Prologue

1.7K 128 78
                                    

“Sarapanlah dulu!” Yoongi setengah berteriak. Pemuda itu masih terfokus pada secangkir kopi yang ia aduk seadanya. Tanpa berbalikpun ia benar-benar tahu apa yang berusaha dilakukan sang adik, telinganya benar-benar jeli. Sejenak hening, akhirnya terdengar suara langkah kaki mendekat, Yoongi lalu dengan cepat membalikkan badan. “Berhenti melakukan hal kekanakan,” Pemuda itu menaruh cangkir kopinya, mengambil selai maple lalu duduk pada salah satu kursi di meja dapur.

“Maaf,” Gadis itu berujar singkat sambil menduduki kursi disebrang Yoongi.

“Untuk apa minta maaf?” Olesan selai pada pancake itu terhenti, Yoongi sedikit menghela napas, menanti jawaban.

Sang gadis mengulum seulas senyum sambil menggapai gelas berisi jus jeruk yang memang dibuatkan Yoongi untuknya, mengecap sedikit rasa cairan oranye itu sebelum kembali menaruhnya diatas meja. “Maaf, karena selalu merepotkanmu atas sikap kekanakanku.” Gadis itu meremas jalinan jemarinya, seakan ia kehabisan kata-kata untuk menjelaskan sesuatu.

“Kau tidak perlu—“ Yoongi menjeda, sejenak tampak ragu sebelum menjauhkan sepiring pancake dihadapannya, memilih benar-benar memfokuskan pandangannya kearah sang lawan bicara.“Maaf jika sikapku berlebihan, aku hanya berusaha untuk—“

“Yoongi,” Gadis disebrangnya menukas. Surai hitam pendeknya bergerak kala ia menggeleng pelan. “Aku tahu apa yang berusaha kau lakukan dan itu tidak salah jadi berhenti meminta maaf,”

Yoongi membisu, bibirnya mengerut menahan gejolak perasaan yang ingin membrontak.

Lagi-lagi hening, sebelum tangan sang gadis itu kembali menggapai segelas jus jeruk, sesaat kemudian meminumnya hingga setengah tandas. “Aku bukannya sengaja untuk menghindari sarapan saat kau punya waktu untuk menyiapkannya, hanya saja...aku memang tak biasa sarapan, jadi jangan repot-repot menyiapkannya untukku. Tapi kurasa hari ini,untuk jus jeruk aku masih bisa memaksanya masuk hehe,” Segaris kurva lengkung ia pamerkan pada bibirnya. “Dan untuk pancakenya, kurasa kau akan dapat bagian double hari ini. Baiklah, aku akan berangkat.”

Gadis itu dengan cepat beranjak sebelum dihentikan oleh ujaran serak Yoongi. “Tunggu,” Pemuda itu kini mendekat.

“Ada apa?”

Yoongi tak menjawab. Tetapi, tangannya telah terangkat, menepuk dan mengelus sekilas surai sang gadis. “Hati-hati dijalan,”

Gadis itu terdiam beberapa saat. Tentu, ia sangat mengingat gesture yang baru saja dilakukan Yoongi padanya. Sesuatu yang sangat lama. Bahkan mungkin terlalu lama untuk digoreskan kembali dalam ingatan.

Namun, sedetik kemudian gadis itu kembali memilih hanya membalas dengan senyuman dibarengi ujaran singkat. “Tentu,”

Pemuda bermarga Min itu tak sedetik pun melepaskan pandangannya pada sang gadis, bahkan setelah sosoknya menghilang dibalik pintu. Sesaat kemudian ia memandangi tangannya, lalu mengepalkannya sambil menghela napas gusar. “Apa yang sebenarnya aku coba lakukan?” Rasa sesal yang selalu memenuhi rongga dada kini seakan kembali menjalar keseluruh tubuhnya. “Hubungan kita...hubungan rapuh ini, apa bisa dibangun lagi?”

○♤○


Kaca bus itu telah menjadi sandarannya sejak beberapa jam yang lalu. Ia tidak tertidur, tidak juga berniat terjaga. Ia hanya ingin memejamkan mata tanpa mengingat apapun. Sayangnya, itu mustahil dilakukan. Memori yang tersimpan bergulir satu persatu tanpa bisa ia cegah. Pria penuh sandiwara itu, kehidupan memuakkan dimasa lalu, pandangan khawatir Yoongi, bahkan pancaran penyesalan dari dua buah netra lelaki bermarga Min itu, tak pernah sedikit pun lepas dari pikirannya.

Ia lelah, ia muak.

Gadis itu meremas kemeja peachnya, meninggalkan kerutan disana. Ia tak bisa bersandiwara lagi, ia tak bisa berpura-pura baik-baik saja.

Deritan rem terdengar, disusul suara langkah kaki yang beranjak turun dari bus. Netra hitam gadis itu sejenak memandang kaca bus yang sepenuhnya terhenti.

Kurasa, sudah sangat cukup. Mungkin, aku juga tak perlu mengucapkan selamat tinggal pada siapapun. Ah, tidak. Kurasa ada satu orang tetapi akan lebih baik aku tak memberitahunya, cukup sudah aku menumpuk rasa sesal untuknya.

Selamat tinggal, Yoongi.


○♤○


Ia memegang pagar pembatas itu, sesekali menatap kilau kebiruan warna air dibawah sana, sekaligus membiarkan angin  berhembus mengangkat beberapa helai rambut hitam miliknya. Pada akhirnya, ia berhenti disatu titik. Sejenak memejamkan mata, menikmati kilauan sinar matahari senja yang terbias. Kehangatan terakhir, sebelum dingin menusuk akan segera menyambut.

Gadis itu menjatuhkan tasnya, ia menaiki pagar pembatas, berakhir benar-benar melewati benda besi dengan beberapa bercak berkarat itu. Masih berpegangan disana, ia kembali menoleh kebawah, mendapati angin semakin berhembus kuat kearahnya. Debaran jantung memukul-mukul dada dengan cepat tetapi lambat laun keheningan telah membelenggu seutuhnya.

Ia sepenuhnya telah mati rasa.

Jemarinya satu persatu melonggarkan pegangan pada pagar pembatas, sembari menutup mata, ia perlahan-lahan berusaha benar-benar melepas tubuhnya.

“Tidak! Jangan lakukan itu!”

Greb

Kelopak matanya terbuka, melihat kaki telanjangnya bergelayut diatas aliran air tenang dibawahnya.

“Kumohon, jangan lakukan itu!” Suara laki-laki menerobos pendengarannya. Ia mendongak keatas mendapati pergelangan tangannya tengah ditahan seseorang.

“Pegang!” Laki-laki itu berteriak putus asa. “Pegang tanganku,cepat!” Tangannya yang lain terjulur meminta uluran tangan sang gadis. “Aku tak akan membiarkanmu melakukan ini!” Laki-laki itu kembali berteriak frustrasi. Masih berusaha menahan pegangan tangannya yang mulai melorot. “Kumohon! Pegang tanganku! Arghhh!”

Gadis itu hanya membisu, lagi-lagi mendongak gamang. Dalam samar dan bias cahaya matahari senja kini ia dapat melihat seulas wajah juga surai kecoklatan milik pria itu.

Laki-laki ini seperti...

“Tidak!”

Tubuhnya mendadak terasa begitu ringan sebelum disambut dekapan air yang begitu erat.


○♤○


Setetes bulir air dari surai basahnya kembali mengalir, menyentuh punggung tangannya.Tetapi atensi Jungkook sepenuhnya hanya tertuju pada seseorang yang tengah terbaring didepannya. Kelopak mata gadis itu masih memejam rapat. Jungkook berusaha meredam gejolak ketakutan yang baru saja hampir mencekiknya, jika ia terlambat sedetik saja, maka ia tak tahu lagi apa yang akan terjadi, ataukah memang sebenarnya dari awal ia memang sudah terlambat?

Beberapa menit berlalu ia hanya berakhir memandangi setiap inci wajah gadis yang tengah terbaring itu. Tentu, tanpa bisa ia tolak, sesuatu kembali memutar apapun yang tersisa dalam ingatannya.

Namun, dibalik sana, dipisahkan jarak. Sepasang mata tengah memperhatikan dua sosok itu. Sambil mendecih pelan ia memamerkan senyum miring, “Padahal, kau seharusnya sudah mati tanpa bantuanku, tetapi kurasa mungkin itu akan lebih baik, karena kali ini aku akan membuatmu merasakan rasa sakit yang perlahan-lahan. Semoga pisauku cukup tumpul untuk itu.” [♤]









A/N : Hi readers :)

Well, sebenarnya aku belum berencana publish ini sekarang, tapi aku pengen menuhin janji ke Quesarala partner halu, my sweet bestfriend😗 karena udah setia baca dari cerita pertama sampai sekarang, udah ngasi support selama ini. Semoga suka ya sama cerita ini, dari kemaren minta cast Yoongi sama Jungkook☺. Makasi banyak juga untuk surprise ulang tahunnya yang bikin super melted😚

10 Desember 2019

Hydrangea || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang