bertahan terdiam dalam debat pikiran sambil memandang seulas wajah yang tengah memejam didepannya. “Kenapa kau melakukan ini? Apa yang—“
“Raena?”
Jungkook tergesiap, segera bangun dengan gelagapan kala sesosok orang mendekati tempatnya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hydrangea || ✔
Fanfiction[The Sequel of Eglantine] Tujuannya hanya untuk membuat sang gadis menjalani hidup bukan dalam remang kelam masa lalu, memperhatikan gadisnya dalam balutan kebohongan dari sisa reruntuhan waktu yang ia miliki. "Siapa lagi yang harus kubunuh?" ©️Pure...