“Aku ingin menjadi seorang yang berbeda, jika itu dapat membuat sesuatu berubah di antara kita, membuat kegagalanku, membuat penyesalanku dan rasa sakit di matamu itu bisa setidaknya melebur menjadi memori manis. Aku...” Pemuda itu menjeda, “Aku ingin menjadi Jeon Jungkook dengan kenangan manis di ingatanmu, hanya itu.”
Ia berakhir menunduk, meratapi luapan emosi dan balutan lapisan tipis kerapuhan. Ia sedang berada di satu titik yang membawa berjuta rasa mendebarkan dan kehangatan usang yang sempat ia rindukan tetapi disisi lain titik ini juga tak khayal bisa menyisakan luka yang lebih dalam dari sebelumnya.
Namun, jemari Raena kini telah menggapai wajahnya, menyusurinya perlahan dengan ujung jemarinya, menyadari perubahan apa yang telah menghantam bagai ombak—teringat wajah Taehyung disana. Raena menatap sendu netra Jungkook. “Kau sudah cukup meleburkan kenangan kelam itu, Jeon.” Bisiknya.
Raena mengikis jarak dan menyatukan kening mereka. Ia berusaha menyalurkan perasaan tak terjelaskan di dalam sana. Rasa terkubur yang tak bisa dikeluarkan bahkan dengan sepatah kata. Terlalu berat, terlalu menyakitkan.
Dalam deru napas lembut yang berembus, Jungkook menggapai jemari gadis di depannya, menyelipkan miliknya di sana. Keraguan benar-benar berada diujung jurang pikirannya.
Bolehkah kini ia membiarkan dirinya tenggelam begitu saja? Atau adakah langit untuk mereka berdua?
Namun, sedetik kemudian pemuda itu telah membuat suatu pilihan, sebelum membiarkan bibirnya menyentuh milik Raena. Ia memejam, membagi jalaran kehangatan usang, manis tautan bibir yang nyaris terlupakan hingga keinginan terkubur yang kembali bangkit.
Mengikuti alur dalam kendali Jungkook, kecupan itu terasa berbeda, sentuhan pemuda itu tidak lagi mengambang. Kini Raena rasa setiap pergerakan lembut yang tengah menderanya mulai menuntut. Tangan Jungkook telah melingkar pada pinggangnya, menariknya untuk semakin mengikis jarak.
Kedua tangan Raena mengalung pada leher pemuda itu, jemarinya meremas lembut rambut kecokelatan Jungkook.
Takdir saat ini memang terlihat menyisakan pilihan bagi mereka, tetapi kenyataannya adalah lika-liku arah perjalanan akan selalu menjebak.
Satu pertanyaan akan selalu menghantui.
Benaknya terasa selalu sesak tatkala jawaban memang tak pernah ia temukan atas ketakutannya itu. Bahkan, ketika pemuda tersebut kini telah mendorongnya perlahan-lahan, semakin menuntut—mendekapnya dalam jeratan kasih. Meyakinkannya akan sesuatu, mereka akan baik-baik saja, mereka akan bahagia.Bolehkah sekarang ia percaya itu?
○♤○
“Kau tahu, seharusnya kau jangan bekerja dulu. Kau harus istirahat, Jeon.”Pemuda itu menoleh sembari tersenyum.
“Hei, apa ada yang lucu?” Netra Raena segera menyorotnya.
Jungkook dengan cepat menggelengkan kepala. “Tidak, tidak ada yang lucu, ekhem.” Ia berdeham, sebelum berusaha menetralkan ekspresi.
“Cih, lalu kenapa kau tersenyum?” Si Son mengalihkan pandangan acuh.
Pemuda itu tak menjawab, ia memilih menyusupi jemari Raena tanpa permisi, menggenggam tangan gadis itu erat lalu perlahan mengayunkan jalinan tangan mereka, membuat gadis di sampingnya menggeleng dengan semburat yang berusaha ia sembunyikan.
“Yah, apa itu caramu menjawab pertanyaan?”
Si Jeon lagi-lagi tak menjawab, seakan tak menyadari telah menyulut atmosfer hangat yang semakin menjalar. Netra lelaki itu hanya mengedarkan pandangannya di sepanjang jalan menuju kafe sambil memamerkan senyum.
“Astaga,” Raena memutar netranya, menahan gejolak tawa sambil menggeleng. “Rupanya perubahanmu lebih dari yang terlihat,”
Jungkook menaikkan satu alisnya, tersulut keingintahuan. “Apa? Memangnya apalagi perubahanku?” Pemuda itu tampak menuntut.
“Perubahan dari pengoleksi smirk berubah menjadi pengoleksi trik memelas wanita.” Raena meloloskan tawa singkat.
“Hah!” Si Jeon tampak tak terima. “Itu karena dari dulu aku memang menawan, jadi para wanita—“
“Wah, jadi kau memang mengoleksi trik seperti itu? Sulit dipercaya,” Raena menukas dengan semangat. “Tunggu, jadi kau juga melakukan trik sehingga adik kelas dulu selalu mengejarmu dan memberimu berkardus-kardus coklat? Sudah kuduga, kau memang menebar pesona kemana-mana.”
Jungkook mencebik sebelum bibirnya kini membentuk senyum miring. “Oh ya? Lalu kau juga berubah lebih dari yang terlihat.”
“Wah, apa itu?” Gadis itu menampilkan ekspresi tak peduli.
Seringai si Jeon tampak mengembang. “Perubahan dari kadar cerewet gadis muda menjadi kadar cerewet nenek-nenek.”
Netra Raena sontak melotot. Tapi, pemuda itu melanjutkan santai. “Padahal ini baru berlalu beberapa tahun kenapa kau sudah menjadi nenek-nenek?”
“Yak!”
“Apa aku salah?” Jungkook mengedikkan bahu berlagak tak ada hal menyinggung yang ia ucapkan.
“Kalau aku nenek berarti kau kakek yang bertingkah seperti bocah!”
Raena menyentak jalinan tangan mereka, meninggalkan Jungkook sambil mengentak jalanan dengan bibir tak henti-hentinya mengabsen penghuni kebun binatang dengan suara rendah.
Jungkook yang melihat itu tak bisa menahan senyum lebarnya, belum lagi umpatan-umpatan yang lolos samar masih bisa didengarnya. Gadis itu benar-benar tak berubah.
Sesaat kemudian ia menggerakkan tungkai, memotong jarak mereka dan kembali menyambar tangan Raena, meski sedetik kemudian kembali dihentakan sang gadis.
“Sayang, aku hanya bercanda,”
“Hei! hentikan,” Raena refleks mendorong lengan pemuda itu, sederet kata tadi terasa menggelitik dan mengundang desiran yang serasa siap mematangkan pipinya yang memanas.
“Ayolah,” Pemuda itu memelas. “Apa kau tega mengabaikanku?” Jungkook memajukan bibirnya.
Apa-apaan bocah ini?
Raena meneguk ludah canggung, dadanya yang berdebar serasa siap meledak.
Melihat triknya berhasil mengunci lawan, pemuda itu dengan mudah kembali menarik Raena mendekat ke sisinya. Tanpa bisa mengajukan penolakan lagi, tangannya telah kembali disusupi jemari pemuda itu. Dengan pancaran mata lembut, Jungkook memasukkan jalinan tangan mereka ke dalam saku jaketnya.
“Jung,” Raena tampak kehilangan kata-kata.
“Biarkan...” Si Jeon berujar, masih dengan ukiran senyum pada wajahnya. “Biarkan begini, sekejap saja.” [♤]
KAMU SEDANG MEMBACA
Hydrangea || ✔
Fanfiction[The Sequel of Eglantine] Tujuannya hanya untuk membuat sang gadis menjalani hidup bukan dalam remang kelam masa lalu, memperhatikan gadisnya dalam balutan kebohongan dari sisa reruntuhan waktu yang ia miliki. "Siapa lagi yang harus kubunuh?" ©️Pure...