‘Aku mendapat panggilan bahwa dia telah sadar dari koma,’
Tak disadari, matanya berair berbarengan dengan kedua tungkainya yang beradu dengan ubin rumah sakit. Detak jantung dalam rongga dadanya serasa memukul-mukul dengan tempo yang lebih cepat. Ia cemas, takut juga lega. Teringat bagaimana panik dan sesaknya dirinya saat mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu—melihat tubuh laki-laki itu bersimbah darah dan kelopak mata yang tertutup rapat.
Raena seakan kembali pada titik reruntuhan dunianya yang hampir tak bersisa. Jika apa yang dikatakan Jungkook benar, jika sesungguhnya sosok lelaki itu adalah Taehyung sendiri maka....tidak, ia bahkan tak tahu apa yang pantas ia katakan. Ia hanya ingin melihat lagi seulas wajah itu terbangun dari tidurnya.
Namun, seakan takdir lagi-lagi kembali bermain, langkah gadis tersebut perlahan melambat kala menemukan sosok Yoongi yang keluar dari kamar Jungkook dengan tergesa dan panik.
“Rae,” Pemuda itu menghentikan langkahnya, memegang bahunya dengan sorot cemas yang mau tak mau juga ikut menenggelamkannya dalam emosi yang sama.
“A-apa yang terjadi?”
Yoongi tampak ragu, hanya menarik napasnya yang tak beraturan.
“Yoon, apa yang terjadi?” Raena mendesak, sekali lagi mengulangi pertanyaannya dengan nada ditekan.
“Dia—“
Netra gadis itu bergetar semakin giat.
“Jungkook menghilang,”
○♤○
Kedua kakinya ia paksa agak bergerak lebih cepat, sayangnya rasa berdenyut pada bagian perutnya seakan memberontak, menolak pengabaiannya akan rasa sakit.Aku harus cepat pergi dari sini. Harus.
Salah satu tangannya memegang luka yang masih belum sepenuhnya sembuh itu. Beberapa kali ia menoleh ke belakang—memastikan jejaknya tak diikuti seseorang.
Pilihan ini harus diambilnya. Tentu, setelah pengakuan yang tak pernah sekalipun ia rencanakan, sebuah kemungkinan yang berusaha jauh-jauh dibuangnya, kemarin benar-benar dilakukannya dan ia yakin hal itu tak lebih hanya memperburuk keadaan.
Tujuannya hanya untuk membuat Raena menjalani hidup bukan dalam remang kelam masa lalu, memperhatikan gadisnya dalam bayang-bayang dan ketika ia juga menyadari bahwa ternyata menghilangnya ia selama ini malah membawa beban penyesalan dalam diri Raena, ia sebenarnya hanya berniat membuat pesan terselubung—bahwa dirinya masih hidup, agar gadis itu setidaknya dapat melanjutkan hari esok dengan lebih baik.Namun kini apa yang telah ia lakukan?
Ia membuat luka yang lebih besar tanpa memiliki kesempatan untuk menyembuhkan. Waktunya telah habis. Dan ia harus benar-benar menjauh dari kehidupan gadis itu.Jungkook menarik napas pendek. Sekejap mengatur napas. Tenaganya belum sepenuhnya pulih bahkan denyutan rasa sakit pada luka diperutnya semakin menjadi-jadi.
“Kau ingin pergi begitu saja?”
Jungkook membeku. Tak perlu waktu baginya untuk mengenali pemilik suara yang baru saja menyapa telinganya. Beberapa helai daun kecokelatan kini terbang disisinya ketika angin sore lembut berembus, seakan ikut menahan pergerakannya dan menggelayutkan atmosfer penuh emosi.
“Katakan Jeon,”
Pemuda itu masih bersikukuh, tak berbalik sedikitpun.
Raena susah payah menahan suara desak cucuran air mata. Ia berhenti mendekat beberapa langkah dari pemuda itu. “Katakan...apa yang kau utarakan di hari itu, apakah itu benar?”
Tangan pemuda itu tanpa sadar telah mengepal. Emosinya membumbung bagai asap yang hendak membangkitkan sesuatu yang berusaha ia hilangkan pijarannya setiap waktu. Tidak, ia tak boleh goyah.
“Aku berbohong,” Jungkook berujar tanpa menoleh.
Raena menekan dua belah bibirnya, menatap tak percaya.
“Apa pun yang aku katakan kemarin, hanyalah kebohongan. Aku hanya mengarang cerita karena aku begitu panik akan situasi yang berlangsung, kukira memang lelaki yang kau ceritakan padaku kemarin ada hubungannya dengan gadis gila itu, jadi...ucapanku setidaknya bisa menahannya,”
Jejak tangis kini lolos bergantian dari netra hitam Raena. Sebenarnya kau ingin bertindak sejauh mana?
“Aku tak ingin merepotkan seorang pun, jadi aku ingin pulang secepatnya,” Jungkook kembali berujar, masih tanpa keberanian untuk menatap sang lawan bicara. Entah siapa yang berusaha ia bodohi, tetapi seakan tak ada pilihan lain yang dapat ia pilih.
Si Son kembali menekan dua belah bibirnya, sejenak memejam, menahan sesak yang sedari tadi bergumul di dalam dadanya.
“Kalau begitu, biarkan aku mengajukan satu pertanyaan lagi,” Suara Raena menggema lirih bersama desiran angin. Ia menatap punggung pemuda itu dalam. “Apa hubungan awan dengan bulan?”Kepalan tangan Jungkook seketika melemah. Tangannya terkulai lemas pada sisi tubuhnya bersamaan dengan bulir air mata yang lolos begitu saja. Pikirannya terasa kosong diselubungi perputaran memori, dadanya didera sesak. Bahkan tanpa mampu menolak sepasang lengan telah menyusup, memeluknya dengan lembut.
Jungkook kehilangan pertahanannya.
“Jangan pergi lagi, Tae.”
○♤○
Atmosfer canggung masih bergelayut, tetapi seakan tak ada satu pun dari mereka yang hendak menjadi orang pertama yang memecah es pembatas, duduk berdampingan dalam hening, hingga pada akhirnya salah satu dari mereka menyerah dan membuka suara.“Kau tahu, kau bisa pulang. Aku baik-baik saja,” Laki-laki itu memulai.
Namun, gadis di sampingnya tak langsung menjawab. Ia malah memalingkan wajah, tersulut emosi. “Kalau aku meninggalkanmu, kau bisa saja pergi lagi’kan?”
Pemuda di sampingnya menahan senyum.
“Kurasa jika aku pergi kau pasti bisa menemukanku,”“Apa?” Netra Raena kini melotot. “Kau berencana pergi lagi?”
Pemuda itu memutar netra jahil, seperti menimang-nimang. “Mungkin saja,” Ia membalas enteng.
“Yak!” Tangan Raena refleks melayangnya tamparan ringan
“Aw, sakit!”
“Eh? Kau baik-baik saja?” Mata gadis didepannya melebar panik. “Katakan Tae, kau—“
“Jangan panggil aku dengan nama itu lagi,” Pemuda itu menukas, kehilangan kejenakaannya berakting kesakitan begitu saja.
Bibir Raena mengerut sebelum menjawab, “Dengar, aku menerima siapa pun kau, Taehyung, lupakan—”
“Tidak.”
Raena sejenak tertegun. Nada tanpa ragu yang baru didengarkannya seakan mengirimkan perasaan tak tenang.
“Aku tak ingin menjadi Taehyung yang hanya membawa mimpi buruk padamu,” [♤]
KAMU SEDANG MEMBACA
Hydrangea || ✔
Fanfiction[The Sequel of Eglantine] Tujuannya hanya untuk membuat sang gadis menjalani hidup bukan dalam remang kelam masa lalu, memperhatikan gadisnya dalam balutan kebohongan dari sisa reruntuhan waktu yang ia miliki. "Siapa lagi yang harus kubunuh?" ©️Pure...