Pt. 27 (Dimmest Cloud)

279 38 10
                                    

2 years later...

[“Keadaannya sudah sangat membaik dan stabil. Bahkan dia tidak lagi memberontak maupun panik sesering dulu. Hanya saja, dia tetap—“]

“Yoongi!”

“Ah, kau—” Yoongi segera memutus sambungan telepon itu, tergesa memasukkannya kedalam kantong celana. Ia berdeham canggung, “Kenapa kau bangun pagi sekali, Rae?” Yoongi menarik kursi didepan Raena, sedang sang adik masih belum menjawab dan lebih terfokus pada roti panggang dua lapis dengan olesan selai tebal didalamnya.

“Woah, sarapan hari ini dijamin habis, Yoon.” Ujar Raena begitu antusias, setelah menenggak susu coklat sebagai pembuka.

“Dasar bocah. Kau memang tak pernah menyisakan sarapan buatanku’ kan? Yang tersisa hanya piring dan gelas kosong, bahkan remah-remah sisa makanan pun tidak ada.”

Raena membalas dengan senyuman lebar.

“Hah? Apa-apaan itu? Jangan harap aku akan tersentuh dan memberimu porsi sarapan lebih dengan tersenyum lebar begitu.”

Yoongi menyesap kopi dan menggapai kue kering yang tersaji diatas piring, sebelum Raena menyambarnya dari tangan Yoongi dan dengan cepat mengunyah kue kering itu.

“Dan kau tidak akan dapat bagian kue kering ala Raena dan Hoseok ini lebih banyak lagi,” Pipi Raena menggembung gemas, menunjukkan kekesalannya.

“Cih, yang benar saja.” Yoongi menyerah dan berakhir kembali menyesap kopinya pelan sambil tersenyum tipis. “Lalu...bagaimana dengan usaha membuat menu baru di cabang terbaru kafe? Apakah sudah menemukan sesuatu yang bisa dijual lebih banyak?”

Raena meletakkan gelas susu coklatnya. Ia mendesah pelan, “Belum. Baru hanya kue kering itu saja, tapi Hoseok punya ide lain untuk mengembangkan cabang kafe ini dan menarik lebih banyak pelanggan.”

“Wah, apa itu?”

“Mendatangkan seorang yang memiliki kemampuan yang baik pada alat musik atau mungkin menyanyi diwaktu-waktu tertentu.”

Yoongi manggut-manggut.

“Aku akan berangkat sekarang,” Raena beranjak dari kursi kayu, menyambar coat coklat selututnya.

“Sepagi ini?”

“Aku akan melakukan beberapa eksperimen menu baru lagi bersama Hoseok.”

“Baiklah nyonya ilmuan pencari menu, segera temukan menu kue yang baru, ya.”

Raena terbahak, hampir benar-benar melayangkan sesuatu kearah kepala Yoongi agar menghentikan kekonyolannya. “Itu sangat konyol, Yoon. Hentikan,” Si Son menepuk kecil coatnya untuk merapikan, “Aku berangkat sekarang.”

“Hei,”

“Ah ya, hampir lupa.”

“Kau selalu lupa.” Yoongi menepuk kecil puncak kepala Raena, sebelum membiarkan sosok gadis itu menghilang dibalik pintu.

Yoongi menghela napas tipis, membenamkam dirinya dalam keraguan untuk kesekian kali. Dia memang tidak perlu mengatakan kebohongan karena Raena memang tak pernah bertanya apapun tentang Jungkook sejak hari itu. Seakan pemuda itu memang tak pernah ada dalam hidupnya.

Namun, berpura-pura tak ada yang salah dan membisu selamanya serasa bukanlah pilihan yang benar bagi Yoongi.

Pria itu—orang yang memohonnya untuk berjanji, tidak pernah mengatakan dengan jelas kepada Raena kebenaran akan dirinya. Bahwa ia memendam memori menyakitkan yang menggoreskan luka jiwa, membangkitkan trauma yang semakin membelenggunya—sebagai Kim Taehyung, Jeon Jungkook, bahkan sisi lain dirinya itu masihlah menanggung semua kenangan kelam tersebut.

Hydrangea || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang