“Morning,” Pemuda itu berujar serak, lengannya tanpa permisi telah melingkar pada pinggang sang gadis.
“Oh, J-jung kau sudah bangun?” Netra si Son sempat melebar, jemarinya yang menggenggam gelas berisi air putih kini mendadak mengerat kala Jungkook menyandarkan kepala pada ceruk lehernya.
“Apa ada yang aku lewatkan kemarin? Aku tak mengerti kenapa aku bisa terlelap seperti itu. Aku bahkan tak ingat membukakan pintu,”
Udara di sekeliling seketika serasa menipis dan barangkali gelas yang tengah dipegangnya siap terjun bebas menghantam lantai kalau saja jemari bergetarnya tak cepat menaruh benda itu di atas meja.
“Jeon,” Raena berbalik canggung.
“Hm?” Lelaki itu tampak menanti, tetapi bibir sang gadis tak kunjung meloloskan suara hingga Jungkook mengacak rambutnya dengan cengiran lebar. “Ah, aku tahu ini memalukan. Kau sudah tahu ya, surprise yang aku siapkan?”
“Apa?”
“Iya, surprise.” Pemuda itu menimang-nimang, mendapat respons yang berkebalikan dengan apa yang Ia asumsikan. “Aku menyiapkan sesuatu untuk ulang tahunmu. Kau...tak lihat kertas-kertas berwarna disana?” Jungkook menunjuk kertas berserakan di atas meja.
“Oh, i-ya. Benarkah?” Raena berujar seadanya. Ada yang lebih mengganggu pikirannya selain fakta Jungkook menyiapkan kejutan untuk ulang tahunnya yang sudah berlalu. Pikirannya sedang beradu hebat di dalam sana dan ia mati-matian berusaha menahan kedua tungkainya agar tetap berdiri tegak.
“Konyol sekali,” Pemuda itu terkekeh, melihat hasil kerjanya semalam yang masih tak karuan di atas meja. “Ini seperti kejutan ulang tahun untuk anak kecil, ya kan?” Kembali menatap sang lawan bicara, Jungkook menangkup wajah Si Son. Ia berbisik tipis, segaris bibirnya tersenyum hangat. “Tapi, kupastikan kau belum melihat hadiah yang aku siapkan,”
“Hadiah?” Raena menahan napas. Ia siap meledak saat pandangan keduanya bertemu.
“Kurasa tak perlu apapun lagi, kurasa...ini saat yang tepat.”
Hening bergelayut, saat keduanya tengah mengunci pandangan masing-masing, berusaha mencari jawaban meski dengan pertanyaan yang nyatanya benar-benar berbeda sedang memenuhi pikiran mereka.
Pun keheningan mungkin saja berlanjut lebih lama kalau saja Raena tak memekik saat Jungkook menggenggam tangannya dan tetes darah seketika mewarnai lantai.“Rae, tanganmu?”
“Ah, ini—ini...ini hanya luka kecil.” Raena segera berbalik, menghindari kedua netra hitam yang menatapnya penuh selidik. Kini segera membasuh luka terbukanya pada wastafel, Ia berharap Jungkook tak akan tersulut keingintahuan berlebihan. Tetapi kemustahilan itu memang tidak seharusnya ia jadikan harapan. Karena tentu, pemuda itu lalu segera menderanya dengan pertanyaan lain.
“Bagaimana kau bisa terluka?”
“Aku—aku terlalu ceroboh saat memasak kemarin.” Raena berusaha memamerkan senyum, sebelum kembali mengalihkan atensi pada air basuhan yang masih berwarna kemerahan.
“Bagaimana bisa separah ini?” Pemuda itu menggapai tangannya, “Rae, jelaskan padaku—“
“Lepaskan!” Raena tanpa sadar memekik, sebelum tersadar akan tindakannya.
Seharusnya ia menyembunyikan ini dengan lebih baik.
Sedetik kemudian sang gadis mengatur napasnya yang sempat tersengal. “Aku baik-baik saja, Jeon.” Ujarnya tipis masih menghindari tatapan Jungkook. “Aku lelah. Kurasa aku pulang saja.”
Tungkai Raena sudah siap memutar kalau saja lelaki itu tak menahan pergelangan tangannya dan menariknya mendekat. “Jangan menghindar. Kau terlihat tidak baik-baik saja,”
“Tidak, aku benar-benar baik-baik saja, Jung. Percayalah.”
“Jangan menyembunyikan apapun,” Lelaki di depannya kembali berujar. Tatapannya menyorot dan memohon penjelasan.
Raena menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak pergulatan yang tengah memanas. Sekali lagi ia meloloskan kalimat penenang, “Aku tak menyembunyikan apa pun, sungguh.”
Si Jeon mendesah pelan, “Bagaimana aku bisa percaya? Paling tidak, jangan menghindar seperti ini. Kau bisa mengobati lukamu disini—“
“Kubilang aku baik-baik saja!”
Jungkook terdiam, meski setelahnya pancaran penyesalan tersemat pada netra Raena. Tetapi, teriakan tadi cukup menjadi alasan untuknya mengambil tindakan lain.
“Kau...semakin terlihat berbohong,” Ucapan Jungkook membelah keheningan. “Katakan apa yang terjadi, Rae.” Netra hitamnya menyorot milik Raena dengan segaris kekecewaan. “Aku hanya khawatir, tak bisakah kau mengerti? Kenapa kau tak bisa menjelaskan—“
“Bagaimana caranya aku menjelaskan?!” Raena sepenuhnya lepas kendali. Dadanya serasa luar biasa sesak. Ia tak bisa lagi menahan lebih lama. “Bagaimana aku menjelaskan ketika kau bahkan tak mengingatnya?!”
“Apa yang kau bicarakan, Rae?”
“Apa kau...benar-benar tak ingat apa yang terjadi semalam?”
○♤○“Jeon?”
Entah sudah berapa kali suaranya membelah dinginnya malam di luar rumah lelaki itu. Beberapa kali mengetuk pintu kayu di depannya, tak satu pun balasan tanda kehidupan menyambut di tengah hawa yang menyusup, memaksa masuk ke dalam serat-serat pakaian yang dikenakannya.
“Apa ia tertidur?” Monolog Raena, kini kembali beralih pada ponsel yang beberapa kali telah menampilkan nama Jungkook. Bahkan panggilan telepon darinya juga tidak diangkat oleh pemuda itu.
Kegelisahannya mungkin akan mencapai tingkat lanjut, bahkan ia sudah bersiap mengetuk pintu kayu itu lebih keras kalau saja sesosok pemuda bersurai dicat coklat tak segera muncul ketika pintu itu mendadak terbuka.
“Ah, kenapa lama sekali Jung?” Gelisah yang sempat singgah dengan cepat menjadi sekelumit kekesalan.
Dia merasa hampir mati kedinginan di luar sana, menunggu lelaki itu membuka pintu, sehingga tanpa jelas memperhatikan seraut wajah yang menyambutnya, Raena telah masuk dan menaruh beberapa kantong belanja.
“Dingin sekali,” Gumamnya pelan, sebelum kembali berbalik dan menemukan pemuda itu masih berdiri membelakanginya di depan pintu. “Jeon?” Panggilnya kelewat rendah, saat kejanggalan langsung menyerbu pikiran.
Pemuda itu kini berbalik. Raena menemukan dirinya mati-matian menahan tungkai agar tak mundur ke belakang akibat dorongan rasa takut. Saat menemukan kilatan sorot mata yang kini memandangnya kelewat tajam belum lagi kilau benda yang dipegangnya erat pada salah satu tangan, seakan membisikkan kengerian.
“Jungkook—“ Raena memekik tertahan saat sepersekian detik lelaki itu mendadak menariknya, dan berakhir menemukan sepasang lengan sang pemuda melingkar terlampau erat pada pinggangnya.
“J-jeon a-apa yang kau lakukan?” Ucap sang gadis nyaris tak terdengar, merasakan hembusan napas panas lelaki itu pada lehernya.
Pelukannya kian mengerat membuat Raena hampir kembali meloloskan pekikan sebelum bungkam begitu saja saat Jungkook berujar tipis pada telinganya. “Selamatkan dirimu selagi bisa.” [♤]
KAMU SEDANG MEMBACA
Hydrangea || ✔
Fanfiction[The Sequel of Eglantine] Tujuannya hanya untuk membuat sang gadis menjalani hidup bukan dalam remang kelam masa lalu, memperhatikan gadisnya dalam balutan kebohongan dari sisa reruntuhan waktu yang ia miliki. "Siapa lagi yang harus kubunuh?" ©️Pure...