Namanya Jeon Jungkook. Dan secara resmi hari ini, lebih tepatnya petang ini lelaki yang menyulut kebingungan mutlak pada pikirannya itu telah menjadi pegawai kafe Jung Hoseok, sama seperti dirinya. Entah apa lagi yang akan terjadi selanjutnya, yang pasti rasa was-was masih menguar kuat bahkan ketika ia hanya menjabat tangan lelaki itu beberapa detik sebagai perkenalan awal.
Raena kembali dilanda ragu. Ketika dipikir-pikir lagi, apakah seharusnya ia tak membiarkan Hoseok mempekerjakan laki-laki itu secara langsung tanpa masa percobaan sebelumnya? Maksudnya, biar bagaimana pun terlepas seberapa mencurigakannya si Jeon itu jika terkait kejadian kemarin, mempekerjakan seorang pelamar pekerjaan tanpa test atau semacamnya juga terasa tak benar.
Lalu bagaimana kalau dia itu...sama seperti sang mantan teman?—Park Jimin dengan pemikiran gilanya.Raena menggeleng pelan, berusaha melunturkan goresan memori buruk yang menggelayut samar. Merapatkan jaket, kini gadis itu menyeret tungkai lebih cepat, sebelum gemerisik suara menerobos telinga. Tanpa sadar membuatnya memperlambat langkah, berusaha mempertajam pendengarannya.
Semakin lama suara itu semakin jelas—sebuah suara seperti lempengan logam yang diseret pada tembok bangunan.
Sial, ia bahkan tak berani untuk sekadar menoleh, kakinya serasa hanya mampu dipacu untuk berjalan lebih cepat.
Kini suara langkah kaki seseorang yang menggema mendekat semakin menambah jalaran ketakutan disekujur tubuhnya.
“Hei!”
Tidak, jangan menoleh.
Raena kini benar-benar memacu langkahnya.
“Raena!”
“Lepas!” Raena dengan cepat menepis tangan yang baru saja menyentuhnya.
Tersengal, ia malah menemukan seulas wajah seseorang yang baru saja ditemuinya. Tatapannya menyorot tajam. “Apa yang kau inginkan?! Kenapa kau mengikutiku, Jungkook?” Tangan Raena mengepal kuat pada masing-masing sisi tubuhnya, mencoba membangun tembok keberanian.Lampu temaram yang menyinari gang basah itu membiaskan sedikit kilauan oranyenya pada wajah Jungkook. Raena tak dapat dengan jelas melihat ekspresi pemuda itu setelah lontaran kalimat bernada tinggi tadi. “Katakan apa maumu—“
“Ikut aku.” Tanpa aba-aba sebelumnya, Jungkook menggapai tangan gadis itu, menyeret Raena cukup dekat kearah tubuh atletisnya.
“Apa yang kau lakukan! Lepaskan!—“
“Stth,”
Deg
Jungkook memojokkannya pada celah sempit yang gelap. Bahkan kini pemuda itu membekap mulutnya dan tanpa segan merengkuhnya.
Susah payah ia meronta—mencoba berteriak. Ketakutan lama yang berusaha matu-matian Raena kubur, kembali menyeruak. Memori yang menggoreskan luka trauma itu kini menguar, membungkus tubuhnya.
Tidak, se-seseorang tolong...
Raena memejam kuat, tanpa sadar meneteskan bulir air mata. Namun, sesaat kemudian ia mendengar suara lirih, dengan hembusan napas hangat yang mengepul, menyentuh kulit lehernya. “Kumohon, jangan takut. Aku melihat seseorang mengikutimu tadi.”
Raena membuka kelopak matanya, tak dapat melihat dengan jelas, tetapi kini Jungkook melepas bekapannya.
Berusaha mengatur napas, gadis itu malah merasakan denyutan jantung yang berdetak cepat dibalik persinggungan tubuh mereka.
Apa ini? Dia gugup? Seberapa dekat sebenarnya jarak mereka?
“Tunggu, diamlah seperti ini sebentar saja,” Jungkook menariknya semakin dekat. Raena lagi-lagi berakhir terdiam membeku.
Sial, kenapa ia merasakan tubuhnya begitu kaku? Bahkan ia tak mampu mengeluarkan sepatah katapun. Sadar Raena! Apa yang terjadi denganmu?
“Kurasa sudah aman.” Dekapan Jungkook melonggar, tetapi jemari tangannya masih menggenggam erat sela-sela jemari Raena.
Gadis itu hanya mampu bergerak kaku, mengikuti Jungkook yang kini telah bergerak menariknya keluar dari gang sempit tadi.
“Le-lepas.” Raena menyentak pelan tangan Jungkook, melepas pegangan lelaki itu dengan energi yang susah payah dikumpulkannya.“Ah, maaf. Aku benar-benar minta maaf.” Lelaki didepannya terlihat benar-benar canggung. Tetapi Raena tak ingin lengah begitu saja.
Bagaimana kalau ini semua hanya sandiwara belaka? Ya, sama seperti dulu. Ia tak ingin mengambil resiko terjebak dalam drama memuakkan apapun itu.
Cukup hanya satu kesalahan ini saja, ia tak akan diam kaku layaknya orang bodoh dalam dekapan lelaki ini lagi apapun alasannya.
“Apa kau sadar tindakanmu tadi bisa digolongkan pelecehan?” Netra hitam legam Raena kini menyorot tajam sang lawan bicara, benar-benar ingin mengirimkan emosi yang mulai memuncak.
Jungkook sejenak menunduk, sebelum menatap lembut daribalik cahaya temaram. “Aku hanya ingin melindungimu,”
Si Son terpaku bisu. Napasnya terasa mengganjal ditenggorokan, ia susah payah menjawab. “Ak-aku bahkan tidak mengenalmu. Jangan berpura-pura, kau tak punya alasan—“
“Aku tidak berpura-pura.” Lelaki didepannya menukas. “Dan kurasa, tak perlu alasan apapun jika kita memang ingin menolong seseorang.”
Raena terdiam. Celah membenarkan diri lelaki itu terasa tak bisa dibantah. Ucapan Jungkook terasa benar. Tetapi, Raena tetap yakin bahwa ini semua tak lebih hanya pembenaran diri dan pelindung untuk menyembunyikan suatu tujuan lain.
Pada akhirnya gadis bersurai sebahu itu melontarkan pertanyaan yang sejak beberapa hari yang lalu menghantui pikirannya. “Lalu untuk apa kau berbohong kepada kakakku? Aku tak perlu bantuanmu! Bahkan ketika aku hendak melepas segalanya dihari itu!”
Hening. Jungkook tak berusaha menjawab. Ia mengubur pandangannya pada aspal gang basah yang tengah dipijakinya.
“Kau tak bisa menjawab?” Lirihan Raena melebur bersama hembusan angin malam. “Kalau begitu, katakan saja apa tujuanmu yang sebenarnya. Semua ini tidak kebetulan’kan?” Raena melanjutkan tanpa ragu, ketika lelaki didepannya tak kunjung menjawab.
Jeon Jungkook, siapa sebenarnya kau?
Namun, bukannya mendapat pengakuan berarti, Jungkook malah berujar pelan, mengatakan sederet kalimat yang membuat Raena lagi-lagi hanya terpaku bisu. “A-aku benar-benar hanya ingin menolongmu.”
Mata hitam Jungkook terlihat berbinar sendu. “Aku ingin seorang juga merasakan kesempatan kedua, menyadari bahwa... masih ada sisa harapan walau hanya setitik.” [♤]
KAMU SEDANG MEMBACA
Hydrangea || ✔
Fanfic[The Sequel of Eglantine] Tujuannya hanya untuk membuat sang gadis menjalani hidup bukan dalam remang kelam masa lalu, memperhatikan gadisnya dalam balutan kebohongan dari sisa reruntuhan waktu yang ia miliki. "Siapa lagi yang harus kubunuh?" ©️Pure...